Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengungkap penyebab banyak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia menjadi korban tindak kekerasan hingga ada yang meninggal dunia di luar negeri (LN). Salah satunya karena tak memiliki dokumen keberangkatan yang sah atau nonprosedural sehingga tak bisa bekerja di negara tujuannya.
“Rata-rata begini, kayak di Malaysia ini banyak warga kita yang tidak berdokumen. Karena tidak berdokumen itu mereka tidak kerja,” kata Abdul Kadir seusai memberikan kuliah umum di SMKN 1 Komodo di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (7/8/2025) sore.
Faktor kedua, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu berujar, karena mereka tinggal terlalu lama di Malaysia. Mereka kemudian hidup berkelompok.
“Ada juga karena sudah terlalu lama, ini yang tidak baik ini, berkelompok, kayak di kitalah, pertarungan antara kampung ada gitu-gitunya,” ujar Abdul Kadir.
“Tapi kita berupaya supaya itu tidak terjadi karena itu merusak citra,” lanjut dia.
Abdul Kadir juga menanggapi puluhan PMI asal NTT yang meninggal di luar negeri. Informasi terakhir jumlahnya mencapai 88 orang untuk tahun 2025. PMI tersebut, menurutnya, sebagian besar berangkat ke luar negeri secara nonprosedural.
“Rata-rata teman-teman ini dulu berangkatnya nonprosedural, negara nggak punya data soal mereka. Makanya sekarang mitigasinya semua orang supaya berangkat prosedural. Walaupun gak banyak skil-nya asal dia berangkat secara prosedural niscaya aman,” tegas Abdul Kadir.
“Yang meninggal-meninggal ini kami tahunya setelah kita meninggal, atau dia sakit parah, kami tahu setelah viral,” lanjut dia.
Ia mengatakan perlu membangun ekosistem penempatan PMI untuk mencegah PMI menjadi korban kekerasan di luar negeri. ‘Kalau yang ekosistem penempatan ini terbangun maka kami bisa menghindari, mengurangi, reduksi tindak-tindak kekerasan yang selama ini menimpa banyak warga kami,” ujar Abdul Kadir.
Migran Center dan Kelas Migran
Untuk itu, ia mendorong dibentuk migran center, sebuah tempat vokasi yang terpusat atau terintegrasi. “Integrasi itu misal pelatihan bahasanya di situ, pelatihan skill di situ, mentalnya di situ, literasi keuangan di situ, informasi soal pekerjaan di situ, semua terintegrasi,” jelas dia.
“Dan kami cluster dia (berdasarkan negara tujuan) sehingga fokus. Kurikulumnya nanti kami tarik dari negara-negara yang mau dituju,” tambah Abdul Kadir. Ia mendorong migran center itu ada di sekolah-sekolah.
Berikutnya dibentuk kelas migran di SMA/SMK atau sederajat untuk memfasilitasi siswa yang tertarik menjadi PMI. Siswa tersebut dilatih di kelas migran tersebut.
“Saya pengen ada kelas-kelas khusus di sekolah-sekolah SMK/SMA sederajat yang memang khusus untuk anak-anak yang mau bekerja di luar negeri. Sejak kelas 1 ditanya peminatannya ke luar negeri atau tidak, dibuat di situ pelan-pelan, dilatih bahasa di situ, skil, mentalnya juga kami kuatkan. Jadi ketika dia lulus, tinggal skill sedikit saja yang didorong sedikit saja sudah bisa diberangkatkan sebagai pekerja migran,” jelas Abdul Kadir.