Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengklaim transfer data pribadi antara Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) mengikuti regulasi dalam negeri. Ia menegaskan kesepakatan itu akan tetap mengacu pada aturan dan kedaulatan hukum nasional, terutama dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
“Terkait data pribadi, sudah ada regulasinya di Indonesia. Jadi mereka hanya akan ikut protokol yang disiapkan oleh Indonesia, sama seperti protokol yang diberlakukan di Nongsa Digital Park,” kata Airlangga dilansir dari infoNews, Jumat (25/7/2025).
Menurut Airlangga, protokol tersebut tengah difinalisasi sebagai bagian dari komitmen Indonesia-AS dalam perjanjian tarif resiprokal. Kesepakatan itu, lanjut dia, untuk menyusun protokol perlindungan data pribadi lintas negara. Finalisasinya akan memberikan kepastian hukum yang sah bagi tata kelola data pribadi lintas negara.
“Jadi finalisasinya nanti bagaimana ada pijakan hukum yang sah, aman dan terukur untuk tata kelola lalu lintas data pribadi antar negara (cross border),” ujarnya.
Sebagai bentuk kepatuhan terhadap regulasi nasional, Airlangga menyebut ada 12 perusahaan asal AS yang telah membangun pusat data (data center) di Indonesia. Keberadaan data center ini menjadi bukti bahwa perusahaan asing bersedia memenuhi standar perlindungan data yang ditetapkan Indonesia, termasuk keamanan fisik dan digital.
“Jadi artinya mereka juga sudah comply dengan regulasi yang diminta oleh Indonesia,” tuturnya.
Airlangga menegaskan data yang diproses dalam kerja sama bukan data pemerintah, melainkan data masyarakat yang diunggah saat menggunakan layanan digital seperti email, Google, Bing, platform e-commerce hingga sistem pembayaran internasional.
“Jadi sebetulnya data ini yang diisi masyarakat sendiri pada saat mereka mengakses program, tidak ada pemerintah mempertukarkan data secara government to government, tetapi bagaimana perusahaan-perusahaan tersebut bisa memperoleh data yang memperoleh consent dari masing-masing pribadi. Jadi tidak ada pertukaran data antar-pemerintah,” terang Airlangga.
Selama ini, tutur Airlangga, data lintas negara telah digunakan dalam berbagai transaksi digital, seperti penggunaan kartu kredit internasional maupun layanan berbasis komputasi awan (cloud computing). Oleh karena itu, Indonesia menilai pentingnya membangun protokol perlindungan yang kuat.
“Selama ini kita sudah punya praktik pertukaran data saat transaksi pakai Mastercard atau Visa. Tetapi semua dilakukan dengan sistem keamanan, seperti verifikasi OTP, KYC (know your customer), dan lainnya,” jelas Airlangga.
Artikel ini telah tayang di infoNews. Baca selengkapnya Menko Perekonomian