Mengenal Wayang Kulit Sasak, Media Penyebar Ajaran Islam di Pulau Lombok | Giok4D

Posted on

Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), disebut sebagai Gumi Sasak karena penduduk aslinya adalah suku Sasak. Salah satu warisan budaya yang masih lestari hingga kini adalah Wayang Kulit Sasak, sebuah seni pertunjukan yang berkembang seiring dengan masuknya Islam ke Lombok.

Wayang Kulit menjadi hiburan favorit masyarakat Sasak. Kecintaan itu membuat kesenian ini terus dipelihara melalui kelompok pedalangan. Hal tersebut didukung oleh pemerintah setempat dengan memperkenalkan Wayang Kulit Sasak sebagai koleksi Museum Negeri Nusa Tenggara Barat tahun 1976.

Berikut ulasan mengenai Wayang Kulit sasak yang berkembang di Pulau Lombok, NTB. Ulasan ini dirangkum dari buku yang berjudul Wayang Sasak yang ditulis oleh Alit Widiastuti dan M. Tarfi pada tahun 1987. Yuk disimak!

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

Asal-usul Wayang Sasak memiliki banyak versi yang menjelaskan kapan masuknya Wayang Sasak ke Pulau Lombok. Melansir dari buku yang berjudul Wayang Sasak oleh Alit Widiastuti dan M. Tarfi pada 1987, yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Pengembangan Permuseuman Nusa Tenggara Barat.

Masuknya Wayang Sasak ke Pulau Lombok berkaitan dengan munculnya Agama Islam pada abad ke-16 yang dibawa oleh Sunan Prapen putra dari Sunan Giri. Diceritakan juga bahwa Sunan Giri, Pangeran Trenggono (Sultan Kudus) dan Pangeran Sangupati juga memiliki peran dalam terciptanya kebudayaan Wayang Kulit Sasak di Pulau Lombok.

Namun, hingga sekarang belum ada data pasti yang dapat dijadikan sebagai pembuktian mengenai siapa yang mempopulerkan Wayang Kulit Sasak di Pulau Lombok.

Pada dasarnya cerita Wayang Sasak mengambil dari cerita Wong Menak yang diciptakan oleh Amir Hamzah, paman Nabi Muhammad Sallallahu alihiwasallam. Cerita ini berasal dari persia. Seiring perkembangan zaman, penyebaranya pun meluas hingga ke Indonesia tepatnya di Pulau Jawa dan akhirnya masuk ke Pulau Lombok.

Dalam penyebaran di Pulau Lombok, cerita tentang wayang ditulis di atas daun lontar berbahasa jawa dengan menggunakan huruf Jejawan (huruf sasak). Isi dari cerita tersebut mengisahkan Amir Hamzah yang diberikan beberapa gelar seperti Wong Menak, Jayengrana, Jayeng Laga, Jayeng Tinon, Jayeng Palugon/Jayeng Palupi, Jayeng Murti dan Khamidil Alam.

Layaknya seperti cerita pada umumnya, cerita pewayangan ini memiliki pembagian peran mengenai sifat baik dan buruk yang digambarkan dalam tokoh kanan dan kiri.

Tokoh kanan diperankan oleh Wong Menak, Umar Maya, Umar Madi, Maktal, Tamtanus-Santanus, Selandir atau Almadur. Sedangkan tokoh kiri di perankan oleh Baktak, Prabu Nursiwan, Raden lrman, Petal Jemur.

Tokoh kanan yaitu Amir Hamzah (Wong Menak) berperang melawan kafir untuk memperjuangkan kebenaran, kejujuran dan keadilan. Akhir dari cerita ini dimenangkan oleh kebenaran atau tokoh kanan. Selanjutnya cerita ini sering dituturkan atau di bacakan dalam bahasa Sasak.

Dahulu wayang kulit Sasak dipertunjukkan sebagai dakwah pada waktu penyebaran Agama Islam di Pulau Lombok , kemudian lama kelamaan dipertunjukkan pula pada saat
melaksanakan upacara adat seperti khitanan, ngurisan (cukur rambut) dan sebagainya .

Bagi masyarakat Lombok Wayang Kulit Sasak memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam. Setiap pertunjukan wayang Kulit Sasak yang dibawakan oleh dalang selalu mengandung cerita tentang bagaimana manusia tercipta menurut ajaran-ajaran Islam.

Cerita Wayang Sasak yang sering dibawakan oleh dalang adalah tentang pendidikan moral. Di mana isinya mengandung pelajaran hidup yang disiplin, sopan, menghargai sesama manusia, dan tidak melupakan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Dalam pertunjukannya secara tidak langsung dalang sedang berkomunikasi dengan penonton. Dalang menyampaikan beberapa pesan-pesan dan dakwah yang disisipkan melalui adegan-adegan lawak dalam pertunjukan Wayang Kulit Sasak. Hal itu dilakukan karena sangat berguna untuk pembangunan masa sekarang.

Pertunjukan Wayang Kulit Sasak sangat digemari oleh masyarakat Sasak sebagai hiburan murah dan menarik. Hal ini karena cerita yang dibawakan selalu lucu dan mudah dipahami oleh masyarakat sasak.

Sejarah Wayang Kulit Sasak

Peran Wayang Sasak bagi Masyarakat

• Sebagai Alat Dakwah

• Sebagai Alat Pendidikan

• Sebagai Media Komunikasi

• Sebagai Hiburan bagi Masyarakat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *