Bali mendapat julukan sebagai Pulau Seribu Pura. Julukan ini menandakan Bali memiliki begitu banyak pura yang menjadi tempat ibadah bagi umat Hindu. Salah satu pura yang terkenal di Bali adalah Pura Pusering Jagat.
Pusering Jagat merupakan salah satu dari Pura Sad Kahyangan atau enam pura yang menjadi penyangga Pulau Dewata. Pura Pusering Jagat keberadaannya juga berada di tengah-tengah Pulau Bali.

Nama Pura Pusering Jagat memiliki dua kata yang sarat makna, yakni “pusering” yang berarti pusat dan “jagat” artinya dunia. Berdasarkan filosofi tersebut, Pura Pusering Jagat berarti pusat dunia.
Pura Pusering Jagat juga disebut sebagai Pura Penataran Tasik atau pusat lautan. Penamaan tersebut mengingatkan masyarakat Hindu akan kisah Adi Parwa yang mengisi perjuangan para dewa dalam mencari tirtha amertha (air kehidupan) di tengah lautan Ksirarnawa.
Pura Pusering Jagat menjadi salah satu pura tertua di Bali yang berdiri sejak abad ke-10. Pengaruh agama Hindu saat itu menyebar dari Jawa ke Bali. Pura ini menjadi pusat pemerintahan Bali Kuno.
Pura Pusering Jagat mencerminkan keberagaman atau pluralisme karena di dalamnya terdapat sejumlah arca yang melambangkan berbagai aliran dalam agama Hindu. Hal ini memperlihatkan leluhur di Bali memiliki kebijaksanaan dalam memadukan perbedaan antarsekte secara damai. Keberadaan arca-arca tersebut menjadi penanda kesatuan dan keharmonisan yang terwujud dalam satu tempat suci.
Arca-arca kuno di pura ini memperkuat posisinya sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa. Ganesha, Durga, dan Bhairawa, masing-masing melambangkan aspek Siwa yang berbeda, mengelilingi area pura.
Pelinggih utama di Pura Pusering Jagat adalah Ratu Pusering Jagat yang berdiri sebagai pusat spiritual. Pelinggih ini dikelilingi oleh berbagai pelinggih lain, termasuk Gedong Purusa, yang menyimpan simbol purusa dan pradana.
Purusa dan pradana adalah dua prinsip dasar penciptaan. Purusa melambangkan benih kejiwaan dan Pradana merepresentasikan benih kebendaan. Keduanya diwakili oleh arca dengan bentuk alat reproduksi laki-laki dan perempuan. Simbol ini mencerminkan harmoni yang menjadi inti kelahiran kehidupan.
Selain bangunan pura sebagai simbol pemujaan, salah satu peninggalan paling menarik di Pura Pusering Jagat adalah sangku sudamala, bejana kuno yang dipercaya melambangkan limpahan air suci sebagai sumber kehidupan. Bejana ini menyimpan angka tahun Saka 1251 dan menjadi saksi bisu perjalanan panjang Pura Pusering Jagat sebagai pusat ritual dan kosmologi.
Pura Pusering Jagat dalam tradisi Lontar Kusuma Dewa menjadi tempat bertapa Batara Amangkurat yang diyakini sebagai dewa penuntun para pemimpin dan masyarakat untuk menata kehidupan yang lebih baik.
Setahun sekali, tepatnya pada Purnamaning Sasih Karo, dilaksanakan Upacara Mapekelem Telaga Maya atau upacara persembahan Bhuta Yadnya di Pura Pusering Jagat. Upacara ini berlangsung di Telaga Maya, telaga yang kering di dalam kawasan jeroan pur. Telaga kering ini diyakini sebagai tempat suci.
Pura Pusering Jagat berada di Desa Adat Jero Kuta Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, Bali. Diperlukan waktu perjalanan sekitar satu jam untuk sampai di pura ini jika berangkat dari Denpasar. Sejarah