Polres Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), masih menyelidiki kasus pernikahan anak yang melibatkan remaja perempuan SMY (14) dan remaja laki-laki SR (17). Enam orang saksi telah diperiksa, termasuk kedua mempelai, orang tua mempelai perempuan, dua kepala dusun, serta pemilik rumah tempat akad nikah dilangsungkan.
“Saat ini masih tahap penyelidikan. Masih pemeriksaan saksi-saksi. Baru enam saksi yang diperiksa,” kata Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah Iptu Luk Luk Il Maknun kepada infoBali, Senin (9/6/2025).
Polisi juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap sejumlah tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, serta saksi ahli untuk memperjelas perkara tersebut. Luk Luk menegaskan hingga saat ini belum ada penetapan tersangka.
“Kami masih periksa saksi-saksi dulu ya,” imbuhnya.
Di sisi lain, kuasa hukum orang tua pengantin, Muhanan, mengusulkan agar SMY dan SR ditunjuk sebagai duta anti pernikahan dini di Lombok Tengah. Usulan ini dianggap sebagai langkah edukatif untuk mencegah terjadinya pernikahan anak di wilayah tersebut.
“Kami akan mengusulkan pengantin viral ini untuk menjadi duta anti pernikahan dini di Lombok Tengah. Agar bisa menjadi edukasi bagi masyarakat luas,” kata Muhanan kepada infoBali.
Menurutnya, usulan ini dapat menjadi pemicu perhatian serius dari pemerintah daerah dalam menangani pernikahan anak yang masih marak terjadi.
“Untuk teknisnya seperti apa, mungkin nanti kami akan koordinasi dengan pemerintah daerah. Mungkin sebagai ajang sosialisasi atau apa itu nanti dipikirkan. Di sini juga agar kita bisa lihat seperti apa consern pemerintah daerah dalam menangani kasus pernikahan dini ini,” imbuhnya.
Saat dimintai tanggapan terkait laporan dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram yang ditangani Polres Lombok Tengah, Muhanan menyatakan tidak dapat berkomentar lebih jauh dan menghormati proses hukum yang berjalan.
“Itu tugas dan kewenangan dari kepolisian untuk melakukan penyelidikan. Sehingga nanti ini bisa menemukan suatu kesimpulan yang berkeadilan dan kebermanfaatan,” ujarnya.
Ia juga berharap pendekatan dalam menangani kasus ini tidak hanya berfokus pada aspek hukum, melainkan melibatkan tokoh adat, agama, dan masyarakat untuk memberikan pandangan yang lebih luas.
“Makanya kalau nanti pihak kepolisian bisa bukan hanya memanggil saksi-saksi proses akadnya tetapi nanti harus memanggil tokoh agama, budaya dan masyarakat. Ini kan menyangkut seluruhnya, bukan hanya para pelapor saja,” katanya lagi.
Muhanan turut meminta pemerintah daerah untuk membuat regulasi yang jelas dalam mencegah pernikahan anak. Ia menilai kebijakan saat ini belum cukup efektif.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
“Pemerintah juga harus melakukan pencegahan secara maksimal. Kalau dalam kasus ini kami melihat juga belum maksimal kebijakan yang diterapkan. Maka ke depannya kami berharap harus melibatkan semua pihak. Baik itu kepolisian, Kejaksaan untuk ikut melakukan pencegahan agar bukan hanya penindakan saja,” tegasnya.
Terkait proses hukum, Muhanan menyatakan pihaknya siap mengikuti setiap tahapan dan akan menyiapkan langkah-langkah pembelaan jika diperlukan.
“Kami juga masih menunggu proses seperti apa nantinya. Kalaupun nantinya akan ada penetapan tersangka, kami juga akan persiapan langkah-langkah pembelaan sesuai dengan yang diatur,” pungkasnya.