Menanti Kejelasan Seaplane-Glamping di Gunung Rinjani: Jadi atau Batal?

Posted on

Rencana proyek pendaratan pesawat amfibi (seaplane) hingga glamour camping (glamping) di Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), belum jelas. Hingga kini, tak ada kejelasan proyek yang rencananya digawangi PT Solusi Pariwisata Inovatif (SPI) tersebut jadi dilaksanakan atau dibatalkan.

Berikut sederet fakta-fakta soal rencana proyek seaplane dan glamping di Gunung Rinjani.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), bakal mengkaji rencana pembangunan seaplane dan glamping di kawasan Gunung Rinjani, Lombok Timur, NTB. AHY menegaskan setiap rencana pembangunan harus mempertimbangkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kebutuhan ruang, dan kelestarian lingkungan.

“Saya pelajari dahulu apa yang menjadi rencana dan dampaknya ke depan,” ujar AHY seusai menyerahkan sertifikat elektronik untuk warga di Kecamatan Narmada, Lombok Barat, Minggu (27/7/2025). Pernyataan itu AHY ungkapkan untuk merespons penolakan proyek seaplane dan glamping di kawasan Gunung Rinjani dari aktivis lingkungan di NTB.

Menurut AHY, setiap pembangunan infrastruktur memang dibutuhkan seiring peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan ekonomi daerah. “Ketika kebutuhan masyarakat meningkat, penduduk banyak, lahan terbatas, kami ingin ekonomi tumbuh. Artinya, butuh industri,” ujarnya.

Segala pembangunan di Gunung Rinjani, AHY menegaskan, seharusnya tidak boleh meninggalkan tanggung jawab terhadap keberlanjutan ekologi. Ketua Umum Partai Demokrat itu mengingatkan pentingnya prinsip pembangunan berkelanjutan, alias tidak hanya mengejar angka pertumbuhan atau pemerataan, tetapi juga menjaga keseimbangan lingkungan hidup.

“Saya sangat mendorong agar pembangunan tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan dan pemerataan, tetapi juga harus menjaga keseimbangan alam,” tegas AHY.

Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Muhamad Iqbal, mengaku belum mengetahui adanya rencana pembangunan proyek seaplane dan glamping di kawasan Danau Segara Anak, Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).

“Belum tahu. Saya tidak pernah dengar. Eh, tahu-tahu ada proyek seaplane dan glamping,” kata Iqbal, Jumat (11/7/2025).

Menurut Iqbal, dari informasi yang diterimanya, izin pembangunan proyek tersebut disetujui oleh Pemerintah Provinsi NTB. Namun, ia belum bisa memastikan kapan dan pada masa pemerintahan siapa izin itu diterbitkan.

“Katanya provinsi yang memberikan izin, tetapi saya nggak tahu pada pemerintahan siapa. Makanya kami mau cek,” ujarnya.

Iqbal menegaskan rencana pembangunan ini masih belum jelas. Ia akan meminta semua pihak terkait untuk memberikan penjelasan lebih lanjut.

“Saya nggak tahu keuntungannya ada yang mau bangun seaplane dan glamping di sana,” ucap Iqbal.

Meski begitu, Iqbal memastikan setiap rencana pembangunan di kawasan Gunung Rinjani harus tetap mendapatkan izin dari Kementerian Kehutanan.

“Nanti kami klarifikasi. Yang jelas urusan sama Rinjani itu kementerian,” jelas Iqbal.

Sejumlah pelaku wisata menolak rencana pengoperasian seaplane dan glamping di TNGR oleh PT SPI. Penolakan tersebut datang dari sejumlah pelaku jasa usaha wisata, baik dari Lombok Timur maupun Lombok Utara, NTB.

“Tentu sebagai penyedia jasa wisata saya pribadi merasa khawatir dengan rencana tersebut karena dampaknya bukan hanya ke saya, tetapi juga para porter dan pemilik penginapan tentu akan berdampak juga terkait penurunan tamu dan pendapatan,” kata Zaenal Abidin, salah seorang pemilik usaha trekking organizer saat dikonfirmasi infoBali, Rabu (18/6/2025) sore.

Selain berdampak pada ekonomi pelaku jasa wisata lokal, pria asal Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, itu juga menilai pengoperasian seaplane dan glamping akan mengganggu ekosistem dan kelestarian Gunung Rinjani.

“Coba bayangkan orang-orang nantinya akan menggunakan pesawat kemudian langsung menuju Danau Segara Anak, tentu ini akan sangat mengancam sekali,” ujar Zainal.

Senada dengan Zainal, pengusaha trekking organizer lain, Muji Sembahulun, menyatakan kekhawatirannya. Pria asal Desa Sembalun, Lombok Timur, itu dengan tegas menolak wacana pengoperasian seaplane ke Gunung Rinjani.

“Kami juga menolak rencana tersebut karena sangat merugikan ini akan berdampak buruk terhadap pelaku jasa wisata lokal di Sembalun khususnya. Penginapan akan sepi, para porter, pedagang, guide tour juga pastinya akan berdampak,” ujar Muji.

Penolakan dan kekhawatiran terkait rencana tersebut juga datang dari Rahmat Hidayat, salah seorang pemilik penginapan di kawasan Sembalun. Ia dengan tegas menolak karena merasa khawatir berdampak pada penurunan okupansi di penginapan miliknya.

“Kalau mereka terbang dari Bali, tentu tidak akan mungkin mereka menginap di tempat kami, habis menikmati Rinjani pasti langsung pergi lagi,” ujar Rahmat.

Ketua Forum Wisata Lingkar Rinjani, Royal Sembahulun, juga dengan tegas menolak rencana tersebut. Meskipun masih wacana, hal ini sudah mulai menimbulkan kekhawatiran di kalangan para pelaku jasa wisata di lingkar Rinjani.

“Tentu sebagai forum yang menaungi semua pelaku jasa wisata di lingkar Rinjani, kami menolak rencana tersebut. Meskipun masih rencana, tetapi dengan tegas kami menolak,” tegas Royal.

Menurut Royal, siapa pun boleh mengajukan izin untuk melakukan aktivitas usaha di lingkar Rinjani. Namun, hal itu harus mempertimbangkan dampaknya terhadap warga lokal.

“Siapa pun boleh mengajukan izin, tetapi tentu siapa pun boleh juga melakukan penolakan. Kami harapkan harus ada kajian terlebih dahulu dampak negatif dan positifnya bagi warga lokal di lingkar Rinjani,” ujar Royal.

Royal mengakui perizinan yang diajukan PT SPI sebagai investor masih belum keluar. Proses perizinan harus melalui beberapa tahapan, baik kajian dampak ekonomi maupun dampak ekologis.

Royal belum berkomentar banyak terkait dampak ekologis yang akan ditimbulkan dari rencana pengoperasian seaplane dan glamping di Rinjani. Menurutnya, hal tersebut membutuhkan kajian yang mendalam dan dilakukan oleh lembaga yang sesuai bidangnya.

“Kalau terkait dampak ekologisnya saya belum berkomentar karena ini nanti harus melalui analisis dampak lingkungan hidup (amdal). Tetapi, yang jelas kami dari forum menolak wacana tersebut,” jelas Royal.

Sementara itu, ratusan Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Balai TNGR, Mataram, NTB, Rabu (9/7/2025). Mereka menolak rencana pembangunan proyek Seaplane dan Glamping di kawasan Danau Segara Anak, TNGR.

Aksi ini digelar sebagai bentuk penolakan terhadap upaya komersialisasi kawasan konservasi yang dinilai mengancam kelestarian ekosistem dan nilai spiritual Rinjani. Massa aksi juga mendesak Balai TNGR segera menghentikan proyek yang dianggap tidak sesuai prinsip pelestarian alam dan keberlanjutan.

“Proyek ini tidak hanya merusak ekosistem yang sudah rapuh, tetapi juga mengabaikan hak-hak masyarakat yang telah menjaga kawasan ini selama berabad-abad,” ungkap Koordinator Aksi, Wahyu Habbibullah.

Danau Segara Anak yang menjadi lokasi pembangunan proyek ini merupakan ruang spiritual dan ekologi. Bukan sebagai landasan pesawat atau objek investasi komersial.

“Danau Segara Anak adalah bagian dari warisan budaya dan spiritual masyarakat Suku Sasak yang tidak boleh dijadikan lahan investasi jangka pendek,” imbuh Wahyu.

Wahyu juga mengatakan proyek ini terancam memperburuk kondisi lingkungan di Gunung Rinjani. Sebab tidak berbasis kajian ilmiah juga partisipasi publik.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB, Amri Nuryadin, juga turut melontarkan kritikan terhadap pengelolaan TNGR yang dilakukan negara. Ia menilai negara gagal menerapkan prinsip ekologi dalam pengelolaan TNGR.

“Negara tidak memprioritaskan prinsip ekologi dalam pengelolaan kawasan ini. Ini adalah bukti bahwa pengelolaan TNGR gagal memperhatikan aspek lingkungan yang seharusnya dilindungi,” ujar Amri.

Turut hadir dalam aksi, akademisi Universitas Mataram Ahmad Junaidi. Ia menyebut proyek ini berpotensi memperparah degradasi ekosistem Rinjani yang sudah terjadi.

Ia menegaskan bahwa pemerintah harus berhati-hati dalam menyetujui investasi. Terutama di kawasan hutan yang memiliki nilai ekologis sangat tinggi.

“Jika kita terus mengeksploitasi Rinjani dengan cara yang salah, kita hanya akan menambah kerusakan ekologis yang tak terbalikkan,” tegas Junaidi.

Aksi ini diwarnai dengan teatrikal lingkungan yang menggambarkan kerusakan alam akibat eksploitasi pariwisata sebagai simbol perlawanan terhadap upaya komersialisasi yang makin mengancam kelestarian Gunung Rinjani.

Kepala Balai TNGR, Yarman, buka suara terkait rencana pengoperasian seaplane dan glamping di kawasan Gunung Rinjani oleh PT SPI. Rencana tersebut sebelumnya mendapat penolakan dari sejumlah pelaku wisata di Lombok Timur, NTB.

Menurut Yarman, pengoperasian seaplane dan glamping di kawasan TNGR memungkinkan dilakukan karena ada area yang bisa dimanfaatkan sebagai lokasi bisnis. “Ada area yang digunakan untuk bisnis, tetapi kalau luasnya masih belum saya tahu nanti saya cek datanya dahulu ya,” ujarnya, Kamis (19/6/2025).

Yarman menjelaskan pengajuan izin untuk pemanfaatan area bisnis tersebut sudah berlangsung sejak 2020. Namun, saat ini masih dalam tahap kajian dan uji publik sebelum izin tersebut diterbitkan.

“Tahapannya harus melalui kajian dan uji publik terkait dampak lingkungan, dampak ekonomi, serta para tokoh adat setempat,” terang Yarman.

Yarman mengklaim penerbangan seaplane di kawasan Rinjani dirancang menggunakan tenaga listrik dan kedap suara. Sehingga, pengoperasian pesawat amfibi itu tidak akan mengganggu satwa dan ekosistem di Rinjani.

Terkait dengan penolakan dari sejumlah pelaku wisata di lingkar Rinjani, Yarman menilai hal tersebut sebagai hal biasa. Ia mengeklaim aspirasi warga itu akan tetap dipertimbangkan.

“Penolakan dari teman-teman pelaku jasa wisata juga tidak apa-apa, itu bisa saja nanti jadi pertimbangan. Jadi, siapapun boleh menyampaikan pendapat,” pungkasnya.

AHY Janji Lakukan Kajian

Iqbal Klaim Belum Tahu

Ditolak Pelaku Wisata, Mahasiswa hingga LSM

Respons Balai TNGR

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi

Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Muhamad Iqbal, mengaku belum mengetahui adanya rencana pembangunan proyek seaplane dan glamping di kawasan Danau Segara Anak, Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).

“Belum tahu. Saya tidak pernah dengar. Eh, tahu-tahu ada proyek seaplane dan glamping,” kata Iqbal, Jumat (11/7/2025).

Menurut Iqbal, dari informasi yang diterimanya, izin pembangunan proyek tersebut disetujui oleh Pemerintah Provinsi NTB. Namun, ia belum bisa memastikan kapan dan pada masa pemerintahan siapa izin itu diterbitkan.

“Katanya provinsi yang memberikan izin, tetapi saya nggak tahu pada pemerintahan siapa. Makanya kami mau cek,” ujarnya.

Iqbal menegaskan rencana pembangunan ini masih belum jelas. Ia akan meminta semua pihak terkait untuk memberikan penjelasan lebih lanjut.

“Saya nggak tahu keuntungannya ada yang mau bangun seaplane dan glamping di sana,” ucap Iqbal.

Meski begitu, Iqbal memastikan setiap rencana pembangunan di kawasan Gunung Rinjani harus tetap mendapatkan izin dari Kementerian Kehutanan.

“Nanti kami klarifikasi. Yang jelas urusan sama Rinjani itu kementerian,” jelas Iqbal.

Iqbal Klaim Belum Tahu

Gambar ilustrasi

Sejumlah pelaku wisata menolak rencana pengoperasian seaplane dan glamping di TNGR oleh PT SPI. Penolakan tersebut datang dari sejumlah pelaku jasa usaha wisata, baik dari Lombok Timur maupun Lombok Utara, NTB.

“Tentu sebagai penyedia jasa wisata saya pribadi merasa khawatir dengan rencana tersebut karena dampaknya bukan hanya ke saya, tetapi juga para porter dan pemilik penginapan tentu akan berdampak juga terkait penurunan tamu dan pendapatan,” kata Zaenal Abidin, salah seorang pemilik usaha trekking organizer saat dikonfirmasi infoBali, Rabu (18/6/2025) sore.

Selain berdampak pada ekonomi pelaku jasa wisata lokal, pria asal Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, itu juga menilai pengoperasian seaplane dan glamping akan mengganggu ekosistem dan kelestarian Gunung Rinjani.

“Coba bayangkan orang-orang nantinya akan menggunakan pesawat kemudian langsung menuju Danau Segara Anak, tentu ini akan sangat mengancam sekali,” ujar Zainal.

Senada dengan Zainal, pengusaha trekking organizer lain, Muji Sembahulun, menyatakan kekhawatirannya. Pria asal Desa Sembalun, Lombok Timur, itu dengan tegas menolak wacana pengoperasian seaplane ke Gunung Rinjani.

“Kami juga menolak rencana tersebut karena sangat merugikan ini akan berdampak buruk terhadap pelaku jasa wisata lokal di Sembalun khususnya. Penginapan akan sepi, para porter, pedagang, guide tour juga pastinya akan berdampak,” ujar Muji.

Penolakan dan kekhawatiran terkait rencana tersebut juga datang dari Rahmat Hidayat, salah seorang pemilik penginapan di kawasan Sembalun. Ia dengan tegas menolak karena merasa khawatir berdampak pada penurunan okupansi di penginapan miliknya.

“Kalau mereka terbang dari Bali, tentu tidak akan mungkin mereka menginap di tempat kami, habis menikmati Rinjani pasti langsung pergi lagi,” ujar Rahmat.

Ketua Forum Wisata Lingkar Rinjani, Royal Sembahulun, juga dengan tegas menolak rencana tersebut. Meskipun masih wacana, hal ini sudah mulai menimbulkan kekhawatiran di kalangan para pelaku jasa wisata di lingkar Rinjani.

“Tentu sebagai forum yang menaungi semua pelaku jasa wisata di lingkar Rinjani, kami menolak rencana tersebut. Meskipun masih rencana, tetapi dengan tegas kami menolak,” tegas Royal.

Menurut Royal, siapa pun boleh mengajukan izin untuk melakukan aktivitas usaha di lingkar Rinjani. Namun, hal itu harus mempertimbangkan dampaknya terhadap warga lokal.

“Siapa pun boleh mengajukan izin, tetapi tentu siapa pun boleh juga melakukan penolakan. Kami harapkan harus ada kajian terlebih dahulu dampak negatif dan positifnya bagi warga lokal di lingkar Rinjani,” ujar Royal.

Royal mengakui perizinan yang diajukan PT SPI sebagai investor masih belum keluar. Proses perizinan harus melalui beberapa tahapan, baik kajian dampak ekonomi maupun dampak ekologis.

Royal belum berkomentar banyak terkait dampak ekologis yang akan ditimbulkan dari rencana pengoperasian seaplane dan glamping di Rinjani. Menurutnya, hal tersebut membutuhkan kajian yang mendalam dan dilakukan oleh lembaga yang sesuai bidangnya.

“Kalau terkait dampak ekologisnya saya belum berkomentar karena ini nanti harus melalui analisis dampak lingkungan hidup (amdal). Tetapi, yang jelas kami dari forum menolak wacana tersebut,” jelas Royal.

Ditolak Pelaku Wisata, Mahasiswa hingga LSM

Gambar ilustrasi

Sementara itu, ratusan Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Balai TNGR, Mataram, NTB, Rabu (9/7/2025). Mereka menolak rencana pembangunan proyek Seaplane dan Glamping di kawasan Danau Segara Anak, TNGR.

Aksi ini digelar sebagai bentuk penolakan terhadap upaya komersialisasi kawasan konservasi yang dinilai mengancam kelestarian ekosistem dan nilai spiritual Rinjani. Massa aksi juga mendesak Balai TNGR segera menghentikan proyek yang dianggap tidak sesuai prinsip pelestarian alam dan keberlanjutan.

“Proyek ini tidak hanya merusak ekosistem yang sudah rapuh, tetapi juga mengabaikan hak-hak masyarakat yang telah menjaga kawasan ini selama berabad-abad,” ungkap Koordinator Aksi, Wahyu Habbibullah.

Danau Segara Anak yang menjadi lokasi pembangunan proyek ini merupakan ruang spiritual dan ekologi. Bukan sebagai landasan pesawat atau objek investasi komersial.

“Danau Segara Anak adalah bagian dari warisan budaya dan spiritual masyarakat Suku Sasak yang tidak boleh dijadikan lahan investasi jangka pendek,” imbuh Wahyu.

Wahyu juga mengatakan proyek ini terancam memperburuk kondisi lingkungan di Gunung Rinjani. Sebab tidak berbasis kajian ilmiah juga partisipasi publik.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB, Amri Nuryadin, juga turut melontarkan kritikan terhadap pengelolaan TNGR yang dilakukan negara. Ia menilai negara gagal menerapkan prinsip ekologi dalam pengelolaan TNGR.

“Negara tidak memprioritaskan prinsip ekologi dalam pengelolaan kawasan ini. Ini adalah bukti bahwa pengelolaan TNGR gagal memperhatikan aspek lingkungan yang seharusnya dilindungi,” ujar Amri.

Turut hadir dalam aksi, akademisi Universitas Mataram Ahmad Junaidi. Ia menyebut proyek ini berpotensi memperparah degradasi ekosistem Rinjani yang sudah terjadi.

Ia menegaskan bahwa pemerintah harus berhati-hati dalam menyetujui investasi. Terutama di kawasan hutan yang memiliki nilai ekologis sangat tinggi.

“Jika kita terus mengeksploitasi Rinjani dengan cara yang salah, kita hanya akan menambah kerusakan ekologis yang tak terbalikkan,” tegas Junaidi.

Aksi ini diwarnai dengan teatrikal lingkungan yang menggambarkan kerusakan alam akibat eksploitasi pariwisata sebagai simbol perlawanan terhadap upaya komersialisasi yang makin mengancam kelestarian Gunung Rinjani.

Gambar ilustrasi

Kepala Balai TNGR, Yarman, buka suara terkait rencana pengoperasian seaplane dan glamping di kawasan Gunung Rinjani oleh PT SPI. Rencana tersebut sebelumnya mendapat penolakan dari sejumlah pelaku wisata di Lombok Timur, NTB.

Menurut Yarman, pengoperasian seaplane dan glamping di kawasan TNGR memungkinkan dilakukan karena ada area yang bisa dimanfaatkan sebagai lokasi bisnis. “Ada area yang digunakan untuk bisnis, tetapi kalau luasnya masih belum saya tahu nanti saya cek datanya dahulu ya,” ujarnya, Kamis (19/6/2025).

Yarman menjelaskan pengajuan izin untuk pemanfaatan area bisnis tersebut sudah berlangsung sejak 2020. Namun, saat ini masih dalam tahap kajian dan uji publik sebelum izin tersebut diterbitkan.

“Tahapannya harus melalui kajian dan uji publik terkait dampak lingkungan, dampak ekonomi, serta para tokoh adat setempat,” terang Yarman.

Yarman mengklaim penerbangan seaplane di kawasan Rinjani dirancang menggunakan tenaga listrik dan kedap suara. Sehingga, pengoperasian pesawat amfibi itu tidak akan mengganggu satwa dan ekosistem di Rinjani.

Terkait dengan penolakan dari sejumlah pelaku wisata di lingkar Rinjani, Yarman menilai hal tersebut sebagai hal biasa. Ia mengeklaim aspirasi warga itu akan tetap dipertimbangkan.

“Penolakan dari teman-teman pelaku jasa wisata juga tidak apa-apa, itu bisa saja nanti jadi pertimbangan. Jadi, siapapun boleh menyampaikan pendapat,” pungkasnya.

Respons Balai TNGR

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *