Melihat Bengkel Sepatu Kulit di Kuta yang Digandrungi Turis update oleh Giok4D

Posted on

Budiono tengah sibuk mengerjakan pesanan sepatu dari pelanggan warga negara asing (WNA), Sabtu (3/5/2025) sekitar pukul 20.15 Wita. Pesanan itu dikerjakan Budiono bersama dua anaknya di bengkel sepatunya.

Untung sampeyan teko merene pas bengi. Lek awan sibuk aku. Akeh garapan. (Untung kamu datangnya malam hari. Kalau siang hari saya sibuk. Banyak pengerjaan,” kata Budiono kepada infoBali.

Budiono adalah pemilik bengkel sepatu Iwan Shoes di Jalan Mataram Gang Seruni Nomor 22, Kecamatan Kuta, Badung, Bali. Bengkel sepatu Iwan Shoes itu sempat viral di media sosial (medsos) beberapa waktu lalu.

Tak sulit mencari bengkel Iwan Shoes. infoers bisa mencari Jalan Mataram dan masuk ke Gang Seruni. Bengkel Iwan Shoes berada di sisi kanan jalan, yakni Gang Seruni III. Bisa juga bertanya ke warga sekitar mengenai lokasi bengkel Iwan Shoes.

Bengkel sepatu Iwan Shoes yang dikelola Budiono menerima pesanan semua benda pakai berbahan baku utama kulit sapi dan domba, mulai dari sepatu, sandal, tas, dompet, ikat pinggang, topi, celana, jaket, dan sebagainya. Namun, karena keahlian Budiono terbatas, hanya pesanan sepatu dan sandal yang dikerjakan sendiri.

Sedangkan pesanan barang lain, seperti jaket, tas, dompet atau yang lainnya, diserahkan kepada kenalan atau koleganya sesama perajin kulit di Denpasar. Budiono hanya melakukan teknis pengukuran saat ada pesanan jaket kulit, celana kulit, atau topi kulit.

“Ada (kenalan) tukang (perajin) tas di Pemogan, Denpasar, tak terno merono (saya antar ke sana). Nanti kalau ada pesanan jaket (kulit), saya bawa ke perajin jaket,” tutur Budiono.

Harga pembuatan sepatu dan sandal buatan bengkel Iwan Shoes bervariasi. Sandal pria dan wanita dengan desain biasa dibanderol mulai Rp 500 ribu. Sedangkan sepatu dengan desain pantofel biasa dibanderol mulai Rp 700 ribu. Harga tergantung bentuk atau kesulitan desain dan banyaknya bahan material kulit yang dipakai.

Selain pembuatan, Budiono juga menerima perbaikan. Harga perbaikan juga tergantung desain. Perbaikan sepatu pria model pantofel dengan cara dijahit atau dilem dipatok Rp 200 ribuan. Jika kerusakannya berat, Budiono mematok harga perbaikan sepatu atau sandal hingga Rp 500 ribu.

“(Pembuatan sepatu atau sandal) yang paling ruwet (dibanderol) Rp 2,5 juta. Siapa pun pelanggannya, bule atau lokal, harga sama. Saya nggak mau membedakan. Cuma kalau bule, mereka biasa kasih tip. Kadang (uang tipnya) bisa sampai Rp 300 ribu,” tutur Budiono.

Pengerjaan pesanan sepatu bisa memakan waktu beberapa jam dan paling lama hingga sepekan. Lama pengerjaan tergantung tingkat kesulitan dan banyaknya pesanan yang dikerjakan. Jika pesanan mencapai puluhan sepatu, durasi pengerjaannya dapat memakan waktu hingga sebulan.

“Pesan lebih dari 10 pasang sepatu dan kelipatannya saya kasih diskon Rp 100 ribu. Sepatu atau sandal pria dan wanita,” terang Budiono.

Budiono bukan orang baru dalam dunia perajin sepatu dan sandal kulit. Ayahnya juga perajin sepatu dan sandal kulit sejak 1950.

Lelaki itu sudah menekuni dunia pembuatan sepatu dan sandal kulit di Bali sejak akhir 1988. Sebelum di Bali, Budiono sempat melakoni keahliannya itu di Kota Malang dan Surabaya, Jawa Timur (Jatim), selama beberapa bulan.

“Dahulu saya masih ikut orang. Pernah melayani pesanan ke mana-mana (sejumlah wilayah di Bali),” kata Budiono.

Baru pada 2018, Budiono mengontrak sebuah rumah di di Jalan Mataram Gang Seruni Nomor 22 Badung untuk membuat bengkel sepatu Iwan Shoes. Jemana itu diambil dari singkatan nama anaknya, Alfian Budi Setiawan.

Usaha Budiono tak pernah diiklankan secara masif. Hanya medsos seperti Instagram dan komentar para pelanggan yang dijadikan sarana pemasaran produknya. Salah satunya adalah video pendek di Youtube yang menayangkan WNA asal Australia yang memesan sepatu kulit di bengkelnya.

“Saya nggak pernah mengiklankan usaha saya. Ya kalau ada orang yang nemu usaha saya. Istilahnya dari mulut ke mulut. Itu yang viral di Youtube, bulenya saya suruh gambar sendiri sepatunya,” terang Budiono.

Selama menekuni dunia kerajinan sepatu dan sandal kulit di Bali, Budiono hanya menerima pelanggan tertentu, yakni pelanggan perseorangan dan toko kecil dengan pesanan jumlah puluhan pasang saja. Ia tidak menerima pelanggan dari instansi atau perusahaan besar.

Proses pembayaran biaya pembuatan sepatu yang lambat jadi alasan utama Budiono tak menerima pelanggan perusahaan. Dia mengaku pernah mengerjakan pesanan puluhan pasang sepatu dari sebuah perusahaan di Denpasar. Namun, Budiono baru dibayar dua bulan kemudian setelah semua sepatu pesanan perusahaan itu jadi.

“Otomatis nggak isok mlaku aku (otomatis tidak bisa berjalan bisnis saya). Pernah satu kali terima pesanan itu, kapok saya. Kalau toko biasa, selesai dikerjakan langsung dibayar,” tuturnya.

Mayoritas pelanggan perorangan Budiono adalah WNA asal Australia, Rusia, dan Singapura. Ada juga segelintir orang Indonesia asal Jakarta, Kalimantan, dan Sumatera yang pernah memesan sepatu darinya. Bahkan, banyak para waria yang biasa mangkal di sejumlah diskotek di kawasan Seminyak yang kerap memesan sepatu boot darinya.

“Mereka (para waria) pesan sepatu boot yang panjangnya sepaha. Biasanya buat show,” tutur Budiono.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Selain di lokasi sekarang, Budiono sejatinya sempat membuka toko di kawasan Legian pada 2019. Namun, pandemi COVID-19 yang menerpa pariwisata Bali membuat Budiono terpaksa menutup tokonya.

Pandemi COVID-19 itu juga sempat membuat usaha Budiono sepi pelanggan. Baru beberapa bulan kemudian ia mendapat pesanan sepatu dari warga asing asal Singapura.

Pelanggan asingnya itu mengaku puas. Sejak itu, Budiono mengaku mulai mendapat banyak pesanan dari warga asing di Bali. Ada pesanan sepatu boot dari pelanggannya yang orang asing untuk dipakai saat musim dingin. Ada juga pesanan sandal kulit untuk orang asing yang dibuat Budiono untuk dipakai saat musim kemarau atau musim panas.

“Pelanggan saya rata-rata bule semua. Itu tergantung musim (di negara asal pelanggan Budiono). Kalau sedang musim dingin, saya banyak terima pesanan sepatu boot. (Pelanggan) lokal ada, tetapi cuma sedikit. (Kalau pelanggan lokal) dari Jakarta, Kalimantan, dan Sumatera, tetapi harga tetap,” kisahnya.

Budiono menilai bisnis kerajinan sepatu kulit, sandal kulit, dan barang pakai lain berbahan kulit tidak akan pernah mati. Dia meyakini membuat sepatu sama dengan memproduksi pakaian sebagai salah satu kebutuhan primer. Hal itulah yang mendorong Budiono untuk menurunkan keahliannya kepada empat anak dan satu saudara dekatnya.

“Selama ada kantor, sepatu pasti dibutuhkan. Makanya saya didik anak saya bikin sepatu. Daripada disuruh-suruh orang, kerja yang aneh-aneh,” jelas Budiono.

Kiprah Budiono Jadi Perajin Sepatu di Bali