Melepas ‘Dahaga’ di Pameran Seni Rupa Galgah baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Sebuah kios kecil bernama Art of Whatever di Jalan Wage Rudolf (WR) Supratman, Desa Kesiman Petilan, Denpasar, disulap menjadi tempat pameran seni rupa bertajuk ‘Galgah’. Tak sekadar memarkan, presentasi karya dan diskusi juga digelar di tempat itu.

Slinat, seniman sekaligus pemilik kios Art of Whatever, mengungkapkan pameran Galgah menjadi ruang kolektif untuk menuntaskan dahaga seni setelah sekian lama tak digelar. Slinat turut memamerkan karyanya dalam pameran itu.

“Waktu itu kami bersama teman komunitas lainnya sedang berkumpul dan kemudian munculah ide untuk membuat sebuah pameran agar kegiatan berkesenian ini hidup,” ungkap Slinat kala ditemui infoBali di lokasi, Minggu (28/12/2025).

Pemeran yang diisi belasan artist ini berlangsung sejak 13 Desember 2025 hingga 10 Januari 2026. Pameran Galgah memberikan ruang kebebasan kepada para seniman tanpa membatasi tema. Pengunjung dapat menemui berbagai karya dengan teknik dan medium yang berbeda.

Bagi Slinat, Pameran Galgah bukan hanya tempat karya seni digantung. Seniman dengan pengalaman belasan tahun itu melihat pameran ini sebagai ruang kolektif yang dialogis. Menurutnya, karya seni rupa ini tidak hanya berakhir dibeli, tetapi juga bentuk interaksi para pekerja seni.

Selain Slinat, ada pula karya seniman lain seperti milik Artbhorrent. Artbhorrent merefleksikan sesuatu yang selama ini dilihat dan dirasakannya kemudian dituangkan dalam sebuah karya bersifat eksperimental dan menggunakan medium papan seluncur.

Tergambang seorang perempuan dengan mahkota di karya Artbhorrent. Namun, perempuan itu digerogoti makhluk serupa tikus. Baginya gambar tersebut bermakna tentang kebanggaan yang selama ini dimiliki, tetapi secara perlahan mulai rusak oleh sekelilingnya.

“Saya akan terus berkarya dan juga karya saya adalah karya reflektif bukan kritik,” ujar Artbhorrent

Lain pula dengan karya Arde Wiyasa. Seniman berkepala plontos ini menggunakan media plastik dengan menampilkan wajah seorang petani dengan sebuah merek beras dan tepung beras olahan.

Arde menamai karyanya ‘Olah Oh-Lahan’. Karya ini menerangkan bahwa terdapat kesenjangan kelas antara petani dengan pemodal. Ia melihat kehidupan petani biasa saja dan justru lebih berkekurangan dibanding pemilik modal usaha yang mengambil bahan dari hasil tanam.

Karya yang terasa cukup tajam mengkritik keadaan negeri ini ditampilkan oleh WAP atau Wahyu. Seniman Bali ini memvisualkan kehidupan melalui lukisan ‘Batang Kehidupan’ dan lukisan ‘Respon Alam’.

WAP, melalui karyanya, mengajak pengunjung untuk menyadari bahwa kehidupan dapat berasal dari sebuah batang pohon, yang kadang kala dirusak oleh mereka yang disebut oknum. Kemudian, dampak dari kerusakan tersebut dituangkan di lukisan Respons Alam yang menggambarkan banjir bandang dengan gelondongan kayu di dalamnya. Sebuah karya empati tentang penderitaan saudara sebangsa di Sumatera.

Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.