Mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus Flores Timur melakukan aksi demonstrasi menolak pemusnahan arak oleh polisi, Selasa (10/6/2025). Aksi mahasiswa yang dimulai sekitar pukul 10.18 Wita itu berawal dari penyitaan 20 liter arak khas asal Flores Timur oeh Polres Flores Timur dalam Operasi Penyakit Masyarakat (Pekat) baru-baru ini.
Mahasiswa Cipayung Plus itu berasal dari tiga organisasi besar. Yakni, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), dan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND). Mereka mendatangi Mapolres Flores Timur, kemudian ke kantor DPRD Flores Timur, dan kantor Bupati Flores Timur. Mahasiswa menyatakan sejumlah tuntutan dan seruan penolakan terhadap pemusnahan arak.
Pantauan infoBali, massa aksi menggunakan atribut organisasi, topi, dan bendera. Mereka datang membawa sejumlah spanduk bertuliskan “Menolak keras pemusnahan arak di tanah Lamaholot, Kapolres Main Sita, DPRD main diam, Hukum Tanpa Nurani, Kapolres Flores Timur gagal menjalankan tugasnya, Aku rela make up luntur daripada hukum yang luntur. Selain itu, ada sebuah mobil yang memuat sound system dan peralatan lainnya.
Salah satu massa aksi, Kristianus Kenato, mengatakan Polres Flores Timur seharusnya mempertimbangkan Perda Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, serta menjalin kerja sama lintas instansi sebelum penyitaan arak.
“Kita boleh mempertimbangkan perda yang berlaku di Kabupaten Flores Timur dan bisa menjalin kerja sama dengan baik. Kehidupan budaya Lamaholot dari budaya Lamaholot, dari arak, oleh arak, dan untuk arak sangat urgen. Kita juga perlu menjaga kerja lintas instansi untuk menjaga kerja izin untuk usaha ini,” pekik Kristianus Kenato dalam orasinya.
“Bapak kapolres dan para aparat kepolisian mesti mengetahui bahwa tempat penyulingan adalah ruang privat karena berdasarkan proses adat yang berkepanjangan,” sambung dia.
Sementara, mahasiswa lainnya, David Goa Lein, menuding polisi tidak paham regulasi. “Ini karena aparat kepolisian tidak paham tentang regulasi. Ada darah dan air mata yang dipertaruhkan di sana. Ini hal-hal konyol yang dilakukan Polres Flores Timur,” cecar David.
Menanggapi orasi mahasiswa, Kapolres Flores Timur AKBP Adhitya Octorio Putra menegaskan polisi justru berupaya mengawal perda tersebut agar berjalan maksimal.
“Kami mau mengawal perda ini juga. Operasi Pekat koordinasi hasil output arak ini akan kami dorong ke pemda. Sudah jelas kesulitan masyarakat sudah kami dalami. Izin bagaimana? Peredaran itu bisa terbatas atau bagaimana,” kata Adhitya di hadapan massa aksi.
Menurut Adhitya, dari 83 kasus yang masuk di Polres Flores Timur, hampir setengahnya atau 40 kasus diawali oleh minuman keras (miras). “Jangan sampai penyulingan ini jadi sebab masalah tindak pidana,” imbuhnya.
Sebelumnya, polisi menggerebek lokasi penyulingan arak di Desa Ilepadung, Kecamatan Lewolema, Flores Timur. Di sana, polisi mengamankan empat jeriken arak dengan total volume sekitar 20 liter.
Salah satu warga yang araknya disita adalah Thomas. Dia mengaku dari usaha penyulingan arak mendapatkan uang sekitar Rp 2 juta per bulan. Menurutnya, jumlah itu cukup untuk membiayai hidup dan menyekolahkan anak.
“Arak ini juga diperlukan untuk proses ritual adat istiadat, kerja kebun, dan pernikahan adat,” ujarnya kepada infoBali, Kamis (5/6/2025).
Sebelumnya, polisi melaporkan ada 48 kasus kecelakaan lalu lintas (lakalantas) di Flores Timur pada 2024 hingga Juni 2025. Dari 48 kasus itu, ada 12 kasus kecelakaan yang dipicu karena pengendara mabuk.
“Tahun 2024 yang terlibat lalulintas karena pengaruh alkohol sebanyak 8 kasus, dan tahun 2025 sebanyak 4 orang,” kata Kasatlantas Polres Flores Timur Iptu Agus Heriawan, Kamis.
Kasus ini belum ditambah dengan kasus kekerasan rumah tangga (KDRT) yang dipicu oleh miras.