Sebanyak 36 siswa Sekolah Menengah Atas Swasta (SMAS) Kadu Rengi, Reda Meter, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), berhasil menuntaskan pendidikan mereka di tengah berbagai keterbatasan fasilitas. Sekolah yang berdiri tiga tahun lalu ini mampu meluluskan seluruh siswanya meski dalam kondisi yang memprihatinkan.
Kepala SMAS Kadu Rengi, Lukas Lemba Loghe, menjelaskan tantangan berat yang dihadapi para siswa terutama saat musim hujan tiba.
“Kalau hujan air masuk. Kursi langsung lantainya tanah. Kalau hujan bocor kita sedikit berhenti kita tunggu nyaman karena becek,” jelasnya, dilansir dari infoNews.
Tak hanya atap bocor, sarana belajar pun masih sangat terbatas. Meja dan kursi dari bambu digunakan oleh 3-4 siswa secara bersamaan. Papan tulis masih berupa papan kecil, dan dinding antar ruang kelas hanya disekat menggunakan bambu.
Permasalahan tak berhenti di infrastruktur. Buku-buku pelajaran yang digunakan pun masih berdasarkan kurikulum lama. Saat ini, sekolah ini memiliki 15 guru, semuanya masih berstatus honorer.
Sekolah ini didirikan secara swadaya oleh masyarakat setempat di atas lahan hibah, mengingat sekolah menengah terdekat berada sejauh 10 kilometer dari desa mereka.
Para siswa harus menempuh perjalanan panjang untuk bisa belajar. Beberapa harus berjalan kaki sejauh 4 kilometer setiap hari. Banyak di antara mereka yang datang ke sekolah tanpa sepatu, hanya memakai sandal sambil menenteng buku.
“Anak-anak jalan kaki ada yang 4 kilo ada yang 2 kilo ada, pagi-pagi langsung ke sekolah. Kadang tidak ada sepatu, kadang pakai sendal, dan menenteng buku,” sambung Lukas.
Di tengah segala keterbatasan tersebut, sekolah ini berhasil mencetak prestasi membanggakan. Seluruh siswa kelas XII dinyatakan lulus, meski untuk mengikuti ujian akhir pun mereka harus menumpang di sekolah lain yang fasilitasnya lebih memadai.
“Harapannya semoga bantuan dari donatur supaya sekolah bisa maju mutu dan kenyamanan dalam menuntut ilmu anak-anak,” tegasnya.
Lukas dan para guru tidak tinggal diam. Mereka telah berulang kali mengajukan bantuan kepada pihak terkait, namun hingga kini belum ada tindak lanjut yang nyata.
Melalui platform , publik diajak untuk turut mewujudkan impian para siswa pedalaman ini agar dapat belajar di sekolah yang lebih layak.