Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tengah mendalami permohonan pengajuan Misri Puspita Sari sebagai justice collaborator (JC). Misri merupakan salah satu tersangka kasus tewasnya anggota Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), Brigadir Muhammad Nurhadi.
“Masih kami dalami. Permohonan (Misri jadi JC) sedang kami tindak lanjuti,” kata Ketua LPSK, Achmadi, di sela sosialisasi perpanjangan batas waktu pengajuan kompensasi korban terorisme di Denpasar, Bali, Kamis (17/7/2025).
Achmadi menjelaskan, terdapat sejumlah kriteria yang harus dipenuhi oleh saksi atau saksi pelaku agar bisa ditetapkan sebagai JC. Jika Misri dinilai memenuhi persyaratan dan regulasi yang berlaku, LPSK akan memberikan perlindungan.
“Kalau tidak, ya tentu tidak (tidak jadi JC),” ucap Achmadi.
Ia menambahkan, proses penilaian terhadap permohonan JC dilakukan dengan mempertimbangkan kasus yang menjerat pemohon. Penetapan JC juga harus sesuai dengan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
“Potensi diterima jadi JC, kami tidak bisa langsung memberikan (penilaian) awal. Kami perlu mendalami,” imbuhnya.
Sebelumnya, pengajuan agar Misri menjadi JC dilakukan oleh kuasa hukumnya, Yan Mangandar. Permohonan tersebut juga telah diteruskan ke Komnas Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Polda NTB, dan Kejaksaan Tinggi NTB.
Dalam pengajuan itu, Misri mengakui dirinya berada di tempat kejadian perkara (TKP) saat Brigadir Nurhadi diduga dianiaya hingga tewas di kolam Villa Tekek, Gili Trawangan, Lombok Utara, pada Rabu malam (16/4/2025).
Namun, Misri membantah ikut melakukan penganiayaan terhadap anggota Bidpropam Polda NTB tersebut. Dalam permohonan yang diajukan, ia menyatakan tidak terlibat langsung dalam aksi kekerasan yang menyebabkan tewasnya Brigadir Nurhadi.