Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram Joko Jumadi menolak pasangan suami istri (pasutri) berinisial SMY (14) dan SR (17) dijadikan duta antipernikahan dini. Pernikahan anak di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), itu sebelumnya viral di media sosial.
Joko mengungkapkan usulan menjadikan SMY dan SR sebagai duta antipernikahan dini terlalu mengada-ada. Ia menegaskan, pasangan siswa sekolah menengah pertama (SMP) dan siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) itu adalah korban praktik pernikahan anak.
“Nggak mungkin korban jadi duta. Tidak masuk akal usulannya itu,” tegas Joko saat ditemui di kantor Gubernur NTB, Senin (16/6/2025).
Menurut Joko, duta antipernikahan anak seharusnya disematkan kepada orang yang secara tegas menolak perkawinan anak. “Kalaupun ada orang melakukan perkawinan anak, kemudian gagal dan bermasalah, dia bisa memberikan contoh ke teman-temannya tentang apa yang semestinya dilakukan,” imbuhnya.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
Joko menuturkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB sedang merumuskan Forum Kolaborasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (FKP2KS) terhadap Perempuan. Ia berharap kasus pernikahan anak di daerah itu bisa ditekan.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB Surya Bahari mengatakan usulan agar SMY dan SR dijadikan duta antipernikahan anak masih dipertimbangkan. Menurutnya, persoalan itu turut dibahas bersama Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal. Ia menegaskan kedua anak itu hingga kini masih mendapat pendampingan.
“Semua tetap dipertimbangkan. Jangan sampai kami ambil keputusan tanpa melihat dampaknya seperti apa,” ujar Surya.