Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), menyayangkan pelibatan anak-anak dalam demonstrasi. Salah satunya, demonstrasi Forum Masyarakat Sasak Pesisir (Formassi) di depan kantor Wali Kota Mataram, Rabu siang (14/5/2025).
“Seyogyanya anak-anak tidak dilibatkan (dalam demonstrasi). Ini kan sudah masuk eksploitasi anak. Anak seharusnya sekolah, kenapa malah diajak (demonstrasi),” kata Ketua LPA Mataram, Joko Jumadi, saat dihubungi infoBali, Rabu (14/5/2025).
Joko menilai orang tua mereka tidak tahu anaknya dilibatkan dalam demonstrasi. Para pendamping, jelas Joko, harus diminta keterangan guna mengetahui alasan pelibatan anak-anak dalam demonstrasi.
Terlebih, menurut Joko, demonstrasi yang dilakukan salah satu forum di depan kantor Wali Kota Mataram itu terbilang cukup anarkitis. Terlihat juga ada aksi adu jotos dalam demonstrasi itu.
“Mereka (warga Pondok Prasi, Ampenan), malah didampingi oleh anak-anak yang bermasalah (mahasiswa anarkitis) di Rumah Singgah (RSUD Provinsi NTB beberapa waktu lalu). Setelah itu, kok saya melihat anarkitis (hingga ke sini),” jelas Joko
Beberapa warga Mataram yang melintas di seputaran kantor Wali Kota Mataram juga geram dengan demonstrasi tersebut. Terlebih lagi, anak-anak di bawah umur dijadikan objek untuk membawa spanduk hingga membawa papan berisikan tulisan.
“Kaget banget, biasanya kalau demo itu orang-orang dewasa. Lah ini kebanyakan bocah. Kalau dilihat-lihat ada kali 20-an bocil yang pegang spanduk sama papan tulisan demo,” kata Handayani, salah satu warga Mataram saat melintas di Jalan Pejanggik kepada infoBali.
Senada dengan Handayani, Abdul, warga Mataram, turut menyesalkan aksi demonstrasi yang dilakukan warga pesisir Pondok Prasi, Ampenan, karena melibatkan anak-anak di bawah umur.
“Kasian banget lo, anak-anak itu jadi garda paling depan waktu demo sambil bawa spanduk, terus ikut-ikutan teriak kata-kata yang tidak pantas untuk di umurnya. Kalau kayak gini, harus di bubarkan sih, soalnya demo di jalan, takutnya anak-anak kecil itu kena senggol kendaraan, kan susah itu,” ungkap Handayani.
Diberitakan sebelumnya, puluhan warga dari Formassi menggeruduk kantor Wali Kota Mataram. Warga asal Pondok Prasi, Ampenan, Mataram, NTB, itu menolak menempati rumah susun sewa sederhana (Rusunawa) Bintaro.
Salah satu warga, Silviani, mengungkapkan warga enggan direlokasi ke Rusunawa tersebut. Menurutnya, warga juga tidak rela melepaskan rumah yang telah mereka tempati selama puluhan tahun.
“Semoga tempat yang kami tempati ini bisa dibebaskan, tidak lagi mendapatkan ancaman-ancaman. Anak bisa bersekolah dan kami bisa ibadah dengan tenang,” kata Silviani, salah satu warga Pondok Prasi, Ampenan, saat ditemui pada Rabu (14/5/2025) siang.
Silviani menuturkan puluhan kepala keluarga (KK) yang ada di Pondok Prasi, Ampenan, kerap mendapatkan ancaman. “Ancamannya seperti surat kepolisian, lurah, wali kota, isinya minta kami tinggalkan tanah itu,” jelasnya.