Selain layangan tradisional seperti Bebean, Janggan, dan Pecukan, Bali juga memiliki satu jenis layangan unik yang hanya ditemukan di Kabupaten Tabanan. Namanya Layangan Surfing.
Layangan ini menjadi ciri khas dari Kecamatan Kerambitan dan Selemadeg, Tabanan. Sesuai namanya, bentuk layangan menyerupai papan surfing. Sekilas mirip Pecukan, namun memiliki perbedaan mencolok dari sisi bentuk hingga manuver di udara.
Keunikan layang-layang ini tidak hanya dari bentuknya, tetapi juga proses pembuatannya yang rumit dan panjang. Salah satu penggiat Layangan Surfing, I Dewa Nyoman Wedananda Gita Devayana, yang juga anggota Komunitas Sakura (Samsam Kerambitan Utara), mengatakan butuh waktu hingga setahun untuk menghasilkan satu layangan berkualitas.
Proses dimulai dari pemilihan bambu yang baik. Bambu yang digunakan biasanya adalah Bambu Petung atau Bambu Santong yang memiliki serat tebal dan kuat. Pemilihan bambu pun mengikuti perhitungan hari baik atau duwasa dalam kalender Hindu, seperti Sasih Kaulu atau menjelang Hari Raya Nyepi.
“Saat itu angin sedang kencang. Sehingga daun-daun bambu banyak berguguran. Bambu yang daunnya banyak rontok itulah yang bagus dipakai untuk layangan,” jelas Dewa Nanda, Sabtu (3/5/2025).
Setelah bambu dipilih, proses selanjutnya adalah pengeringan yang berlangsung minimal enam bulan hingga satu tahun. Setelah kering, bambu diraut dengan presisi agar tidak berat sebelah saat diterbangkan.
Layangan yang sudah jadi lalu disampul menggunakan plastik khusus. Pemilihan plastik tak bisa sembarangan karena memengaruhi akselerasi saat mengudara.
Keunikan lainnya ada pada sistem perlombaan. Tidak ada juri yang menilai. Penentuan pemenang sepenuhnya diserahkan kepada alam, tepatnya arah dan kekuatan angin.
Dalam lomba, benang layangan dibentangkan sejauh minimal 100 meter dan dipatok pada satu titik. Peserta kemudian menerbangkan layangan secara serentak. Lomba berlangsung dalam tiga sesi masing-masing berdurasi satu menit: penerbangan, mengudara, dan penilaian.
“Pemenangnya yakni layangan yang tetap stabil berada paling atas atau paling depan ketika waktu sudah selesai. Jadi tidak ada penilaian subyektif dari juri karena juara ditentukan oleh kualitas layangan itu sendiri,” terang pria 27 tahun ini.
Ukuran standar layangan ini adalah panjang 2 meter dan lebar 50-60 cm. Lomba biasanya digelar harian pada musim angin dari arah barat daya, yakni sekitar bulan Juli.
Dia menambahkan, saat ini komunitas Layangan Surfing tengah berupaya agar permainan tradisional ini bisa memiliki wadah resmi di bawah Pelangi Bali maupun Pelangi Tabanan.