Lahan Non-Komersial di Badung Bebas PBB, Ini Syaratnya

Posted on

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Badung, Ni Putu Sukarini, menjelaskan terkait penentuan nilai ketetapan pajak bumi dan bangunan (PBB). Ia menyebut pemerintah daerah telah menyesuaikan nilai jual objek pajak (NJOP) tahun 2024, khususnya di tiga kecamatan yakni Kuta Utara, Kuta, dan Kuta Selatan.

Menurut Sukarini, penyesuaian itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Regulasi tersebut mengatur bahwa NJOP harus disesuaikan maksimal tiga tahun sekali, dengan penentuan nilai jual kena pajak (NJKP) minimal 20-100 persen.

“Sesuai Pasal 40, ayat 5 dan 6. Untuk di Badung, terutama di tiga kecamatan seperti Kuta, Kuta Utara, dan Kuta Selatan penyesuaian NJOP dilakukan terakhir kali pada tahun 2020,” ujar Sukarini dalam keterangannya, Senin (18/8/2025).

Penyesuaian NJOP dilakukan melalui penilaian zona nilai tanah. Hasil penilaian itu telah disampaikan ke aparat desa dan kepala lingkungan untuk diteruskan ke warga di wilayah masing-masing.

“Sementara penentuan nilai ketetapan PBB adalah NJKP (nilai jual kena pajak) 20-100 persen dari NJOP setelah dikurangi nilai tidak kena pajak,” jelas Sukarini.

Sukarini menambahkan, sejak 2017 Pemkab Badung telah menggratiskan PBB P2 untuk rumah tinggal, lahan pertanian, lahan hijau, serta lahan lain yang tidak dikomersialkan. Kebijakan itu diterapkan pada masa Bupati I Nyoman Giri Prasta.

“Dengan catatan, bagi masyarakat Badung yang punya lahan sesuai ketentuan tadi, namun keluar ketetapan SPPT (surat pemberitahuan pajak terutang), bisa mengajukan permohonan ke Bapenda untuk dinolkan, atau pengurangan 100 persen,” tegasnya.

Ia menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tidak diatur ketentuan perhitungan ketetapan PBB menggunakan NJOP paling rendah 20 persen dan paling tinggi 100 persen. Sementara dalam UU HKPD, NJKP dapat ditetapkan 20-100 persen dari NJOP, sekaligus memberi kewenangan kepada bupati untuk memberikan pengurangan pokok PBB secara jabatan.

Sukarini menyampaikan, hingga kini ada lebih dari 125 ribu objek pajak dari total 240 ribu Nomor Objek Pajak (NOP) yang sudah dinolkan melalui pemberian pengurangan 5-50 persen sesuai persentase peningkatan ketetapan.

Namun, masih terdapat sekitar 67 ribu NOP yang mengalami peningkatan nilai bervariasi. Mayoritas merupakan lahan komersial yang sebelumnya mendapat stimulus hingga 100 persen alias dinolkan.

“Sebelumnya adalah izin rumah tinggal, lalu berkembang atau beralih fungsi menjadi usaha akomodasi yang disewakan, restoran, tempat hiburan. Sehingga keluar ketetapan pajak, termasuk penambahan luas tanah kemudian perubahan kelas tanah juga memengaruhi,” pungkas Sukarini.

Mekanisme Penyesuaian NJOP

Lahan Non-Komersial Dibebaskan

Sukarini menambahkan, sejak 2017 Pemkab Badung telah menggratiskan PBB P2 untuk rumah tinggal, lahan pertanian, lahan hijau, serta lahan lain yang tidak dikomersialkan. Kebijakan itu diterapkan pada masa Bupati I Nyoman Giri Prasta.

“Dengan catatan, bagi masyarakat Badung yang punya lahan sesuai ketentuan tadi, namun keluar ketetapan SPPT (surat pemberitahuan pajak terutang), bisa mengajukan permohonan ke Bapenda untuk dinolkan, atau pengurangan 100 persen,” tegasnya.

Ia menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tidak diatur ketentuan perhitungan ketetapan PBB menggunakan NJOP paling rendah 20 persen dan paling tinggi 100 persen. Sementara dalam UU HKPD, NJKP dapat ditetapkan 20-100 persen dari NJOP, sekaligus memberi kewenangan kepada bupati untuk memberikan pengurangan pokok PBB secara jabatan.

Sukarini menyampaikan, hingga kini ada lebih dari 125 ribu objek pajak dari total 240 ribu Nomor Objek Pajak (NOP) yang sudah dinolkan melalui pemberian pengurangan 5-50 persen sesuai persentase peningkatan ketetapan.

Namun, masih terdapat sekitar 67 ribu NOP yang mengalami peningkatan nilai bervariasi. Mayoritas merupakan lahan komersial yang sebelumnya mendapat stimulus hingga 100 persen alias dinolkan.

“Sebelumnya adalah izin rumah tinggal, lalu berkembang atau beralih fungsi menjadi usaha akomodasi yang disewakan, restoran, tempat hiburan. Sehingga keluar ketetapan pajak, termasuk penambahan luas tanah kemudian perubahan kelas tanah juga memengaruhi,” pungkas Sukarini.

Lahan Non-Komersial Dibebaskan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *