Kuasa hukum Misri Puspita Sari membantah tudingan bahwa kliennya adalah pelaku utama yang diduga mencekikBrigadir Muhammad Nurhadi hingga tewas di Villa Tekek, Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB). Peristiwa ini terjadi pada Rabu malam, 16 April 2025.
“Tidak ada alat bukti yang mengatakan Misri sebagai pelaku (dugaan pencekikan),” ujar kuasa hukum Misri, Yan Mangandar, Kamis (24/7/2025).
Misri merupakan salah satu dari tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian anggota Polda NTB tersebut. Dua tersangka lainnya adalah bekas atasan Nurhadi, Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Harus Chandra.
Yan menegaskan bahwa sejak awal, tudingan pelaku pencekikan memang diarahkan ke Misri. Namun, menurutnya, tudingan itu tidak logis.
“Cuma itukan nggak logis, tidak masuk akal. Misri mah nggak punya motif kalau terkait perbuatan itu,” ujarnya.
Hingga kini, Polda NTB belum dapat mengungkap secara pasti siapa pelaku penganiayaan yang menyebabkan Brigadir Nurhadi tewas, serta motif di balik kejadian tersebut. Hal ini, menurut Yan, membuat berkas perkara menjadi tidak sempurna.
“Berkas itu kan sangat aneh, ada peristiwa tapi nggak di tahu siapa pelaku dan apa motifnya, itu yang bermasalah,” katanya.
Ia menilai penanganan perkara ini sejak awal sudah keliru. “Perkara tersebut penuh dengan manipulatif dan relasi kekuasaan sangat jelas,” imbuhnya.
Menurut Yan, dari tiga orang yang berada di tempat kejadian perkara (TKP), Misri dianggap tidak memiliki motif untuk melakukan penganiayaan. Ia menyebut Harus Chandra kecil kemungkinan menjadi pelaku karena adanya relasi kekuasaan dengan Kompol Yogi.
“Kalau dilihat dari tiga orang (Yogi, Haris dan Misri) ada di TKP, Misri jelas tidak punya motif. Kemudian Haris Chandra tidak mungkin dia karena relasi kekuasaan dia sangat besar ya, enggak mungkin dia melakukan penganiayaan tanpa persetujuan Yogi. Jadi, di sini Yogi sangat kuatlah bahwa dia tahu terkait apa yang menjadi penyebab kematian korban. Tapi kalau Misri nggak mungkin lah,” tegas Yan.
Saat ini, Misri telah mengajukan diri sebagai justice collaborator ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Permohonan tersebut masih dalam proses penelaahan dan Misri sudah menjalani pemeriksaan di Polda NTB.
“Iya, tadi diperiksa oleh LPSK. Tadi, tujuan LPSK masih mendalami terkait permohonan JC sih,” kata Yan.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
Sebelumnya, Dirreskrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat menyatakan Brigadir Muhammad Nurhadi diduga menjadi korban penganiayaan hingga tewas di kolam Villa Tekek.
“Adanya dugaan penganiayaan yang mengakibatkan orang meninggal dunia. Di sana (Villa Tekek) telah terjadi (dugaan penganiayaan terhadap) salah seorang personel Polda NTB (yang) ditemukan meninggal dunia di dalam kolam,” ujar Syarif, Jumat (4/7/2025).
Hasil autopsi menunjukkan adanya luka di tubuh korban, termasuk patah tulang lidah yang 80 persen disebabkan oleh cekikan atau tekanan pada leher.
Namun hingga kini, penyidik belum berhasil memastikan siapa pelaku utama dari dugaan penganiayaan tersebut.
“Itu masih kami dalami,” tambahnya.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP dan/atau Pasal 359 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Diketahui, Brigadir Nurhadi meninggal dunia pada malam pesta bersama dua atasannya dan dua orang lady companion (LC) di Villa Tekek. Ia sempat diperiksa oleh tim medis, namun nyawanya tidak tertolong.
Kematian Nurhadi awalnya diterima keluarga sebagai musibah. Namun karena diduga janggal, Polda NTB memutuskan melakukan ekshumasi dan autopsi ulang terhadap jenazah pada Kamis, 1 Mei 2025.
Ia menilai penanganan perkara ini sejak awal sudah keliru. “Perkara tersebut penuh dengan manipulatif dan relasi kekuasaan sangat jelas,” imbuhnya.
Menurut Yan, dari tiga orang yang berada di tempat kejadian perkara (TKP), Misri dianggap tidak memiliki motif untuk melakukan penganiayaan. Ia menyebut Harus Chandra kecil kemungkinan menjadi pelaku karena adanya relasi kekuasaan dengan Kompol Yogi.
“Kalau dilihat dari tiga orang (Yogi, Haris dan Misri) ada di TKP, Misri jelas tidak punya motif. Kemudian Haris Chandra tidak mungkin dia karena relasi kekuasaan dia sangat besar ya, enggak mungkin dia melakukan penganiayaan tanpa persetujuan Yogi. Jadi, di sini Yogi sangat kuatlah bahwa dia tahu terkait apa yang menjadi penyebab kematian korban. Tapi kalau Misri nggak mungkin lah,” tegas Yan.
Saat ini, Misri telah mengajukan diri sebagai justice collaborator ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Permohonan tersebut masih dalam proses penelaahan dan Misri sudah menjalani pemeriksaan di Polda NTB.
“Iya, tadi diperiksa oleh LPSK. Tadi, tujuan LPSK masih mendalami terkait permohonan JC sih,” kata Yan.
Sebelumnya, Dirreskrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat menyatakan Brigadir Muhammad Nurhadi diduga menjadi korban penganiayaan hingga tewas di kolam Villa Tekek.
“Adanya dugaan penganiayaan yang mengakibatkan orang meninggal dunia. Di sana (Villa Tekek) telah terjadi (dugaan penganiayaan terhadap) salah seorang personel Polda NTB (yang) ditemukan meninggal dunia di dalam kolam,” ujar Syarif, Jumat (4/7/2025).
Hasil autopsi menunjukkan adanya luka di tubuh korban, termasuk patah tulang lidah yang 80 persen disebabkan oleh cekikan atau tekanan pada leher.
Namun hingga kini, penyidik belum berhasil memastikan siapa pelaku utama dari dugaan penganiayaan tersebut.
“Itu masih kami dalami,” tambahnya.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP dan/atau Pasal 359 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Diketahui, Brigadir Nurhadi meninggal dunia pada malam pesta bersama dua atasannya dan dua orang lady companion (LC) di Villa Tekek. Ia sempat diperiksa oleh tim medis, namun nyawanya tidak tertolong.
Kematian Nurhadi awalnya diterima keluarga sebagai musibah. Namun karena diduga janggal, Polda NTB memutuskan melakukan ekshumasi dan autopsi ulang terhadap jenazah pada Kamis, 1 Mei 2025.