KSOP Respons Keluhan Laka Lena soal Pengelolaan Kapal Wisata di Labuan Bajo

Posted on

Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Labuan Bajo merespons keluhan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Emanuel Melkiades Laka Lena. Keluhan tersebut terkait pengelolaan kapal wisata di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT.

Laka Lena menilai KSOP Labuan Bajo tidak melibatkan pemerintah daerah (pemda) dalam pengelolaan kapal wisata di sana. KSOP Labuan Bajo menilai lembaganya dan pemda mempunyai porsi masing-masing dalam menjalankan tugas.

“Semua ada porsinya tugas pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Demikian juga dengan hubungan antarinstansi vertikal serta horizontal. Semua saling terkait dan ada keterlibatan,” kata Kepala KSOP Labuan Bajo, Stephanus Risdiyanto, Minggu (2/11/2025).

Stephanus menegaskan KSOP Labuan Bajo selaku unit pelaksana teknis (UPT) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) selalu melibatkan pemda dalam setiap kegiatan terkait kepelabuhan, seperti penyusunan Rencana Induk Pelabuhan (RIP), penanganan kejadian kedaruratan hingga pelatihan warga lokal untuk dapat bekerja di sektor wisata.

Selain itu, KSOP juga mengklaim pemda telah dilibatkan dalam pelayanan Pas Kecil gratis untuk kapal, dukungan data bulanan dan ruangan terhadap penarikan pungutan jasa dan retribusi daerah, serta sosialisasi keselamatan pelayaran dan wisata.

Stephanus menegaskan masih banyak hal serta kegiatan lain yang selalu melibatkan pemda dan instansi lain. “Semua itu ada buktinya kok. Bisa dilihat di medsos dan Instagram resmi KSOP,” tegas Stephanus.

“Pemkab dan perwakilan Pemprov juga hadir dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan KSOP. Saya rasa masyarakat dapat dengan mudah mengakses berita-berita tentang kinerja KSOP Labuan Bajo dan kami tidak hanya bicara, tetapi bekerja dengan hati,” imbuh Stephanus.

Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gabungan Pengusaha Wisata Bahari dan Tirta Indonesia (Gahawisri) Labuan Bajo, Budi Widjaja, menilai KSOP sudah bekerja sesuai tupoksinya. Budi justru menilai adanya tumpang tindih kewenangan antara Pemprov NTT dengan Pemkab Manggarai Barat.

“Gahawisri melihat kinerja dari semua instansi vertikal seperti KSOP dan lainnya sudah sesuai tupoksinya masing-masing dan sejauh ini menunjukkan kinerja yang positif di mata pengusaha. Sementara peran pemkab sering kali tumpang tindih dengan wewenang provinsi dan masih dirasa sangat kurang kinerjanya,” kata Budi.

Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, jelas dia, objek vital seperti bandara dan pelabuhan diatur secara vertikal oleh Kemenhub karena objek tersebut berhubungan dengan kepentingan nasional. Pengelolaan transportasi yang bersifat nasional menjadi sulit jika dikelola pemda.

“Bisa dibayangkan apabila pengelolaan pelabuhan dan bandara diatur oleh daerah, maka akan menyulitkan sistem transportasi secara nasional. Di mana setiap daerah cenderung mengeluarkan aturan yang hanya untuk kepentingan daerahnya tanpa melihat dampak secara nasional,” jelas Budi.

Sebelumnya, Laka Lena menyoroti tumpang tindih kewenangan pengelolaan kapal wisata di Labuan Bajo. Ia menyebut pemerintah provinsi dan kabupaten kerap tidak dilibatkan dalam urusan izin maupun pengawasan aktivitas kapal wisata. Hal itu disampaikan Melki saat menanggapi perusakan terumbu karang oleh jangkar kapal wisata di perairan Pulau Sebayur Kecil, Sabtu (1/11/2025).

“Saya sudah dapat banyak cerita juga dari pak bupati misalnya KSOP ini, dia urus segala macam urusan menyangkut izin kapal dan segala macam di sini. Tetapi, kami sendiri, provinsi dan kabupatennya, tidak bisa mengetahui dan mengintervensi di situ. Sementara sampahnya, sementara kayak kasus kerusakan itu, kan orang pasti larinya kan ke kami, ke gubernur, ke bupati,” kata Melki.

Menurut Melki, pemerintah daerah justru menanggung dampak negatif dari aktivitas kapal wisata yang tidak mereka kelola. “Nanti kami coba atur cara dahulu ya, kami ini kan bagian yang mendapatkan pekerjaan sebagai pelengkap derita di sini karena kami tidak tahu apa-apa, jumlah kapal di sini berapa juga kami tidak bisa tentukan, rute dia ke mana-mana kami tidak tahu, retribusi dia masuk kepada kami tidak ada dari urusan kapal-kapal ini,” tegasnya.

Melki berharap ada perbaikan dalam tata kelola wisata maritim di Labuan Bajo agar daerah juga memperoleh manfaat yang adil. “Jadi saya bisa memahami pak bupati punya kegalauan ini pada saat kami dahulu di Jakarta, di depan menteri disampaikan model begini, daerah kan kasihan, urusan bagian sulitnya, tetapi yang bagian nikmatnya tidak ada. Nanti kami akan cari cara ya urusan itu,” jelas Melki.