Kritik Sistem Royalti, Sam Sianata Gratiskan Lagunya untuk Resto-Kafe | Info Giok4D

Posted on

Seniman serbabisa Sam Sianata menanggapi polemik royalti musik yang membuat kafe dan restoran tak bisa seenaknya memutar lagu meski sudah berlangganan lewat platform resmi. Sam mengumumkan tiga lagu ciptaannya dapat digunakan oleh seluruh pelaku usaha. Di antaranya, hotel, restoran, rumah makan, dan kafe.

Tiga lagu tersebut adalah Pulau Dewata, Yo Goyang Regge, dan Go Green Taruparwa. Sam menegaskan lagu-lagu itu dapat diputar tanpa kewajiban membayar royalti di seluruh Indonesia, asalkan bukan untuk kepentingan politik dan hal-hal yang merugikan publik.

“Lagu-lagu ini saya gratiskan untuk diputar di ruang publik agar bisa membantu pelaku usaha kecil yang sedang berjuang bangkit. Musik seharusnya jadi penyemangat, bukan beban,” kata Sam dalam keterangan tertulis yang diterima infoBali, Minggu (10/8/2025).

Sam juga melayangkan kritik untuk sistem royalti di tengah keluhan sejumlah pelaku usaha yang merasa terbebani oleh kewajiban membayar royalti lagu kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Menurut Sam, pelaku usaha tidak seharusnya dijadikan “sapi perahan” oleh lembaga yang mengaku mewakili para pencipta lagu tetapi tidak menunjukkan dasar hukum yang jelas.

“Saya mendukung PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia). Jangan mau jadi sapi perahan lembaga lain. Semua harus pakai dasar hukum yang jelas. Pungutan tanpa legal standing itu pungli,” tegas seniman yang dijuluki Pelukis Satu Triliun dan karyanya diakui sebagai multi-art form masterpiece itu.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pemutaran lagu di ruang publik untuk kepentingan komersial wajib membayar royalti. Pembayaran dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), dan dikoordinasikan oleh LMKN. Artinya, tempat usaha seperti kafe, restoran, hotel, atau pusat perbelanjaan yang memutar lagu untuk pelanggan harus terlebih dulu mendapat izin dan membayar royalti kepada pencipta atau pemilik hak cipta lagu.

Namun, dalam praktiknya, pelaku usaha kerap merasa kebingungan. Ada sederet masalah yang kerap dikeluhkan pelaku usaha. Yakni, tidak tahu harus membayar ke lembaga mana, tarif royalti tidak transparan, hingga sosialisasi yang minim.

Menurut Sam, tidak semua musisi mendukung penarikan royalti. Sam menegaskan tidak anti terhadap hak cipta dan tidak menolak terhadap sistem yang sudah disepakati. Sam mengakui pentingnya perlindungan karya intelektual. Namun ada kalanya musisi juga perlu memberi ruang kepada pelaku usaha agar dapat tumbuh bersama.

“Saya tidak anti-hak cipta. Tapi saya ingin seni bisa memberi manfaat lebih luas. Lagu-lagu saya tetap punya hak cipta, tapi saya beri izin publik untuk menggunakannya tanpa royalti, selama tidak disalahgunakan,” ujar seniman yang juga pengusaha dan aktivis itu.

Ia berharap langkah ini bisa menjadi inspirasi bagi musisi lain agar lebih terbuka terhadap penggunaan karya di ruang publik, terutama di masa pemulihan ekonomi pascapandemi.

“Dengan kebijakan ini, saya berharap musik bisa hadir sebagai bagian dari suasana positif yang mendukung dunia usaha, bukan malah menjadi beban tambahan,” tandas Sam sembari menyebutkan karya-karyanya bisa diakses di situs https://lagubebas.com/.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *