KPK Tuntut Dua Terdakwa Korupsi Shelter Tsunami NTB Penjara 6 dan 7,5 Tahun

Posted on

Dua terdakwa korupsi pembangunan gedung shelter tsunami di Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), dituntut pidana penjara 6 tahun dan 7,5 tahun. Kedua terdakwa tersebut, yakni Aprialely Nirmala dan Agus Herijanto.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I Aprialely Nirmala berupa pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda sebesar Rp 300 juta subsider kurungan pengganti selama 6 bulan,” ungkap Greafik Loserte mewakili jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan tuntutan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Jumat (16/5/2025).

Sementara itu, Agus Herijanto dituntut dengan pidana penjara selama 7,5 tahun dan pidana denda sebesar Rp 400 juta subsider pidana kurungan 6 bulan. Agus juga dituntut pidana tambahan untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 1,3 miliar.

Jika uang pengganti tersebut tidak dibayarkan dalam satu bulan setelah putusan, harta benda Agus akan disita dan dilelang. Namun, apabila yang bersangkutan tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, ia terancam tambahan kurungan selama dua tahun.

“Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif pertama,” imbuh Greafik.

Dakwan alternatif pertama yang dimaksud ialah Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Untuk diketahui, dugaan korupsi shelter tsunami NTB mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 18 miliar berdasarkan nilai total bangunan. Namun, dalam tuntutan, terdakwa yang dibebankan mengganti kerugian negara tersebut hanya Agus Herijanto, itupun sebesar Rp 1,3 miliar.

Dalam konteks pembuktian terhadap perkara tersebut, Greafik berujar, jaksa penuntut hanya bisa membuktikan kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan oleh terdakwa Agus Herijanto. Dugaan korupsi shelter tsunami NTB terjadi pada 2014 saat Aprialely Nirmala menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Agus Herijanto sebagai kepala pelaksana proyek dari PT Waskita Karya.

“Kerugian negara atas perbuatan para terdakwa adalah Rp 18 miliar. Tapi, uang pengganti hanya dibebankan kepada (terdakwa) Agus Herijanto karena dia memperoleh pendapatan bertambah Rp 1,3 miliar. Itulah yang kami mintakan sebagai pidana tambahan uang pengganti,” pungkasnya.