Gubernur Bali Wayan Koster mengusulkan Bali agar memiliki kalender sendiri, yakni kalender Bali yang memiliki 35 hari dalam setiap bulannya.
Menurutnya, dengan adanya kalender Bali dapat menjunjung kearifan lokal Bali dan penanggalan-penanggalannya akan sesuai dengan perhitungan hari baik, hari raya maupun upacara keagamaan di Bali.
Pernyataan itu muncul ketika Koster memberikan sambutan pada acara Pasamuhan Agung Sabha Kretha Hindu Dharma Nusantara (SKHDN) Pusat di Kantor Gubernur Bali, Selasa (30/12/2025).
“Di Bali sejak dulu dikenal Tika dengan jumlah hari 35 hari dalam sebulan. Tapi selama ini kita menggunakan kalender Masehi,” ujar Koster.
Saat dikonfirmasi, Koster mengatakan itu adalah masukan untuk dapat dipertimbangkan oleh Pesamuhan Agung SKHDN.
“Itu hanya masukan, yang berwenang memutuskan adalah Pesamuhan Agung Sabha Kretha Hindu Dharma Nusantara,” kata Koster.
Koster menjelaskan jika diputuskan oleh Pesamuhan, maka Bali akan memiliki dua kalender. Pertama, kalender berbasis kearifan lokal untuk kepentingan masyarakat lokal Bali dan yang kedua kalender nasional untuk kepentingan umum di luar kearifan lokal Bali.
“Sama-sama dijalankan sesuai kepentingan,” sambung Ketua DPD PDI Perjuangan itu.
Menurutnya, selama ini masyarakat Bali dalam praktik sehari-harinya sudah melaksanakan nilai-nilai dan kepentingan kearifan lokalnya, tetapi tidak ada kalender sebagai patokan untuk hari raya, hari baik maupun upacara keagamaan.






