Korupsi Rp 2,62 Miliar, Mantan Kepala LPD Yangbatu Denpasar Disidangkan

Posted on

I Putu Sumadi mulai disidangkan terkait dugaan korupsi di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Yangbatu, Kelurahan Dangin Puri Kelod, Denpasar. Mantan kepala LPD Yangbatu itu diduga menyelewengkan dana mencapai Rp 2,62 miliar sejak tahun 2008 hingga 2023.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Dewa Gede Semara Putra dkk menyebut Sumadi menjabat sebagai kepala LPD Yangbatu sejak 1999-2023. Jaksa menyebut LPD Yangbatu di bawah kepemimpinan Sumadi tidak memiliki awig-awig maupun pararem yang mengatur tata cara pemberian kredit kepada nasabah.

“Selama kepemimpinannya, I Putu Sumadi dinilai tidak mengedepankan prinsip ke hati-hatian dalam pengelolaan lembaga keuangan Desa Adat,” terang Jaksa saat sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (18/12/2025).

Jaksa menyebut pemberian pinjaman dilakukan hanya berdasarkan kepercayaan, tanpa analisis kredit yang memadai dan tanpa jaminan yang sah. Sumadi juga disebut memberi suku bunga kredit yang lebih rendah dari ketentuan umum LPD.

Praktik itu dinilai bertentangan dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012, Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017, serta Peraturan Gubernur Bali Nomor 44 Tahun 2017 tentang LPD. Tak hanya itu, Sumadi juga disebut menyetujui pinjaman kepada pihak-pihak yang berstatus pengurus LPD Yangbatu. Termasuk kepada istrinya Ni Ketut Sumawati (alm) yang saat itu menjabat sebagai bendahara sekaligus bagian tata usaha LPD Yangbatu.

“Tahun 2012, Ni Ketut Sumawati mengajukan pinjaman Rp 100 juta dengan bunga 8,4 persen per tahun tanpa agunan dan tanpa analisis kredit,” kata Jaksa.

Pada 2020, Sumawati kembali melakukan pinjaman sebesar Rp 75 juta dengan skema serupa. Padahal, pinjaman sebelumnya belum dilunasi.

Kemudian, pada 2021 terdakwa juga melakukan pinjaman di LPD yang dipimpinnya tanpa jaminan. Pinjaman terdakwa dipecah menjadi dua rekening, masing-masing senilai Rp 152,5 juta dan Rp Rp 152,3 juta dengan bunga 7,2 persen per tahun.

Bunga tersebut diketahui lebih rendah dibanding pinjaman yang dilakukan para nasabah LPD Desa Adat Yangbatu. “Namun pinjaman tidak pernah dibayar hingga akhirnya masuk kategori kredit macet,” terang Jaksa.

Selama tahun 2008 hingga 2025, total pinjaman yang disalurkan LPD Yangbatu telah mencapai Rp 9,23 miliar. Dari jumlah itu, angsuran yang masuk hanya Rp 1,48 miliar dan menyisakan baki kredit Rp 7,74 miliar.

Jaksa mengatakan pinjaman macet itu tercatat sebesar Rp 2,62 miliar. Walhasil, keuangan LPD Yangbatu kian terpuruk.

Bendesa Adat Yangbatu yang saat itu diemban I Nyoman Supatra lalu memanggil Sumadi dan jajaran pengawas untuk melakukan pembenahan manajemen LPD Yangbatu. Terdakwa diberikan waktu selama tiga tahun untuk memperbaiki kondisi LPD.

Lantaran hingga 2023 tidak ada progres, LPD Yangbatu akhirnya diaudit dengan melibatkan akuntan publik Teddy Fredy. Hasil audit, LPD Yangbatu dinyatakan kurang sehat karena banyaknya kredit bermasalah dengan nilai besar. Akhirnya, Bendesa Adat Yangbatu memberhentikan Sumadi dari jabatannya dan menunjuk I Ketut Swita sebagai penggantinya pada 2024.

Jaksa menilai Sumadi melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) UU Pemberantasan Tipikor, UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sumadi terancam pidana penjara seumur hidup serta pidana denda mencapai Rp 1 miliar.

Selain itu, ada pula dakwaan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun serta pidana denda paling banyak Rp 1 miliar.

Kemudian, pada 2021 terdakwa juga melakukan pinjaman di LPD yang dipimpinnya tanpa jaminan. Pinjaman terdakwa dipecah menjadi dua rekening, masing-masing senilai Rp 152,5 juta dan Rp Rp 152,3 juta dengan bunga 7,2 persen per tahun.

Bunga tersebut diketahui lebih rendah dibanding pinjaman yang dilakukan para nasabah LPD Desa Adat Yangbatu. “Namun pinjaman tidak pernah dibayar hingga akhirnya masuk kategori kredit macet,” terang Jaksa.

Selama tahun 2008 hingga 2025, total pinjaman yang disalurkan LPD Yangbatu telah mencapai Rp 9,23 miliar. Dari jumlah itu, angsuran yang masuk hanya Rp 1,48 miliar dan menyisakan baki kredit Rp 7,74 miliar.

Jaksa mengatakan pinjaman macet itu tercatat sebesar Rp 2,62 miliar. Walhasil, keuangan LPD Yangbatu kian terpuruk.

Bendesa Adat Yangbatu yang saat itu diemban I Nyoman Supatra lalu memanggil Sumadi dan jajaran pengawas untuk melakukan pembenahan manajemen LPD Yangbatu. Terdakwa diberikan waktu selama tiga tahun untuk memperbaiki kondisi LPD.

Lantaran hingga 2023 tidak ada progres, LPD Yangbatu akhirnya diaudit dengan melibatkan akuntan publik Teddy Fredy. Hasil audit, LPD Yangbatu dinyatakan kurang sehat karena banyaknya kredit bermasalah dengan nilai besar. Akhirnya, Bendesa Adat Yangbatu memberhentikan Sumadi dari jabatannya dan menunjuk I Ketut Swita sebagai penggantinya pada 2024.

Jaksa menilai Sumadi melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) UU Pemberantasan Tipikor, UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sumadi terancam pidana penjara seumur hidup serta pidana denda mencapai Rp 1 miliar.

Selain itu, ada pula dakwaan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun serta pidana denda paling banyak Rp 1 miliar.