Mantan Ketua Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Intaran, Sanur Kauh, Denpasar Selatan, I Wayan Mudana (59), dijatuhkan hukuman 5,5 tahun penjara dalam kasus korupsi. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar menyatakan ia terbukti secara sah dan meyakinkan menggelapkan dana LPD.
Vonis dibacakan dalam sidang yang digelar Selasa (24/6/2025), dipimpin hakim Putu Ayu Sudariasih bersama dua anggota majelis, Nelson dan Gede Putra Astawa.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama lima tahun enam bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim dalam persidangan yang dihadiri keluarga terdakwa.
Mudana dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain pidana penjara, Mudana juga dijatuhi denda sebesar Rp 300 juta. Jika tidak dibayar, akan diganti dengan kurungan selama tiga bulan.
Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 1,6 miliar. Jika dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap ia tidak membayar, maka harta bendanya akan disita dan dilelang oleh jaksa. Apabila tidak memiliki harta yang cukup, ia akan dipidana tambahan selama tiga bulan penjara.
Majelis hakim juga menetapkan uang tunai Rp 200 juta yang telah dikembalikan terdakwa kepada jaksa sebagai pengurang kerugian negara. Dana itu disita negara dan disetorkan ke kas LPD Intaran.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan Mudana terbukti memperkaya diri sendiri dan orang lain, merugikan negara, serta melakukan perbuatan berulang.
Hal-hal yang memberatkan yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi dan merugikan keuangan LPD Desa Pekraman Intaran. Yang meringankan, terdakwa mengakui perbuatannya, bersikap sopan di persidangan, belum pernah dihukum, menjadi tulang punggung keluarga, dan telah mengembalikan sebagian kerugian negara sebesar Rp 200 juta.
Vonis ini lebih ringan dua tahun dari tuntutan jaksa, yakni tujuh tahun enam bulan penjara. Saat diminta menanggapi putusan, Mudana menyatakan menerima.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
“Iya saya menerima putusan hakim,” kata Mudana. Sementara itu, jaksa penuntut umum masih menyatakan pikir-pikir dan diberi waktu satu minggu oleh majelis hakim untuk menentukan sikap.
Dalam fakta persidangan, Mudana terbukti menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri. Ia membuat kebijakan sendiri tanpa persetujuan prajuru adat maupun pengawas LPD, termasuk pengajuan kredit atas nama pribadi untuk mengambil alih agunan nasabah macet.
Mudana juga memanfaatkan celah tidak adanya awig-awig maupun SOP (standar operasional prosedur) terkait pengelolaan aset yang diambil alih (AYDA). Ia bahkan mengabaikan analisis dan prosedur kredit.
Tak hanya itu, ia memaksa saksi I Ketut Mertayasa yang menjabat Kepala Bagian Kredit untuk menandatangani dokumen kredit tanpa melalui proses yang semestinya. Jika ditolak, Mudana akan marah-marah.
Dana hasil korupsi digunakan untuk berbagai keperluan pribadi, termasuk membeli tanah di Takmung, Klungkung, serta membayar utang di Koperasi Citra Mandiri dan transaksi lainnya.
Seusai sidang, Mudana keluar dari ruang persidangan didampingi keluarganya sebelum akhirnya dibawa ke Lapas Kelas IIA Kerobokan, Badung.