Burung Indonesia, Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia, melakukan konservasi keragaman hayati dan perlindungan hutan jangka panjang melalui mekanisme berbasis pasar di Bentang Alam Mbeliling, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Terdapat banyak keragaman hayati termasuk sejumlah spesies burung endemik di Bentang Alam Mbeliling. Tempat ini juga sebagai daerah hulu, kawasan tangkapan air untuk sungai Wae Mese, sumber air baku untuk air bersih di Labuan Bajo.
Flores Programme Manager Burung Indonesia, Tiburtius Hani, mengakui kegiatan konservasi dengan mekanisme berbasis pasar ini belum familiar di tengah masyarakat. Bahkan ada yang pesimistis dengan konservasi dengan mekanisme berbasis pasar itu. Apalagi dengan adanya pengalaman bahwa kerusakan lingkungan juga disebabkan adanya eksploitasi untuk memenuhi permintaan pasar.
“Kita juga mengakui bahwa di masa lalu memang pasar ini sering juga menjadi penyebab kerusakan lingkungan karena tuntutan, misalnya produksi yang tinggi karena permintaan pasar dengan mengabaikan prinsip-prinsip keberlanjutan, tidak peduli lagi dengan lingkungan,” kata Tibur di Labuan Bajo, Kamis (23/10/2025).
Hal itu disampaikannya di sela kegiatan Inception Workshop konservasi keragaman hayati dan perlindungan hutan jangka panjang melalui mekanisme berbasis pasar di Bentang Alam Mbeliling. Workshop itu dihadiri Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, perwakilan hotel dan restoran, pengusaha air minum, LSM dan komunitas lainnya di Labuan Bajo.
Adapun yang dimaksud dengan mekanisme berbasis pasar dalam kegiatan konservasi, jelas Tibur, adalah adanya imbal jasa lingkungan. Artinya, masyarakat harus tergerak untuk mendukung orang atau komunitas yang melakukan kegiatan konservasi. Termasuk memperhatikan keberlangsungan hidup warga yang melakukan kegiatan konservasi tersebut.
Ia mencontohkan warga sejumlah desa yang melakukan kegiatan konservasi di Bentang Alam Mbeliling. Mereka menjaga hutan sebagai daerah tangkapan air untuk kebutuhan air bersih warga Labuan Bajo. Mereka bertani menanam kemiri dan pohon-pohon lainnya yang bisa berfungsi untuk tangkapan air atau disebut dengan agroforestri.
Di sisi lain warga Labuan Bajo yang menikmati air bersih itu perlu membantu keberlangsungan hidup warga yang melakukan konservasi itu. Misalnya dengan membeli kemiri mereka dan lainnya. Tak hanya membeli, cara lainnya dilakukan dengan mendukung kegiatan masyarakat itu dengan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan.
“Konservasi menggunakan mekanisme berbasis pasar di Mbeliling ini kita bisa lakukan misalnya terkait dengan imbal jasa lingkungan. Kita tahu Labuan Bajo ini kan airnya dari dari Mbeliling. Memang orang bilang itu Tuhan sudah beri tapi tidak selamanya begitu. Kalau orang tidak jaga di sana itu tidak akan juga jadi air ini terjamin ke sini,” jelas Tibur.
“Itu karena orang-orang yang di sana bertani dengan cara yang ramah lingkungan, mereka mengembangkan agroforestri. Mereka mengolah tanahnya dengan mempertimbangkan konservasi tanah dan air. Jadi itu kan praktek-praktek baik terhadap lingkungan. Jadi mestinya orang-orang yang minum air yang merupakan produk yang mereka hasilkan harusnya membeli gitu produk yang mereka hasilkan dan kita di Labuan Bajo adalah konsumennya, membelinya,” lanjut dia.
Dengan mekanisme berbasis pasar itu, petani di Mbeliling tetap semangat bertani dengan konsep agroforestri tersebut. “Jadi bagaimana supaya mereka bisa memproduksi lebih banyak, kita harus memberikan dukungan kepada mereka. Dukungannya boleh macam-macam, itulah mekanisme pasar yang bisa kita kembangkan,” ujar Tibur.
“Mereka sudah berkontribusi dengan menyediakan air, kita perlu berkontribusi balik ke mereka supaya mereka terus mengembangkan konservasi di sana, supaya mereka bisa bekerja lebih baik, bekerja lebih luas cakupannya. Orang-orang di sana akan termotivasi untuk mengembangkan atau mempertahankan agroforestri kalau mereka mendapat nilai ekonomi yang pantas dari usaha itu,” imbuh dia.
Tibur mengakui konservasi dengan mekanisme berbasis pasar ini butuh kesadaran masyarakat untuk bisa mewujudkannya. Workshop itu pun digelar untuk mengggali masukan dan menyamakan cara pandang tengang konsep konservasi dengan mekanisme berbasis pasar itu.
Dalam kegiatan konservasi di Bentang Alam Mbeliling selama ini, Burung Indonesia sudah memfasilitasi kegiatan pemantauan layanan alam bersama kelompok masyarakat di 36 desa. Berikutnya pembuatan dokumen kesepakatan pelestarian alam desa (KPAD), pembuatan dokumen Rencana Tata Guna Lahan (RTGL), dan mendorong pengembangan kegiatan pertanian yang berkelanjutan.
Di sisi lain warga Labuan Bajo yang menikmati air bersih itu perlu membantu keberlangsungan hidup warga yang melakukan konservasi itu. Misalnya dengan membeli kemiri mereka dan lainnya. Tak hanya membeli, cara lainnya dilakukan dengan mendukung kegiatan masyarakat itu dengan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan.
“Konservasi menggunakan mekanisme berbasis pasar di Mbeliling ini kita bisa lakukan misalnya terkait dengan imbal jasa lingkungan. Kita tahu Labuan Bajo ini kan airnya dari dari Mbeliling. Memang orang bilang itu Tuhan sudah beri tapi tidak selamanya begitu. Kalau orang tidak jaga di sana itu tidak akan juga jadi air ini terjamin ke sini,” jelas Tibur.
“Itu karena orang-orang yang di sana bertani dengan cara yang ramah lingkungan, mereka mengembangkan agroforestri. Mereka mengolah tanahnya dengan mempertimbangkan konservasi tanah dan air. Jadi itu kan praktek-praktek baik terhadap lingkungan. Jadi mestinya orang-orang yang minum air yang merupakan produk yang mereka hasilkan harusnya membeli gitu produk yang mereka hasilkan dan kita di Labuan Bajo adalah konsumennya, membelinya,” lanjut dia.
Dengan mekanisme berbasis pasar itu, petani di Mbeliling tetap semangat bertani dengan konsep agroforestri tersebut. “Jadi bagaimana supaya mereka bisa memproduksi lebih banyak, kita harus memberikan dukungan kepada mereka. Dukungannya boleh macam-macam, itulah mekanisme pasar yang bisa kita kembangkan,” ujar Tibur.
“Mereka sudah berkontribusi dengan menyediakan air, kita perlu berkontribusi balik ke mereka supaya mereka terus mengembangkan konservasi di sana, supaya mereka bisa bekerja lebih baik, bekerja lebih luas cakupannya. Orang-orang di sana akan termotivasi untuk mengembangkan atau mempertahankan agroforestri kalau mereka mendapat nilai ekonomi yang pantas dari usaha itu,” imbuh dia.
Tibur mengakui konservasi dengan mekanisme berbasis pasar ini butuh kesadaran masyarakat untuk bisa mewujudkannya. Workshop itu pun digelar untuk mengggali masukan dan menyamakan cara pandang tengang konsep konservasi dengan mekanisme berbasis pasar itu.
Dalam kegiatan konservasi di Bentang Alam Mbeliling selama ini, Burung Indonesia sudah memfasilitasi kegiatan pemantauan layanan alam bersama kelompok masyarakat di 36 desa. Berikutnya pembuatan dokumen kesepakatan pelestarian alam desa (KPAD), pembuatan dokumen Rencana Tata Guna Lahan (RTGL), dan mendorong pengembangan kegiatan pertanian yang berkelanjutan.
