Koalisi Pergerakan Lingkungan Hidup dan Keberlanjutan Bali (Pulihkan Bali) memberikan peringatan kepada pemerintah pusat dan daerah atas bencana banjir yang melanda Bali pada Rabu (10/9/2025). Langkah ini menjadi tahap awal sebelum pihaknya mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa atau onrechtmatige overheidsdaad melalui mekanisme citizen lawsuit.
“Ada 10 calon penggugat yang latar belakangnya bermacam-macam. Mulai dari anak muda, pemerhati DAS (daerah aliran sungai), teman-teman yang bergerak di isu iklim, perempuan, guru, dan sebagainya,” kata Tim Hukum Koalisi Pulihkan Bali Ignatius Radite saat konferensi pers di Denpasar, Bali, pada Rabu (12/11/2025).
Dia membeberkan alasan koalisi berencana melayangkan gugatan. Salah satunya karena banjir saat September lalu disimpulkan bukan hanya karena faktor alam. Namun, karena ulah akibat dari tata kelola pemerintahan yang kurang baik.
“Ada serangkaian tindakan yang membuat krisis iklim, krisis ekologi, kemudian bencana ekologis ini menjadi cepat terakselerasinya. Oleh karena itu, karena pemerintah memiliki kewenangan untuk bisa memitigasi dan menanggulangi problem bencana ekologis ini maka, kami berencana gugat mereka,” ungkapnya.
Radite mengungkapkan dalam rencana gugatan tersebut, koalisi meminta agar dilakukan moratorium terhadap perizinan-perizinan berusaha. Sebab, saat ini Bali dirasa sudah sangat penuh dengan proyek pembangunan hingga alih fungsi lahan yang masif.
Ia mencontohkan ruang terbuka hijau (RTH) di Denpasar kini hanya tersisa 3,2 persen, jauh di bawah ketentuan Undang-Undang yang mensyaratkan 20 persen. Dalam lima tahun terakhir, pembangunan di Bali bahkan meningkat lebih dari 500 persen.
“Ini yang kemudian membuat Bali sudah dalam situasi dimana daya tampung dan daya dukung wilayahnya juga tidak kuat. Kami mengistilahkan bahwasannya Bali, terutama di Bali bagian selatan telah mengalami kebangkrutan secara ekologis.
“Makanya wilayah yang kami gugat dalam konteks ini adalah Sarbagita,” sebutnya
Pulihkan Bali telah mengirimkan notifikasi kepada 15 pihak sebagai calon tergugat, antara lain Presiden, Menteri ESDM, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Kehutanan, Gubernur Bali, Wali Kota Denpasar, Bupati Badung, hingga Bupati Tabanan.
Radite menjelaskan, dasar rencana gugatan tersebut merujuk pada lima hasil kajian utama. Di antaranya tata ruang, alih fungsi lahan, iklim, penanganan sampah, dan ekonomi. Kelima aspek itu dianggap menjadi kewenangan para pejabat yang akan digugat.
Selama 60 hari sejak notifikasi dikirim, Pulihkan Bali membuka ruang dialog bagi para calon tergugat. Namun, jika tidak ada tanggapan, mereka akan melanjutkan proses ke Pengadilan NegeriDenpasar.
“Kami tidak minta konteks kerugian material, tidak minta aspek ekonomi, tidak minta pemidanaan sejauh ini karena kami ingin mencegah, memitigasi dan memastikan (banjir) tidak terjadi perulangan lagi,” ucapnya.
Salah satu calon penggugat, Ni Gusti Putu Dinda Mahadewi, yang mewakili generasi muda Bali, berharap langkah ini mendapat dukungan publik. Ia mengajak anak muda untuk berani bersuara dan tidak memandang gugatan hukum sebagai hal yang menakutkan.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
“Justru ini adalah cara-cara kita dan ini hak kita sebagai warga negara sebagai anak muda untuk bisa menyuarakan suara-suara kita dan tidak dianggap lagi sebagai di belakang layar,” tegasnya.
Dinda juga mengaku prihatin melihat dampak banjir September lalu, terutama di kawasan Pasar Kumbasari dan Pasar Badung yang sempat terendam.
“Miris rasanya melihat tempat-tempat yang sering saya kunjungi bahkan, pedagang pasar yang sering saya sapa itu sumber penghasilan hidupnya terdampak gara-gara banjir. Jadi, mungkin saat ini mereka yang terdampak tapi, bisa jadi nanti saya dan teman-teman yang lain juga ikut terdampak,” katanya.
