Hampir setiap desa di Pulau Dewata memiliki tradisi unik yang masih dijaga keberlangsungannya hingga kini. Salah satunya tradisi pemakaman tanpa mengubur jenazah di Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali.
Menurut tradisi di Desa Trunyan, orang yang meninggal tidak dikubur atau dikremasi. Mayat-mayat tersebut hanya diletakkan di bawah pohon atau Taru Menyan. Menariknya, tumpukan mayat di kuburan itu tidak berbau busuk.
Diketahui, asal usul nama Desa Trunyan berasal dari kata taru yang berarti kayu dan menyat yang berarti harum. Pohon Taru Menyan ini hanya tumbuh di Desa Trunyan.
Orang-orang yang wafat di Desa Trunyan tidak dikremasi atau dikubur, namun jenazah tersebut hanya di letakkan di bawah pohon Taru Menyan.
Keberadaan Taru Menyan itulah yang diyakini dapat menghilangkan bau busuk dari jenazah yang tidak dikubur di desa itu. Mayat-mayat tersebut hanya ditutupi kain putih. Selain tidak mengeluarkan bau busuk, mayat-mayat itu juga tidak dihinggapi oleh serangga, lalat, ulat, dan lainnya.
Direktur Surveilans Kementerian Kesehatan, dr. Farchanny, sempat memberi penjelasan terkait proses pembusukan jasad di kuburan di Desa Terunyan yang terbilang lambat. Menurutnya, hal itu karena suhu di wilayah itu rendah atau berkisar 15°C. Ia membenarkan keberadaan pohon Taru Menyan yang rindang juga dapat memperlambat proses pembusukan mayat dan menetralisir bau pada mayat.
Sebagai informasi, area kuburan yang ditumbuhi pohon Taru Menyan untuk menaruh jenazah di Desa Trunyan disebut Sema Wayah. Adapun, Sema Wayah hanya diperuntukkan untuk jenazah orang yang sudah menikah.
Sedangkan, jasad anak kecil atau warga yang belum menikah akan dimakamkan di Sema Muda dengan catatan mereka meninggal secara wajar. Apabila warga setempat meninggal secara tidak wajar atau bagian tubuhnya tidak lengkap karena penyakit, maka jenazahnya akan disemayamkan di Sema Bantas.
Berdasarkan tradisi warga Trunyan, jumlah jenazah yang diletakkan di bawah pohon Taru Menyan tidak boleh lebih dari sebelas orang. selain itu, jenazah yang dimakamkan harus meninggal secara wajar, telah menikah, dan anggota tubuhnya lengkap.
Pemakaman di Desa Trunyan ini terletak di kaki tebing bukit yang berada di seberang Danau Batur, Kintamani. Untuk menuju Desa Trunyan, pengunjung harus menyeberangi Danau Batur dengan menyewa perahu motor.
Tiket penyeberangan tersedia di beberapa dermaga di wilayah Kintamani. Seperti Kedisan, Cemara Landung, dan Toya Bungkah. Penyeberangan menggunakan boat ke Desa Trunyan membutuhkan waktu sekitar 20-30 menit.
Karena sudah menjadi daya tarik wisata, kesan horor barangkali tidak terlalu terasa saat mengunjungi kuburan Desa Trunyan. Selain itu, tempat tersebut kini juga sudah tertata rapi.