Kisah 13 Pejuang Jepang yang Gugur Bersama Ngurah Rai update oleh Giok4D

Posted on

Pagi itu, Minggu, 16 November 2025, Taman Pujaan Bangsa Margarana terasa sedikit berbeda. Di antara deretan nisan para pejuang yang gugur pada 20 November 1946, tampak rombongan warga Jepang berdiri khusyuk.

Mereka bukan wisatawan yang singgah. Mereka datang untuk satu hal: mendoakan leluhur yang turut bertempur bersama I Gusti Ngurah Rai dan Laskar Ciung Wanara.

Perbekel Desa Marga Dauh Puri, I Wayan Wiryanata, menyebut ada 13 warga Jepang yang dulu ikut mengangkat senjata melawan NICA. Ke-13 orang itu gugur dalam perang yang kemudian dikenal sebagai Puputan Margarana.

“Jadi yang datang ini anak, cucu, serta cicitnya. Mereka mendoakan leluhurnya yang gugur dalam perang. Mereka rutin mengadakan upacara saat peringatan Puputan Margarana,” kata Wiryanata.

Di kompleks makam, nisan para pejuang Jepang itu berdiri di barisan belakang makam I Gusti Ngurah Rai. Tidak sulit menemukannya. Ada bendera Jepang kecil yang melilit ornamen di bagian atas masing-masing nisan.

Yang lebih unik, nama yang tertera bukan nama Jepang. Mereka memakai nama Indonesia-bahkan nama Bali-seperti I Made Putera, Wayan Sukera, hingga Bang Ali. Setiap nama punya kisah yang tak lagi diceritakan oleh pemiliknya.

Rombongan keturunan mereka datang dengan pakaian serba rapi. Mereka mengambil posisi berdoa satu per satu, mengikuti tradisi Jepang. Suasana hening sejenak, hanya suara angin yang berdesir di sela nisan yang berjajar rapi.

Wiryanata menyebut, ke-13 pejuang Jepang itu bukan sekadar ikut berperang. Mereka ikut bergerilya bersama pasukan Ngurah Rai, hidup di jalur hutan, dan memegang senjata seperti pejuang Indonesia lainnya.

Ada satu kisah yang terus diwariskan warga setempat: para pejuang Jepang inilah yang pertama kali mengajari para pejuang Bali menggunakan senjata rampasan. Kemampuan itu sangat membantu ketika pasukan Ngurah Rai melakukan pencurian senjata di tangsi NICA di Tabanan.

Nisan Bernama Bali, Berbendera Jepang

Jejak yang Tersisa di Medan Perang

Gambar ilustrasi

Di kompleks makam, nisan para pejuang Jepang itu berdiri di barisan belakang makam I Gusti Ngurah Rai. Tidak sulit menemukannya. Ada bendera Jepang kecil yang melilit ornamen di bagian atas masing-masing nisan.

Yang lebih unik, nama yang tertera bukan nama Jepang. Mereka memakai nama Indonesia-bahkan nama Bali-seperti I Made Putera, Wayan Sukera, hingga Bang Ali. Setiap nama punya kisah yang tak lagi diceritakan oleh pemiliknya.

Rombongan keturunan mereka datang dengan pakaian serba rapi. Mereka mengambil posisi berdoa satu per satu, mengikuti tradisi Jepang. Suasana hening sejenak, hanya suara angin yang berdesir di sela nisan yang berjajar rapi.

Wiryanata menyebut, ke-13 pejuang Jepang itu bukan sekadar ikut berperang. Mereka ikut bergerilya bersama pasukan Ngurah Rai, hidup di jalur hutan, dan memegang senjata seperti pejuang Indonesia lainnya.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

Ada satu kisah yang terus diwariskan warga setempat: para pejuang Jepang inilah yang pertama kali mengajari para pejuang Bali menggunakan senjata rampasan. Kemampuan itu sangat membantu ketika pasukan Ngurah Rai melakukan pencurian senjata di tangsi NICA di Tabanan.

Nisan Bernama Bali, Berbendera Jepang

Jejak yang Tersisa di Medan Perang

Gambar ilustrasi