Kepala Sekolah SMKN 1 Klungkung, I Wayan Siarsana (IWS), ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dana komite dan Program Indonesia Pintar (PIP). Penetapan tersangka dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Klungkung berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-1/N1.12/04/2025 tertanggal 28 April 2025.
Siarsana diduga menyalahgunakan kewenangannya selama menjabat sebagai kepala sekolah. Modus awalnya adalah menunjuk pegawai kontrak sebagai pengurus komite, termasuk sekretaris dan bendahara, tanpa mekanisme resmi. Jumlah pungutan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) pun ditentukan berdasarkan tahun ajaran sebelumnya.
Dana komite yang dikelola Siarsana sepanjang 2020-2022 mencapai Rp 130,96 juta. Dana itu disusun dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) tanpa melalui rapat komite, melainkan langsung oleh tersangka. Salah satu penggunaannya adalah untuk membangun pos jaga di luar area sekolah.
Selain dana komite, Siarsana juga diduga menyelewengkan dana beasiswa PIP yang seharusnya diterima langsung oleh siswa pemegang Kartu Indonesia Pintar. Untuk memuluskan aksinya, IWS meminta para siswa menandatangani surat kuasa kolektif agar dana PIP bisa dicairkan ke rekening yang dikelola olehnya.
“Dana PIP dikuasai dengan total Rp 450 juta seharusnya diterima siswa. Dalihnya digunakan untuk kepentingan sekolah tapi 2,5 tahun digunakan oleh dirinya. Uang tersebut ditarik dan digunakan membayar tenaga honorer dan tenaga pendidikan tapi ternyata tidak ada. Sudah dibayarkan menggunakan dana BOS,” ungkap Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Klungkung, Putu Iskadi Kekeran, dalam konferensi pers, Rabu (30/4/2025).
Kekeran menyebut, rekening dana PIP tersebut kini menyisakan Rp 116,17 juta dan akan ditutup. Atas arahan Pemerintah Provinsi Bali, dana PIP dipindahkan ke rekening Komite sehingga dana komite terkumpul menjadi Rp 130,96 juta.
Pada akhir tahun ajaran 2021-2022, tepatnya 22 Juli 2021, terdapat saldo Rp 349,79 juta di rekening giro sekolah. Siarsana kemudian meminta Bendahara Komite memindahkan dana tersebut ke rekening pribadi Siarsana di Bank BPD Bali, dengan alasan agar pengelolaan lebih mudah.
Dana itu digunakan untuk membangun areal sekolah dengan menunjuk tukang sendiri tanpa melibatkan pihak sekolah. Pembayarannya ditransfer langsung ke rekening sang tukang. Sisa dana sebesar Rp 51 juta kemudian dikembalikan ke rekening giro sekolah, lalu ditransfer ke rekening Pembantu Bendahara agar bisa dicairkan kembali oleh Siarsana.
Dia juga diduga menggunakan dana sisa bantuan dari pusat senilai Rp 50 juta untuk merenovasi ruang kepala sekolah.
“Dana sebesar Rp 182,55 juta yang tersisa dari tersangka yang bisa kami tahan. Mengenai pengembalian, kami telusuri asetnya. Semoga bisa kooperatif untuk bisa dikembalikan,” ungkap Kajari Klungkung LB Hamka.
Kejaksaan menyatakan masih membuka peluang penetapan tersangka baru jika ditemukan keterlibatan pihak lain. “Jika kami temukan yang terlibat, kami tidak segan-segan tersangkakan. Tidak akan tebang pilih. Tapi, kami menilai hasil ekspos, di sini pengelolaan dana Komite itu hanya dipegang kepala sekolah. Nanti kami periksa apakah hanya menjalankan perintah atau ikut menikmati,” tegasnya.
Akibat perbuatan Siarsana, negara mengalami kerugian sebesar Rp 1,1 miliar. Dia kini ditahan selama 20 hari terhitung mulai hari ini hingga 19 Mei 2025. Ia terancam hukuman penjara maksimal 20 tahun.