Pelbagai potensi ancaman di sektor intelijen, teknologi, hingga siber, dibahas untuk meningkatkan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Hal itu dilakukan untuk mempermudah upaya pengumpulan data intelijen
“Agar kami mampu menyiapkan data analisis dan informasi intelijen yang baik,” kata Deputi I Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kementerian Koordinasi Politik Hukum dan Keamanan (Kemenpolhukam), Mayjen TNI Heri Wiranto di sela acara rapat koordinasi di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (28/8/2025).
Heri mengatakan pembahasan teknologi hingga siber untuk intelijen, sangat penting dalam rangka meningkatkan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat. Terutama, saat situasi geopolitik dunia saat ini cukup berdampak ke Indonesia.
Mulai dari kebijakan pengenaan tarif dagang dari Amerika Serikat ke Indonesia, sengketa blok Ambalat oleh Malaysia, hingga perang Thailand melawan Kamboja berpotensi melemahkan stabilitas di kawasan Asia Tenggara. Dampak buruknya, merembet ke stabilitas politik dan kamtibmas di Indonesia.
“Ada ancaman faktual dan ancaman yang timbul saat kita menghadapi situasi global. Intinya kita mengantisipasi itu agar kebijakan dan stabilitas nasional dapat berjalan aman,” kata Heri.
Pemerintah Harus Amankan Email
Pakar Keamanan Siber dan Teknologi Informasi Vaksincom, Alfons Tanujaya, mengatakan keamanan semua website lembaga pemerintah harus ditingkatkan. Dimulai dari keamanan surel atau email.
“Semua email, pakai TFA (Two Faktor Authentication) apalagi Gmail, yang digunakan untuk kredensial penting. Kalau nggak rentan diambil alih,” kata Alfons.
Menurut dia, email adalah target utama dari aksi pencurian data dan informasi rahasia. Dengan memasang TFA, keamanan email akan sulit ditembus.
TFA berfungsi sebagai kunci tambahan yang membuka akses ke email. Jika TFA tidak dapat ditembus, maka data dan informasi yang berada di email, akan aman.
“Pasti email (yang jadi sasaran). Kalau email pemerintah dapat diambil alih, akun (media sosial dan website) bisa di-bypass (dibobol),” kata Alfons.
Menurutnya, banyak lembaga pemerintah yang mengandalkan email. Selain untuk berkomunikasi dengan lembaga pemerintah lainnya, maupun menyimpan data penting.
Padahal, email atau surel merupakan ‘bahan baku’ pembuatan website atau aku media sosial. Lembaga pemerintah juga kerap menyosialisasikan kebijakan baru ke publik melalui email.