Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Kemenko IPK) mengevaluasi penataan ruang kawasan Sarbagita (Denpasar, Badung, Tabanan, Gianyar) di Bali pascabanjir yang menewaskan belasan orang pada September 2025. Evaluasi dilakukan setiap tiga bulan.
Hal itu diungkapkan Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Tata RuangKemenkoIPK,NazibFaizal, dalam dalam sambutannya pada Forum Koordinasi Pembangunan Wilayah Berbasis Tata Ruang Bali-Nusra, di LabuanBajo,Manggarai Barat, NTT, Senin (21/10/2025). Forum itu dihadiri Gubernur NTT, sejumlah bupati danOPD dari Bali-Nusra.
“Pembangunan dengan tata ruang banyak, sekali isu di Bali-Nusra ini. Kayak di Bali kan sekarang lagi hot banjir kemarin. Terima kasih Pak Kadis yang sudah hadir, kita punya program di Bali untuk melakukan monitoring, evaluasi (monev) kawasan Sarbagita,” kata Faizal.
Ia menegaskan pihak yang melanggar tata ruang akan ditindak tegas. Hal ini, kata Faizal, sudah disepakati oleh Gubernur Bali Wayan Koster dam Menko IPK Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)
“Jadi akan kami monev per tiga bulan, kami panggil semuanya. Ada yang tidak sesuai nggak, tidak sesuai kami tindak. Ini sudah janjian antara Pa Gubernur (Bali) dengan Pa Menko (AHY),” ujar Faizal.
Ia mengatakan pembangunan harus memperhatikan tata ruang yang berkelanjutan. Jangan sampai ada pembabatan hutan lindung hingga pemanfaatan sumber daya yang membabi buta.
“Jangan sampai kawasan lindung dibabat, harus kita jaga oksigen, dan lain sebagainya. Kemudian sumber daya jangan membabi buta pengolahan sumber daya,” tegas Faizal.
Kritik Kepala Daerah Minta Bangun Jalan Tanpa Narasi
Nazib Faizal juga mengkritik kepala daerah yang mengajukan usulan pembangunan jalan tanpa ada narasi. Usulan tanpa narasi itu hanya berisi nama ruas jalan, panjang jalan, hingga biaya pengerjaan ruas jalan tersebut. Seharusnya disertai narasi seperti lokasi, latarbelakang hingga manfaat pembangunan ruas jalan itu.
Faizal awalnya minta Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) NTT, Janto, untuk mulai membahas rencana bangun ruas jalan pantai utara Pulau Flores.
“Ada sahabat saya Kepala BPJN NTT Pak Janto, nitip lingkar utara Flores ya, mulai dibicarakan nanti. Kami inginkan bukan hanya sekedar jalannya. Jadi jangan ngajuin tuh, hampir setiap hari saya menerima surat, mohon maaf kepala daerah, kadang-kadang narasinya itu nggak ada,” kata Faizal.
Karena usulan itu tanpa narasi, Faizal bahkan tidak tahu lokasi ruas jalan yang diusulkan untuk dibangun itu. Demikian juga informasi lain terkait usulan pembangunan ruas jalan itu. Untuk Bali dan NTB, ujar dia, usulan itu sudah disertai dengan narasinya.
“Hanya kasih tabel pertanyaan atau gimana mohon maaf ya sekali lagi ini untuk perbaikan, evaluasi ke depan, cuman nama ruas, panjang jalan dan biaya gitu. Ini usulan apa gitu, jalannya saya nggak tahu di mana, dan lain sebagainya. Nah ini kami buat narasi lingkar utara ini untuk mendukung kemajuan NTT,” terang Faizal.
“Sama halnya di Bali juga NTB, kami terakhir dengan Pak Menko AHY ke Bali, NTB semuanya memakai narasi seperti itu,” lanjut dia.
Faizal mencontohkan narasi yang perlu dicantumkan dalam usulan pembangunan ruas jalan lingkar utara Pulau Flores. Ruas jalan itu akan membuka akses ke kawasan pertanian yang hasilnya bisa memenuhi kebutuhan pariwisata Labuan Bajo. Bukan hanya jalan yang dibangun, tapi kawasan pendukung pariwisata Labuan Bajo.
“Case-nya sederhana saja, misalnya Labuan Bajo itu kan kawasan pusat pertumbuhan nasionalnya di sini, tentunya untuk mendukung wisatawan dan dia butuh barang. Contohnya makanan, nah makanannya diambil dari mana. Bisa ada satu barang yang harus diimpor dari luar, kita coba menarasikannya, oke kita bangun Flores, di sisi lain misalnya kawasan pertanian. Tapi untuk mendukung kawasan pertanian itu kan butuh infrastruktur, kita bangun jalan,” jelas Faizal.
“Nah, hal seperti itu yang saya maksud narasi itu seperti itu. Jadi ada tujuannya kalau membangun sesuatu itu, membangun kawasan bukan hanya fokus cuma membangun jalan tapi kita bangunnya kawasan,” tandas dia.
Gubernur Beberkan Masalah Tata Ruang di NTT
Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena membeberkan sejumlah persoalan tata ruang di wilayahnya yang perlu ditangani bersama. Ada alih fungsi lahan yang tak terkendali hingga penerapan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) yang membuka potensi konflik di lapangan.
“Yang pertama ahli fungsi lahan yang tidak terkendali, yang ini juga di Nusa Tenggara Timur, tentu membuat lahan pertanian produktif, lahan terbuka hijau atau kawasan lindung sering berubah fungsi. Ini menjadi salah satu persoalan yang harus kita tangani dengan baik,” kata Melki dalam Forum Koordinasi Pembangunan Wilayah Berbasis Tata Ruang Bali-Nusra, di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Senin (21/10/2025).
Persoalan lain adalah adanya keterbatasan SDM hingga anggaran dalam penyusunan hingga pengawasan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). “Keterbatasan kapasitas daerah baik itu SDM, kelembagaan, anggaran serta koordinasi antarperangkat daerah masih menjadi tantangan dalam penyusunan dan pengawasan baik itu RTRW maupun juga RDTR,” ujar Melki.
Berikutnya partisipasi rakyat yang dinilai masih terbatas. Menurut Melki, diperlukan keterlibatan masyarakat yang bermakna untuk mendapatkan legitimasi sosial, menghindari konflik sosial dalam hal penerapan tata ruang.
Ada juga persoalan kesenjangan regulasi antara pusat dengan daerah. “Tentu ini juga harus kami pastikan kebijakan sektoral ini bisa sinkron di lapangan,” ujar Ketua DPD Partai Golkar NTT ini.
Melki juga menyebut penerapan Omnibus terkait investasi dan perizinan yang berpotensi menimbulkan konflik di tengah masyarakat. “Terakhir tentu adalah dinamika pengaturan baru pasca-omnibus law, UU Cipta kerja yang tentu ada perubahan investasi dan perizinan yang membuka potensi adanya konflik di lapangan,” kata Melki.
Ia juga mendorong integrasi penataan ruang dengan program strategis daerah dengan melakukan pengembangan kawasan perbatasan dengan negara tetangga. “Karena NTT ini kami punya ada daerah perbatasan yang langsung berbatasan dengan negara Timor Leste. Yang sudah dibangun di era pak Jokowi kemarin kan di Motaain itu di Belu, perbatasan dengan Kabupaten Belu,” jelas Melki.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
“Kemudian Motamasin perbatasan dengan kabupaten Malaka, dan juga Napan perbatasan dengan kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Yang lagi nanti akan segera diproses itu di Oepoli dan juga nanti kami lihat nanti apakah di TTS juga memang diperlukan untuk membuat ini,” lanjut dia.
Selain kawasan perbatasan, penataan ruang di NTT juga untuk pembangunan pariwisata berkelanjutan hingga koridor ekonomi kawasan pesisir. Ia terus mendorong agar penataan ruang selain di perbatasan juga untuk pariwisata berkelanjutan, koridor ekonomi kawasan pesisir, dan pulau-pulau kecil serta wilayah di hutan lindung.






