Pantai Tanjung Aan, Desa Sengkol, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), selama ini menjadi tempat mengais rezeki banyak pedagang. Namun, kini mereka terancam digusur oleh InJourney Tourism Deplovment Corporation (ITDC) selaku pengelola kawasan wisata tersebut.
Salah satunya adalah Site (45), seorang pedagang aksesoris keliling asal Dusun Rangkep Dua, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Dia tegas menolak penertiban lapak-lapak dan warung di Pantai Tanjung Aan. Menurutnya, lapak-lapak itu justru salah satu daya tarik di sana.
“Saya tidak setuju penggusuran ini. Kalau digusur kami mau jualan ke mana. Sedangkan warung-warung ini yang menjadi daya tarik turi-turis ini,” katanya kepada infoBali saat ditemui di Pantai Tanjung Aan, Minggu (29/6/2025).
Site mengaku sangat terbantu dengan adanya aktivitas di Pantai Tanjung Aan. Dia mengungkapkan setiap hari mampu mendapatkan keuntungan berkisar Rp 300-500 ribu, tergantung jumlah wisatawan yang berkunjung.
“Saya biasanya dapat Rp 300-500 ribu sehari. Tapi itu juga tergantung dari tamu saja banyak atau sedikit,” ujar ibu empat anak itu.
Site setiap hari berjualan aksesoris mutiara dan buah nanas dengan cara berkeliling di sepanjang pantai. Penghasilan Site cukup untuk menguliahkan dua anaknya.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
“Anak saya empat, sedang kuliah dua di Mataram, dan masih SD dua. Dan sekarang kalau mau digusur terus saya mau cari makan dan biaya kuliah anak di mana. Mohonlah pemerintah liat kami di sini,” harap Site.
Dia mengaku perekonomian keluarganya sangat bergantung pada hasil berdagang di Pantai Tanjung Aan. Site mengungkapkan penghasilan suaminya yang menggembalakan sapi milik orang lain tidak seberapa. Sebab, baru mendapat upah ketika sapi beranak.
“Suami saya hanya bekerja sebagai pengasuh sapi orang. Kalau ada anak sapi itu baru kita dapat bagian. Jadi nggak ada pendapatan menetap selain jualan seperti ini,” imbuhnya.
Site berharap rencana penertiban terhadap warung-warung warga batal. “Karena kalau digusur ini kami mau makan apa nanti. Maka dari itu saya mohon kepada pemerintah agar tidak menggusur ini. Kami mau cari makan di mana terus kalau digusur. Hanya di sini paling ramai turis,” tandas Site.
Sebelumnya, ITDC memastikan akan tetap menertibkan lapak jualan dan warung-warung di Pantai Tanjung Aan. ITDC mengeklaim sosialisasi dan pemberitahuan pengosongan sudah dilakukan sejak 2023.
“(Tetap) kami lakukan pengosongan dan penataan sesuai masterplan pengembangan kawasan,” kata General Manager (GM) The Mandalika, Wahyu Moerhadi Nugroho kepada media, Kamis (26/6/2025) di Praya.
Wahyu menjelaskan yang dilakukan oleh ITDC saat ini adalah pemanfaatan lahan melalui skema kerja sama legal seperti LUDA (Land Utilization Development Agreement) dan sewa jangka panjang, di atas lahan berstatus Hak Pengelolaan (HPL) milik negara yang dikelola ITDC sesuai dengan mandat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2008.
Wahyu menegaskan pemanfaatan lahan oleh investor bukan bentuk privatisasi dan publik tetap dapat akses ke pantai. Dia pun mencontohkan pengelolaan The Nusa Dua, Bali, di mana masyarakat tetap bebas mengakses pantai meskipun berada di dalam kawasan hotel internasional.
“Itu sudah kami sampaikan, sehingga sampailah saat ini bahwa memang sudah dikerjasamakan. Kami sudah memasuki tahapan pengosongan dan penataan lahan sesuai master plan, sesuai RDTR Lombok Tengah dan sesuai dengan Perpres KEK Mandalika dan PP 50 tentang pengelolaan KEK Mandalika,” ujarnya.