Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) kalah dalam upaya hukum kasasi terhadap terdakwa kasus pemalsuan dokumen lahan tempat berdirinya Kantor Bawaslu NTB, Ida Made Singarsa. Mahkamah Agung (MA) menyatakan Ida tidak terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen.
Humas Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Kelik Trimargo, membenarkan perkara tersebut telah diputus MA. Namun, pihaknya belum menerima salinan resmi putusan dari MA.
“Putusan kasasinya belum turun dari MA, kalau di website MA memang sudah putus, tapi berkasnya belum kita terima dari MA,” kata Kelik, Kamis (12/6/2025).
Putusan MA itu sudah tercatat dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Mataram, dengan nomor 664 K/PID/2025.
Amar putusan majelis hakim MA menyatakan permohonan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) ditolak. Sebaliknya, kasasi yang diajukan terdakwa dikabulkan.
“Tolak kasasi JPU (jaksa penuntut umum), kabul kasasi terdakwa, batal judex facti, adili sendiri. Tidak terbukti dakwaan penuntut umum,” bunyi amar putusan MA dikutip dari SIPP PN Mataram.
Perkara ini diputus oleh majelis hakim MA yang diketuai Yohanes Priyana, dengan anggota Noor Edi Yono dan Sigid Triyono, pada Rabu (28/5/2025).
“Membebaskan terdakwa dari dakwaan JPU,” bunyi amar putusan lainnya.
Sebelum putusan kasasi, Ida Made Singarsa divonis bersalah oleh Pengadilan Tinggi (PT) NTB. Dalam putusan nomor 222/PID/2024/PT MTR, hakim yang diketuai Sutio Jumagi Akhirno menyatakan Ida terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memakai surat palsu.
Vonis pidana yang dijatuhkan adalah lima bulan penjara. Ida dijerat dengan Pasal 263 ayat (2) KUHP berdasarkan dakwaan tunggal JPU.
Vonis banding ini lebih ringan dari vonis di tingkat pertama oleh PN Mataram. Hakim I Ketut Somanasa selaku ketua majelis dengan dua anggota, Mahyudin Igo dan Laily Fitria Titin Anugerah, menjatuhkan hukuman enam bulan penjara terhadap Ida pada 16 Oktober 2024.
Putusan PN Mataram juga lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut satu tahun penjara. Jaksa menilai terdakwa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah asli.
Persoalan hukum ini berawal dari sengketa aset lahan tempat berdirinya Gedung Wanita dan Kantor Bawaslu NTB di Jalan Udayana, Kota Mataram. Ida Made Singarsa sebelumnya menggugat secara perdata Pemerintah Provinsi NTB dan dinyatakan menang oleh majelis hakim dalam putusan peninjauan kembali (PK).
Namun, Pemprov NTB menuding kemenangan tersebut diperoleh melalui dokumen palsu.
Dokumen yang dipersoalkan yakni surat pinjam pakai atas nama Ida Made Meregeg dengan Bupati Lombok Barat saat itu, Lalu Angrat BA, pada 1964. Selain itu, terdapat dokumen tanda pendaftaran sementara tanah (pipil) atas nama Ida Made Meregeg Nomor: 97 Subak Monjok, Persil 118 seluas 3.700 meter persegi tahun 1957, serta kuitansi tanda terima uang Rp750 ribu dari Bupati Lombok Barat kepada I Made Meregeg tertanggal 25 Juli 1964.
Diduga palsu, dokumen tersebut kemudian dilaporkan ke Ditreskrimum Polda NTB. Laporan itu berujung pada penetapan Ida Made Singarsa sebagai tersangka bersama Hamdani (almarhum).
Perkara ini pun berlanjut ke persidangan hingga akhirnya Mahkamah Agung menyatakan Ida Made Singarsa tidak terbukti bersalah.