Kasus warga digigit hewan penular rabies (HPR) terus terjadi di Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, stok vaksin antirabies (VAR) di sana tipis, serum antirabies (SAR) juga habis.
“Kalau SAR sudah kosong,” kata Kepala Dinas Kesehatan Nagekeo, Emerentiana Reni Wahjuningsih, Jumat (30/5/2025).
Reni berujar, sudah sepekan lebih Nagekeo kehabisan stok SAR. Saat ini masih menunggu pengadaan stok SAR dari Dinas Kesehatan NTT.
Sementara stok VAR juga sudah hampir habis. Dinas Kesehatan Nagekeo sudah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan NTT dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk pengadaan VAR di daerah tersebut. “BPBD Nagekeo juga gesit, sementara menghubungi BNPB,” terang Reni.
Stok VAR di Nagekeo, jelas Reni, selama ini juga digunakan untuk korban gigitan HPR dari kabupaten tetangga karena pertimbangan kemanusiaan. Korban gigitan HPR di Nagekeo sebelumnya juga dibantu VAR dari kabupaten tetangga.
“VAR kami banyak membantu korban gigitan dari Kabupaten Ngada juga, nggak dipakai sendiri. Secara kemanusiaan juga kami peduli dengan korban meski bukan dari asli Nagekeo. Ngada juga membantu saat kami kehabisan VAR atau SAR,” ujar Reni.
Reni menjelaskan perbedaan dua antirabies tersebut. SAR, yang sering disebut antirabies immunoglobulin, ujar Reni, berisi antibodi terhadap virus rabies sehingga bisa langsung bekerja setelah disuntikkan. Adapun VAR berisi antigen rabies yang merangsang tubuh untuk menghasilkan antibodi tersebut.
SAR, kata Reni, diberikan kepada korban HPR untuk gigitan area wajah. Sementara VAR untuk korban dengan area gigitan selain wajah.
“Mau positif atau negatif, kan kita ga tahu, untuk antisipasinya tetap diberikan SAR bila area gigitan di wajah. VAR untuk area selain wajah,” terang Reni.
Reni mengungkapkan terdapat 299 kasus gigitan HPR di Nagekeo hingga April 2025. Paling banyak digigit anjing (291), kucing (7), dan monyet (1). Pada Mei ini, kasus gigitan oleh anjing kembali terjadi di sana.
Reni mengatakan tingginya kasus HPR di Nagekeo karena rendahnya kesadaran pemilik anjing dan HPR lainnya. Pemilik membiarkan anjingnya berkeliaran.
“Kasus gigitan disebabkan anjing-anjing yang dilepas, tidak dirantai oleh pemiliknya, dan juga karena anjing liar tidak jelas tuannya,” ujar Reni.
“Dinkes selalu berupaya dengan ketersediaan VAR. Namun, kalau tidak diimbangi dengan kesadaran pemilik anjing dengan mengikat memberikan vaksin rabies yang bisa diakses gratis ke Dinas Peternakan, ya nggak kuat sebanyak apa pun VAR yang disiapkan,” keluh Reni.
Menurut Reni, setiap tahun Bupati Nagekeo mengeluarkan surat instruksi kepada warga untuk mengikat anjing-anjing peliharaannya. Namun, banyak masyarakat yang mengabaikan.
“Masyarakat hanya bisa menuntut Pemerintah harus ready terus VAR, nggak ada timbal baliknya dengan menjaga, mengikat hewan peliharaannya. Bahkan, nggak kasih makan sampai kurus kering anjingnya. Anjing kurang gizi kan juga gampang kena virus rabies,” tegas Reni.
Selain itu, ada juga pemilik anjing yang tak mengizinkan petugas melakukan rapid test pada hewan peliharaannya itu yang sudah menggigit manusia. Sebab, rapid test untuk tes virus rabies dilakukan dengan cara memotong leher anjing.
“Nggak semua pemilik anjing mau anjingnya di-rapid test untuk tahu positif rabies apa nggak karena kan harus dipotong lehernya. Lebih mengasihi nyawa anjing,” terang Reni.