Sugiyati (36), terdakwa kasus kematian I Nyoman Widiyasa (34), kekasihnya asal Karangasem, dijatuhi hukuman enam tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Sidang digelar pada Senin, 21 April 2025.
Sugiyati dinyatakan bersalah melakukan penganiayaan yang menyebabkan kematian Widiyasa, lalu menyusun skenario seolah-olah korban tewas bunuh diri dengan cara gantung diri di kamar kos mereka di Jalan Pulau Galang, Denpasar, Minggu (21/7/2024).
“Terdakwa divonis hukuman penjara enam tahun,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Haris Dianto Saragih saat dikonfirmasi infoBali, Senin (21/4/2025).
Kasus ini bermula dari pertengkaran antara Sugiyati dan Widiyasa pada Kamis (18/7/2024) pukul 02.00 Wita. Saat itu, Widiyasa yang tengah mabuk memaki Sugiyati karena tidak menyiapkan air kelapa muda untuknya.
Cekcok berlanjut selama beberapa hari, hingga kembali memuncak pada Minggu (21/7/2024). Dalam pertengkaran itu, Widiyasa sempat melakukan kekerasan fisik terhadap Sugiyati.
Sugiyati sempat melawan, dan saat melihat Widiyasa tertidur dalam keadaan mabuk di sofa, ia membekap wajah pria itu hingga tewas. Sugiyati kemudian merekayasa kematian Widiyasa agar terlihat seperti gantung diri.
Ia sempat meminta bantuan teman kos untuk menurunkan dan membawa jasad korban ke Rumah Sakit Surya Husada, sambil mengaku bahwa kekasihnya bunuh diri.
Namun hasil autopsi mengungkap fakta sebaliknya. Dokter menemukan tanda-tanda kekerasan tumpul pada pipi kiri, leher kiri, bibir, pangkal lidah, dan batang tenggorok korban.
Cedera itu menyebabkan saluran pernapasan tertutup dan mengakibatkan mati lemas.
Dalam persidangan sebelumnya, jaksa menuntut Sugiyati dengan hukuman 15 tahun penjara berdasarkan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Namun, majelis hakim memutuskan terdakwa hanya terbukti bersalah melanggar Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian.
Majelis Hakim PN Denpasar yang diketuai I Wayan Yasa menyatakan Sugiyati tidak terbukti melakukan pembunuhan berencana.
“Itu juga dianggap hal memberatkan oleh majelis hakim,” kata JPU Haris, menanggapi pengingkaran Sugiyati dalam pembelaannya.
Sugiyati dan tim kuasa hukumnya dari Gendong Law Office menyatakan masih pikir-pikir atas putusan tersebut. Hal serupa juga disampaikan jaksa.
“Jaksa dan terdakwa menyatakan pikir-pikir,” kata Haris.
Kuasa hukum Sugiyati, I Wayan Adi Sumiarta, menyambut baik putusan majelis hakim. Ia menilai fakta-fakta di persidangan tidak mendukung dakwaan pembunuhan berencana.
“Pembelaan kami menunjukkan bahwa untuk pembunuhan tidak terbukti. Fakta-fakta persidangan lebih mengarah pada kematian akibat bunuh diri,” kata Sumiarta.
Anggota tim hukum lainnya, I Made Juli Untung Pratama, menilai keterangan ahli forensik menyebutkan tindakan Sugiyati seperti tamparan dan penarikan tidak berkaitan langsung dengan kematian korban.
Sementara itu, I Wayan ‘Gendo’ Suasana menilai kondisi fisik Widiyasa yang lebih besar dan tidak dalam keadaan lemah justru menguatkan dugaan kematian akibat gantung diri.
Sugiyati ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Juli 2024, hanya dua hari setelah kejadian. Kuasa hukumnya menilai penetapan itu terlalu cepat dan tidak memiliki dasar bukti yang kuat karena hasil otopsi baru keluar keesokan harinya.
“Pertanyaannya, apa dasar penyidik menetapkan Sugiyati sebagai tersangka pembunuhan, jika hasil otopsi belum ada pada saat itu,” ujar Sumiarta saat membacakan pledoi di hadapan majelis hakim.
Ia juga menyoroti bahwa proses investigasi dinilai dipenuhi keraguan, dan Sugiyati tidak diberi kesempatan cukup untuk membela diri. kasus hukum