Kanwil DJP Bali Catat Penerimaan Pajak Triwulan III 2025 Capai Rp 11,64 T

Posted on

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Bali mencatat penerimaan pajak di Bali hingga triwulan III 2025 mencapai Rp 11,64 triliun. Angka ini setara dengan 64,71 persen dari target yang telah ditetapkan sebesar Rp 17,99 triliun hingga September 2025.

Kepala Kanwil DJP Bali Darmawan menjelaskan penerimaan pajak tersebut meningkat Rp 1,09 triliun dibandingkan dengan periode yang sama pada 2024 sebesar Rp 10,54 triliun. Artinya, penerimaan pajak per triwulan III 2025 tumbuh 10,40 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

“Sebanyak Rp 11,64 triliun uang pajak yang telah dibayarkan oleh wajib pajak di Provinsi Bali diadministrasikan oleh satu kantor pelayanan pajak (KPP) madya dan tujuh KPP pratama,” kata Darmawan dalam keterangan tertulis yang diterima infoBali, Selasa (28/10/2025).

Darmawan lantas merinci uang pajak yang diadministrasikan oleh masing-masing KKP madya dan KKP Pratama di Bali. Mulai dari KPP Madya Denpasar dengan realisasi sejumlah Rp 5.867,88 miliar, KPP Pratama Denpasar Timur (Rp 856,16 miliar), KPP Pratama Denpasar Barat (Rp 867,03 miliar).

Berikutnya, KPP Pratama Badung Selatan (Rp 1.260,46 miliar), KPP Pratama Badung Utara (Rp 1.290,59 miliar), KPP Pratama Gianyar (Rp 870,03 miliar). Ada pula KPP Pratama Tabanan (Rp 332,83 miliar) dan KPP Pratama Singaraja (Rp 296,25 miliar).

“Apabila dilihat dari jenis pajaknya, pajak penghasilan (PPh) memiliki kontribusi terbesar, yaitu sejumlah Rp 8.033,24 miliar. Diikuti oleh pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sejumlah Rp 3.097,83 miliar,” urainya.

Sementara itu, pendapatan dari pajak bumi bangunan (PBB) dan bea perolehan hak atas tanah/bangunan (BPHTB) di Bali sebesar Rp 2,03 miliar. Kemudian pajak lainnya sebesar Rp 508,13 miliar.

Darmawan menuturkan penerimaan pajak di Bali didorong oleh beberapa sektor usaha dominan dengan realisasi dan kontribusi terhadap total penerimaan pajak. Mulai dari perdagangan besar dan eceran, reparasi, serta perawatan mobil dan sepeda motor Rp 2.229,54 miliar atau 19,15 persen.

Kemudian, penyediaan akomodasi dan makan minum Rp 1.861,04 miliar atau 15,99 persen. Aktivitas keuangan dan asuransi (Rp 1.526,32 miliar atau 13,11 persen), administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (Rp 1.085,54 miliar atau 9,32 persen), industri pengolahan (Rp 823,52 miliar atau 7,07 persen), dan sektor lainnya Rp 4.114,98 miliar atau 35,35 persen.

“Realisasi penerimaan pajak sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sangat selaras dengan kondisi pariwisata di Bali saat ini. Kondisi ini terlihat dari tingkat pertumbuhannya sebesar 26,30 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya,” imbuhnya.

Darmawan mengungkapkan penyumbang terbesar penerimaan pajak dari sektor lainnya berasal dari real estate sejumlah Rp 676,10 miliar atau 16,43 persen. Selanjutnya aktivitas profesional, ilmiah, dan teknis sejumlah Rp 559,48 miliar atau 13,60 persen.

Sementara itu, pendapatan dari pajak bumi bangunan (PBB) dan bea perolehan hak atas tanah/bangunan (BPHTB) di Bali sebesar Rp 2,03 miliar. Kemudian pajak lainnya sebesar Rp 508,13 miliar.

Darmawan menuturkan penerimaan pajak di Bali didorong oleh beberapa sektor usaha dominan dengan realisasi dan kontribusi terhadap total penerimaan pajak. Mulai dari perdagangan besar dan eceran, reparasi, serta perawatan mobil dan sepeda motor Rp 2.229,54 miliar atau 19,15 persen.

Kemudian, penyediaan akomodasi dan makan minum Rp 1.861,04 miliar atau 15,99 persen. Aktivitas keuangan dan asuransi (Rp 1.526,32 miliar atau 13,11 persen), administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (Rp 1.085,54 miliar atau 9,32 persen), industri pengolahan (Rp 823,52 miliar atau 7,07 persen), dan sektor lainnya Rp 4.114,98 miliar atau 35,35 persen.

“Realisasi penerimaan pajak sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sangat selaras dengan kondisi pariwisata di Bali saat ini. Kondisi ini terlihat dari tingkat pertumbuhannya sebesar 26,30 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya,” imbuhnya.

Darmawan mengungkapkan penyumbang terbesar penerimaan pajak dari sektor lainnya berasal dari real estate sejumlah Rp 676,10 miliar atau 16,43 persen. Selanjutnya aktivitas profesional, ilmiah, dan teknis sejumlah Rp 559,48 miliar atau 13,60 persen.