Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung menyoroti besarnya potensi kebocoran pajak akibat masih ada bidang usaha yang belum terdaftar sebagai wajib pajak. Dari 40.060 usaha legal, baru 10.596 usaha yang terdaftar sebagai wajib pajak daerah.
“Itu artinya sangat jauh potensi yang mestinya jadi pendapatan kita. Itupun yang terbit (izin 40 ribuan). Artinya 28 ribu lebih (usaha) belum terdata selama ini, apalagi terdaftar (sebagai objek pajak),” singgung Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa, Kamis (19/6/2025).
Adi menjabarkan baru 10.596 usaha dari 40 ribuan lebih usaha berizin telah terdaftar sebagai wajib pajak, ditandai dengan Nomor Objek Pajak Daerah (NOPD) atau Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD). Kata dia, angka itu belum termasuk data usaha yang tak berizin, sehingga ada peluang menambah pundi pendapatan.
“Bayangkan ini baru berdasarkan data OSS, yang berizin. Bagaimana dengan yang tidak? Dalam teori, walaupun tidak berizin, sepanjang ada transaksi, itu wajib terdaftar sebagai objek. Mungkin lebih banyak lagi (yang tak terdata),” kata dia.
Karena itu, Pemkab Badung sudah membentuk tim terpadu mencegah luputnya pendataan segala jenis usaha sebagai wajib pajak. Harapannya potensi kebocoran pendapatan asli daerah (PAD) bisa ditekan.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Selain Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Badung, di dalam tim terdapat perangkat daerah lain, pemerintah desa sampai tingkat dusun yang membantu memantau dan mendata perkembangan usaha di wilayah masing-masing.
Pemkab Badung juga menerapkan sistem untuk mengintegrasikan data perizinan usaha dengan data pajak agar akurat dan mempercepat proses pendataan dan pemungutan pajak.
“Nanti cek and balance misalnya dari OPD, atau kepala desa, lingkungan, dusun, dengan Bapenda. Harus ada. Posisi jangan melihat kewenangan, tapi setidaknya mendata, menginformasikan kepada Bapenda untuk di-follow up,” sambung politikus PDIP itu.