Sejumlah juru parkir (jukir) diduga menyalahgunakan lahan parkir di Pasar Kebon Roek, Ampenan, Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Lahan yang seharusnya digunakan untuk parkir kendaraan justru dijual kepada para pedagang di Pasar Kebon Roek untuk dijadikan lapak berjualan.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Mataram, Zulkarwin, mengaku dilematis dengan permasalahan itu. Pasalnya, pengaturan dari pasar, para pedagang yang awalnya berjualan di lapak atas akhirnya memilih turun ke lantai dasar untuk berjualan. Hal itu otomatis mempersempit ruang parkir.
“Sekarang saling lempar. Dari pihak pasar mengatakan jukir kami yang memberikan izin untuk berjualan di lahan parkir, tetapi pihak jukir kita mengatakan mereka (pedagang) tidak mau berjualan di atas,” kata Zulkarwin saat dikonfirmasi infoBali di Mataram, Jumat (16/5/2025).
Zulkarwin menegaskan akan menyatukan pemikiran terlebih dahulu dengan Dinas Perdagangan (Disdag) Mataram agar satu suara dan tidak saling menyalahkan. Selain itu, Zulkarwin juga akan berkoordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Mataram dan pihak terkait agar mengawal kasus jual beli lahan parkir tersebut.
Menurut Zulkarwin, Dishub Mataram tidak membenarkan perbuatan sejumlah jukir yang melakukan jual beli lahan untuk dijadikan lapak berjualan para pedagang di Pasar Kebon Roek. “Ndak boleh itu karena itu lahan parkir, bukan buat berdagang,” tegas Zulkarwin.
“Ini kami lakukan agar jangan sampai pengawas kami balik kanan, mereka (pedagang) turun lagi (untuk berjualan), jangan seperti itu. Biar penyelesaiannya permanenlah di sana. Sementara untuk jukir, kami akan lakukan pembinaan dahulu,” ujar Zulkarwin.
Diketahui, Pasar Kebon Roek, di Ampenan terdiri dari dua lantai. Sayangnya sejak beberapa tahun terakhir, para pedagang lebih memilih berjualan di lantai dasar. Sebab, para pembeli lebih sering berbelanja di lantar dasar daripada di atas.
Sebelumnya, Kepala TU UPTD Perparkiran Dishub Mataram, Nanok Subiyanto, menjelaskan pungutan yang dilakukan para jukir di Pasar Kebon Roek bukan berupa retribusi, melakukan penyalahgunaan lahan yang diperjualbelikan kepada pedagang.
“Bentuk pungutannya bukan retribusi, tetapi penyalahgunaan lahan yang diperjualbelikan kepada pedagang. Seharusnya lahan tersebut, lahan parkir untuk juru parkir, tetapi dijual kepada pedagang, dijadikan lahan tempat jualan,” kata Nanok, saat dikonfirmasi infoBali, Kamis (15/5/2025).
Nanok menyebut, praktik jual beli lahan parkir itu terjadi karena adanya simbiosis mutualisme antar-jukir dan pedagang. Meski menguntungkan kedua belah pihak, perbuatan tersebut tetap dianggap pelanggaran.
“Tetapi, pada praktik tersebut tidak dibenarkan karena menjadi penyalahgunaan peruntukan. Yang akhirnya, kami dapat lihat bahwa lokasi pasar jadi semrawut (karena lahan parkir yang makin minim. Kami sudah sering melakukan penindakan, namun sering terjadi dan terulang kembali,” jelas Nanok.