Wahyu Dedik Kurniawan, pria asal Pasuruan, Jawa Timur, dituntut dengan hukuman rendah oleh jaksa penuntut umum (JPU), karena menjual pacarnya di media sosial X untuk layanan seks threesome. Wahyu dituntut dengan hukuman satu tahun penjara.
Dalam kasus ini, Wahyu hanya dijerat dengan asal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) UU ITE. Kasus ini mencuat setelah penggerebekan yang dilakukan aparat di sebuah hotel mewah di kawasan Kuta Utara, Badung, Bali, pada November 2024.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, JPU dari Kejaksaan Negeri Badung menilai Waktu telah dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik bermuatan kesusilaan.
Jaksa menyebut, Wahyu mengelola akun media sosial X (sebelumnya Twitter) bernama @CaemElsa dengan nama pengguna ‘couple bali’. Akun tersebut bersifat publik dan memiliki lebih dari 19 ribu pengikut. Dalam akun tersebut, Wahyu mempromosikan kekasihnya, IA (25), untuk layanan seksual threesome.
“Menuntut terdakwa Wahyu Dedik Kurniawan dijatuhkan pidana penjara satu tahun,” ujar JPU Kejari Badung, Febrina, Selasa (29/4/2025).
Waktu disebut secara aktif mencari pelanggan di platform X. Dia mengenakan tarif sekitar Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta untuk sekali transaksi.
Praktik prostitusi ini terbongkar saat Wahyu dan IA digerebek aparat Satreskrim Polres Badung pada 4 November 2024. Petugas mendapati keduanya berada di kamar 2221 Hotel Paragon, Jalan Batu Belig, Kuta Utara, bersama seorang pria yang disebut calon pelanggan.
Dari penggerebekan itu, polisi menyita barang bukti berupa dua ponsel, uang tunai Rp 900 ribu, kondom, pelumas, dan beberapa perlengkapan hotel.
Menurut keterangan IA yang dibacakan di persidangan, ia awalnya menolak ajakan Wahyu untuk praktik seksual threesome. Namun karena tidak bekerja dan kebutuhan hidupnya ditanggung Wahyu, ia akhirnya merasa terpaksa menurut.
Wahyu juga menjanjikan akan menikahi IA. Dia bahkan meminta IA berhenti bekerja sebagai pelayan salah satu restoran di Denpasar.
“Terdakwa tidak mengancam secara fisik, tapi terus merayu dan menekan saksi secara psikologis,” ujar jaksa membacakan keterangan saksi.
Jaksa juga membeberkan bahwa Wahyu mendapatkan keuntungan pribadi dari praktik ini. Pembayaran dari pelanggan bisa dilakukan secara langsung atau melalui transfer ke rekening Wahyu dan IA. Namun, uangnya dipegang dan dikelola sepenuhnya oleh Wahyu.
“Wahyu menyebut pertama kali mempromosikan IA pada Juli 2024, dan pelanggan keempat adalah penyamaran dari aparat yang kemudian melakukan penggerebekan,” terang jaksa.
Dari fakta hukum dan alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan, termasuk tangkapan layar percakapan, akun media sosial, serta keterangan ahli IT, jaksa menyimpulkan bahwa Wahyu terbukti melanggar pasal ITE terkait penyebaran konten kesusilaan melalui sistem elektronik. Atas dasar itu, jaksa menuntut Wahyu dihukum satu tahun penjara.