Cabai sudah menjadi bagian penting dalam budaya kuliner Indonesia. Bagi banyak orang, makan tanpa rasa pedas rasanya seperti ada yang kurang.
Namun di balik sensasi nikmatnya, konsumsi cabai berlebihan ternyata bisa berdampak buruk bagi kesehatan, termasuk meningkatkan risiko kanker saluran pencernaan.
Dikutip dari infoHealth, sejumlah penelitian dalam beberapa tahun terakhir mencoba menelusuri kaitan antara konsumsi cabai dengan berbagai risiko kesehatan, termasuk kanker lambung dan usus besar.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Frontiers in Nutrition menemukan adanya hubungan kompleks antara asupan cabai dan kanker saluran cerna. Dalam jumlah sedang, cabai bisa memberikan efek perlindungan karena mengandung antioksidan. Namun, konsumsi berlebih justru berpotensi meningkatkan risiko kanker yang memengaruhi esofagus, lambung, dan usus besar.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Rasa pedas khas pada cabai berasal dari senyawa bioaktif bernama capsaicin. Zat ini dikenal memiliki berbagai manfaat, mulai dari membantu meredakan nyeri, bersifat anti-inflamasi, hingga berpotensi meningkatkan pembakaran lemak.
Namun, penelitian juga menunjukkan bahwa konsumsi cabai yang terlalu tinggi-terutama dalam bentuk mentah atau sangat pedas-dapat menimbulkan iritasi kronis pada dinding saluran pencernaan. Iritasi yang terus-menerus ini bisa memicu peradangan dan kerusakan sel, yang dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker.
Meski ada potensi risiko, bukan berarti cabai harus dihindari sepenuhnya. Dalam jumlah wajar, capsaicin justru dapat memberikan manfaat karena sifat antioksidan dan anti-inflamasinya mendukung metabolisme tubuh.
Kuncinya ada pada keseimbangan. Pola makan yang terlalu banyak makanan pedas tanpa diimbangi asupan buah, sayur, dan serat dapat memperburuk kondisi pencernaan. Kombinasi makanan bergizi seimbang penting untuk menjaga kesehatan saluran cerna dan menurunkan risiko kanker.
Artikel ini telah tayang di infoHealth. Baca selengkapnya






