Harga emas berpeluang menguat hingga akhir tahun. Mengacu situs Logam Mulia Antam, harga emas pada Kamis (25/12) tercatat sebesar Rp 2.576.000 per gram atau turun Rp 14.000 dibandingkan hari sebelumnya.
Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi memperkirakan harga emas dunia hingga akhir tahun masih berpotensi bergerak ke level US$ 4.550 per troy ons. Sementara di pasar domestik, harga emas diperkirakan dapat mencapai Rp 2.650.000 hingga Rp 2.700.000 per gram.
“Sampai akhir tahun bisa mengenai level Rp 2.650.000 sampai Rp 2.700.000-an. Itu di akhir tahun 2025,” kata Ibrahim dalam keterangannya, dikutip dari infoFinance.
Menurut Ibrahim, terdapat sejumlah sentimen yang memengaruhi pergerakan harga emas dunia maupun domestik. Sentimen tersebut antara lain kondisi geopolitik global, perpolitikan Amerika Serikat (AS), kebijakan bank sentral AS, perang dagang, hingga faktor supply dan demand.
“Geopolitik ya kemungkinan akan cukup menarik bagi pasar karena geopolitik sekarang sudah melebar, yang pertama Timur Tengah, yang kedua adalah Eropa, yang ketiga Amerika Latin, yang keempat itu adalah Laut Asia Timur,” ungkapnya.
Dari sisi perpolitikan AS, Ibrahim menilai situasi akan memanas pada tahun depan menyusul pemecatan Gubernur The Fed Lisa Cook. Keputusan resmi terkait hal tersebut dijadwalkan akan diumumkan pengadilan federal pada awal kuartal I 2026. Selain itu, Jaksa Agung Pengadilan Federal AS juga akan memutuskan gugatan terkait tarif impor.
“Artinya apa? Ini pun juga akan memanaskan situasi perpolitikan di Amerika. Karena Pak Trump sendiri sudah memberikan balasan terhadap Jaksa Agung, kalau seandainya perang dagang ini inkonstitusional, dibatalkan, ya Amerika akan kehilangan pendapatan negara sebesar US$ 2 triliun,” jelasnya.
Ia juga menyoroti adanya perubahan struktural kepengurusan The Fed, yang salah satunya akan diisi oleh figur yang dekat dengan Presiden AS Donald Trump. Kondisi ini dinilai akan membuat kebijakan The Fed menjadi lebih lunak.
Dihubungi terpisah, Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin menyampaikan pergerakan harga emas masih banyak dipengaruhi sentimen pelonggaran moneter The Fed yang diperkirakan berlangsung tahun depan. Kondisi tersebut mendorong peningkatan permintaan aset safe haven, seiring meningkatnya tensi geopolitik di Eropa Timur (Rusia-Ukraina) dan AS-Venezuela.
Nanang mencatat harga emas dunia secara tahunan telah menguat lebih dari 70%. Capaian tersebut menjadi kenaikan terbesar sejak 1979. Penguatan harga emas global juga mendorong fase baru emas domestik yang kini berada di atas Rp 2,5 juta per gram.
“Ekspektasi pemangkasan suku bunga AS membuat biaya memegang emas yang tidak berbunga menjadi lebih rendah dan menarik. Pelemahan dolar AS akibat sentimen dovish The Fed turut menopang emas. Selain karena faktor geopolitik, kekhawatiran fiskal, utang global, dan volatilitas pasar modal turut mendorong aliran ke emas,” ungkapnya kepada infocom.
Nanang menambahkan, bank sentral di negara emerging market terus menambah cadangan emas sebagai langkah diversifikasi. Permintaan emas global bahkan meningkat 6% dibandingkan tahun sebelumnya berdasarkan data World Gold Council (WGC). Ia memperkirakan harga emas masih berpotensi merangkak naik hingga akhir tahun.
“Proyeksi Harga emas (XAUUSD/dunia) di akhir tahun menjadi level resisten kunci US$ 4.580, dengan target tertinggi. Emas Antam (domestik) diperkirakan bergerak dalam rentang Harga Rp 2.400.000 – Rp 2.550.000 per gram di akhir Desember 2025, tergantung nilai tukar dan sentimen pasar,” pungkasnya.
Meski demikian, pergerakan harga emas diyakini tidak akan mengalami perubahan signifikan. Analis Mata Uang Doo Financial Futures Lukman Leong menilai pergerakan harga emas akan cenderung terbatas, mengingat minimnya aktivitas investor dan absennya rilis data ekonomi penting di akhir tahun.
Lukman memperkirakan harga emas dunia masih dapat bertahan di kisaran US$ 4.400 hingga US$ 4.500 per troy ons. Ia juga menilai pergerakan harga emas hingga akhir tahun berpotensi tidak stabil akibat rendahnya volume transaksi.
“Tidak banyak aktifitas di akhir tahun, traders umumnya menikmati liburan, dan absennya data-data ekonomi penting, emas diperkirakan akan bertahan dalam kisaran US$ 4.400-US$ 4.500. Walau demikian emas bisa juga volatile oleh rendahnya volume transaksi,” ujar Lukman.
Sentimen Politik AS dan Kebijakan The Fed
Prospek Harga Emas Menurut Valbury
Pergerakan Harga Emas Dinilai Terbatas
Dari sisi perpolitikan AS, Ibrahim menilai situasi akan memanas pada tahun depan menyusul pemecatan Gubernur The Fed Lisa Cook. Keputusan resmi terkait hal tersebut dijadwalkan akan diumumkan pengadilan federal pada awal kuartal I 2026. Selain itu, Jaksa Agung Pengadilan Federal AS juga akan memutuskan gugatan terkait tarif impor.
“Artinya apa? Ini pun juga akan memanaskan situasi perpolitikan di Amerika. Karena Pak Trump sendiri sudah memberikan balasan terhadap Jaksa Agung, kalau seandainya perang dagang ini inkonstitusional, dibatalkan, ya Amerika akan kehilangan pendapatan negara sebesar US$ 2 triliun,” jelasnya.
Ia juga menyoroti adanya perubahan struktural kepengurusan The Fed, yang salah satunya akan diisi oleh figur yang dekat dengan Presiden AS Donald Trump. Kondisi ini dinilai akan membuat kebijakan The Fed menjadi lebih lunak.
Dihubungi terpisah, Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin menyampaikan pergerakan harga emas masih banyak dipengaruhi sentimen pelonggaran moneter The Fed yang diperkirakan berlangsung tahun depan. Kondisi tersebut mendorong peningkatan permintaan aset safe haven, seiring meningkatnya tensi geopolitik di Eropa Timur (Rusia-Ukraina) dan AS-Venezuela.
Nanang mencatat harga emas dunia secara tahunan telah menguat lebih dari 70%. Capaian tersebut menjadi kenaikan terbesar sejak 1979. Penguatan harga emas global juga mendorong fase baru emas domestik yang kini berada di atas Rp 2,5 juta per gram.
“Ekspektasi pemangkasan suku bunga AS membuat biaya memegang emas yang tidak berbunga menjadi lebih rendah dan menarik. Pelemahan dolar AS akibat sentimen dovish The Fed turut menopang emas. Selain karena faktor geopolitik, kekhawatiran fiskal, utang global, dan volatilitas pasar modal turut mendorong aliran ke emas,” ungkapnya kepada infocom.
Nanang menambahkan, bank sentral di negara emerging market terus menambah cadangan emas sebagai langkah diversifikasi. Permintaan emas global bahkan meningkat 6% dibandingkan tahun sebelumnya berdasarkan data World Gold Council (WGC). Ia memperkirakan harga emas masih berpotensi merangkak naik hingga akhir tahun.
“Proyeksi Harga emas (XAUUSD/dunia) di akhir tahun menjadi level resisten kunci US$ 4.580, dengan target tertinggi. Emas Antam (domestik) diperkirakan bergerak dalam rentang Harga Rp 2.400.000 – Rp 2.550.000 per gram di akhir Desember 2025, tergantung nilai tukar dan sentimen pasar,” pungkasnya.
Meski demikian, pergerakan harga emas diyakini tidak akan mengalami perubahan signifikan. Analis Mata Uang Doo Financial Futures Lukman Leong menilai pergerakan harga emas akan cenderung terbatas, mengingat minimnya aktivitas investor dan absennya rilis data ekonomi penting di akhir tahun.
Lukman memperkirakan harga emas dunia masih dapat bertahan di kisaran US$ 4.400 hingga US$ 4.500 per troy ons. Ia juga menilai pergerakan harga emas hingga akhir tahun berpotensi tidak stabil akibat rendahnya volume transaksi.
“Tidak banyak aktifitas di akhir tahun, traders umumnya menikmati liburan, dan absennya data-data ekonomi penting, emas diperkirakan akan bertahan dalam kisaran US$ 4.400-US$ 4.500. Walau demikian emas bisa juga volatile oleh rendahnya volume transaksi,” ujar Lukman.
