Gubernur NTB Ingin Pelaku ‘Walid Lombok’ Dihukum Berat

Posted on

Kisah memilukan para mantan santriwati yang menjadi korban ‘Walid Lombok’ membuat Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Muhamad Iqbal ingin menangis. Para korban pencabulan AF pimpinan yayasan pondok pesantren (ponpes) ditemui oleh Iqbal di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) NTB, Rabu (23/4/2025) malam.

Iqbal bertemu sekitar 30 menit dengan para korban. Iqbal lantas mengungkapkan kesedihannya. “Ngenes banget, rakyatku jadi korban. Mau nangis rasanya,” kata Iqbal saat diwawancarai di UPTD PPA NTB.

Setelah bertemu para korban, Iqbal segera menghubungi Kapolda dan Kajati NTB terkait tindak lanjut kasus tersebut. Dia ingin AF dihukum seberat-beratnya. Diduga ada puluhan santri dan mantan santri yang menjadi korban kebejatan AF.

“Siapapun yang melakukan pelecehan seksual, harus diberikan hukuman seberat-beratnya. (Ini) sebagai pesan supaya (kejadian seperti ini) tidak terjadi lagi. Kalau hukumannya ringan, ini (akan) jadi preseden buruk buat mencegah pelecehan seksual ke depan,” tegasnya.

Setelah mendapatkan cerita langsung dari para korban, Iqbal membenarkan kejadian pelecehan seksual yang dilakukan ketua yayasan pondok pesantren (ponpes) di Gunung Sari, Lombok Barat (Lobar), tersebut berlokasi di pesantren.

“Memang kejadiannya di pesantren, tapi ini tidak ada kaitannya dengan pesantren. Ini (murni ulah) predator, memang orang ini yang jahat,” jelas Iqbal.

Di sisi lain, Iqbal berpesan kepada teman-teman pendamping korban agar terus memberikan perhatian kepada para korban ‘Walid Lombok’.

“Yang paling penting memberikan perlindungan (pada korban), jangan sampai dia (korban) mengalami reviktimisasi, sudah jadi korban, jadi korban lagi. Terutama dapat hukuman sosial, itu yang kami takutkan, mereka sepenuhnya korban, jadi kita jaga identitasnya, kita jaga privasi mereka, apalagi ada yang sudah punya suami,” terang mantan Dubes Turki tersebut.

Terkait kasus kekerasan seksual yang dialami para korban, Iqbal memastikan korban ‘Walid Lombok’ ini akan mendapatkan rehabilitasi dan trauma healing dari psikolog.

“Apapun yang mereka butuhkan dalam rangka rehabilitasi dan integrasi sosial akan kami bantu, supaya proses trauma healing mereka berjalan dengan lancar. Kita berikan sikolog klinis yang profesional untuk pendampingan,” katanya.

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram Joko Jumadi mendorong aparat penegak hukum (APH) menerapkan pasal hukuman mati untuk AF. Yakni, Pasal 81 ayat 5 dan Pasal 82 ayat 4 Undang-Undang Perlindungan Anak.

“Sehingga nantinya pelaku ini bisa diancam dengan pidana maksimal. (Misalkan) pidana mati seumur hidup, itu bisa dilakukan. Misalkan saja seperti kasus yang ada di Jawa Barat, yang kemudian juga banyak santri yang menjadi korban. Saya pikir itu bisa dilakukan oleh APH sekarang,” kata Joko saat diwawancarai di UPTD PPA NTB, Rabu sore.

Joko juga mengungkapkan keterangan sejumlah korban yang sudah diperiksa polisi. “Lima di antaranya sudah disetubuhi. Dan dari identifikasi yang dilakukan teman-teman ada 22 (korban). Hari ini juga, dari tim sudah mengirimkan surat permohonan perlindungan dan permohonan restitusi ke LPSK,” tutur Joko.

Di sisi lain, Joko mempertanyakan peran Kementerian Agama (Kemenag) dalam kasus ini.

“Yang dipertanyakan adalah Kemenag ngapain? Seharusnya Kemenag menguatkan ponpes, memperbaiki tata kelolanya, memperbaiki sistem pengawasannya. Tidak kemudian tiba-tiba melakukan pembekuan atau penutupan begitu saja. Kan harus ada proses itu. (Masalahnya) proses ini nggak dilakukan oleh Kemenag,” cecar Joko.

Joko menyinggung Kemenang yang sebelumnya berjanji akan membentuk satgas merespons maraknya kasus kekerasan seksual beberapa waktu lalu. Namun, hingga saat ini janji itu tak terlaksana.

“Janjinya ketika ada kasus ponpes AA tahun lalu, akan membentuk satgas, sampai hari ini nggak ada. (Lalu) kalau kemudian hari ini kemenag melakukan pembekuan atau menutup ponpes, kenapa kemarin pas kasus AA tidak langsung ditindaklanjuti. Padahal itu sistematik. Kalau (kasus Walid Lombok) ini kan satu oknum, tetapi waktu AA itu sistematik,” katanya.

Korban dugaan pelecehan seksual AF yang melapor terus bertambah. Hingga kini, ada 10 korban sudah melapor dan diperiksa penyidik Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Mataram. Polisi segera menetapkan AF sebagai tersangka.

Kasat Reskrim Polresta Mataram AKP Regi Halili mengungkapkan sembilan orang yang merupakan alumnus ponpes atau mantan santriwati mengaku sebagai korban pencabulan. Sementara, satu merupakan korban persetubuhan.

“Total 10 orang, 9 orang cabul dan 1 persetubuhan,” kata Regi kepada infoBali, Rabu.

Regi menegaskan AF yang sekarang masih berstatus saksi segera ditetapkan sebagai tersangka. Polisi perlu melakukan pemeriksaan tambahan terhadap para korban sebelum menetapkan tersangka.

“Kalau korbannya datang hari ini untuk diperiksa lanjutan, kami tetapkan hari ini,” tegas dia.

AF sampai sekarang masih ditahan oleh penyidik agar tidak kabur. Selain itu, penyidik juga mempertimbangkan keselamatan AF.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTB meminta Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal segera melakukan evaluasi secara menyeluruh imbas maraknya kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual di sektor pendidikan di NTB.

“Saya sangat prihatin dengan adanya fenomena dan fakta ini, ini darurat. Oleh karena itu, kita harus segera lakukan evaluasi secara menyeluruh dan membangun SOP bagaimana perlindungan, agar tidak terjadi lagi (kasus) kekerasan seksual di wilayah mana saja,” kata anggota Komisi V DPRD NTB, Didi Sumardi saat diwawancarai di Mataram, Rabu.

Menurut Didik, Gubernur NTB harus segera mengambil sikap tegas, pasca maraknya kasus kekerasan seksual di NTB.

“Evaluasi menyeluruh ini harus segera dilakukan, baik itu di sektor pendidikan, kesehatan maupun sosial. Dan saya kira, Pak Gub harus mengambil inisiatif memerintahkan OPD terkait, karena nggak bisa satu OPD saja, termasuk juga dengan Kemenag. Kemenag termasuk bagian yang tidak bisa bisa terpisahkan, kemudian bupati/wali kota se-NTB juga,” tutur Didik.

Tingginya angka kasus kekerasan seksual yang terjadi di NTB saat ini, dinilai Didik menimbulkan kecemasan luar biasa bagi masyarakat yang menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan.

“Saya khawatir terjadi ketakutan berlebih bagi masyarakat, (nanti sampai ada yang) berpikir anaknya aman nggak ya (sekolah di sana),” tandas politikus Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut.

Diberitakan sebelumnya, diduga puluhan santriwati dan alumnus menjadi korban pelecehan seksual oleh AF. Namun, sebagian besar belum melapor. AF diduga melecehkan santriwatinya di lokasi berbeda-beda.

AF dilaporkan oleh alumni santriwatinya setelah termotivasi oleh serial ‘Bidaah’, drama Malaysia yang viral di media sosial (medsos). Para korban menyebut AF mirip tokoh Walid dalam serial tersebut.

Iqbal Ingin Pelaku Dihukum Berat

LPA Mataram Dorong Pasal Hukuman Mati

Pertanyakan Peran Kemenag

Korban yang Melapor Bertambah

Darurat Kekerasan Seksual