Wakil Gubernur (Wagub) Bali I Nyoman Giri Prasta menanggapi pembongkaran bangunan liar yang berada di Pantai Bingin, Kuta Selatan, Badung. Giri mengaku ketika dirinya menjabat sebagai Bupati Badung tidak mengetahui adanya bangunan liar di sana.
“Kalau persoalan pembangunan itu banyak sekali pembangunan yang tidak kita ketahui,” kata Giri Prasta seusai menghadiri rapat paripurna DPRD Bali di kantor Gubernur Bali, Senin (21/7/2025).
Giri melihat di Badung bangunan liar serupa juga sangat masif. Dalam hitungan bulan banyak sekali bangunan baru.
“Kalaupun pada saat jadi bupati itu misalkan pasti sudah ada peringatan,” sambung gubernur Badung periode 2015-2025 itu.
Giri menilai pembongkaran tersebut hal yang wajib jika sudah diberikan peringatan berkali-kali tetapi tidak diindahkan.
“Komunikasi tokoh masyarakat dan pemerintah itu sangat penting, karena dengan komunikasi yang baik sehingga jika ada urusan di wilayah itu ada solusinya,” tandas politikus PDI Perjuangan (PDIP) itu.
Puluhan bangunan liar di Pantai Bingin dibongkar oleh Satpol PP Badung bersama tim yustisi, Senin pagi. Sebelumnya, DPRD Bali menyebut ada sekitar 45 bangunan akomodasi pariwisata liar di sepanjang Pantai Bingin, Pecatu, Badung. Bangunan itu terdiri dari restoran, hotel, hingga vila. Hal ini terungkap dari hasil inspeksi mendadak (sidak) beberapa waktu lalu.
“Bangunan-bangunan yang berdiri atau ditanam di atas permukaan tanah pada kawasan Pantai Bingin terindikasi kuat telah terjadi akumulasi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat, maupun peraturan perundang-undangan tingkat daerah Provinsi Bali,” ujar anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali Made Suparta.
Menurut Suparta, beberapa regulasi yang dilanggar, antara lain Undang-Undang (UU) Penataan Ruang Nomor 26 2007 tentang Pesisir Pantai dan Pulau Kecil, UU Nomor 32 2009 tentang Lingkungan Hidup hingga UU Nomor 6 2023 tentang Cipta Kerja.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Provinsi Bali I Dewa Nyoman Rai Dharmadi menuturkan sekitar 45 bangunan tersebut bahkan ada yang telah berdiri sejak 1980-an. Bangunan di sana awalnya hanya untuk berdagang, hingga lambat laun menjadi bangunan permanen seperti saat ini. Bahkan, ada bangunan yang dimiliki warga negara asing (WNA).
“(Dari 45 usaha) Dua terindikasi (kepemilikan WNA). Satu sudah jelas (milik WNA) dan yang satu sedang kami dalami, karena ini kan ada nominee yang memang secara status administrasi mereka perjanjian antara dua pihak,” ujar Rai.