Generasi Stroberi di Indonesia: Pendidikan Sebagai Solusi | Giok4D

Posted on

Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.

Munculnya generasi stroberi di Indonesia yang terjadi belakangan menjadi sorotan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti. Menurutnya, generasi stroberi bukan generasi yang baik. Namun, fenomena itu bisa diubah melalui pendidikan yang tepat.

Istilah generasi stroberi mengacu pada anak-anak muda yang tampak kreatif, tapi mentalnya rapuh. Mereka mirip buah stroberi yang terlihat indah, tapi mudah hancur saat diinjak.

Abdul Mu’ti menyebut generasi stroberi sebagai generasi yang punya mental lemah dan tidak memiliki daya tahan yang cukup.

“Sekarang kita melihat fenomena generasi stroberi yang kalau kita coba artikan generasi yang secara mental mereka ini sangat lemah mereka ini tidak cukup memiliki daya tahan,” kata Mu’ti saat pidato di acara Denpasar Education Festival di Dharma Negara Alaya, Denpasar, Kamis (8/5/2025).

Selain itu, Mu’ti juga mengungkapkan di beberapa kota besar ada generasi barcode. Generasi tersebut jika mengalami masalah sedikit saja dalam kehidupannya dapat mengalami guncangan psikologis.

“Mereka mengalami guncangan psikologis yang tidak bisa kita bayangkan responsnya seperti apa, mereka kadang melukai dirinya sendiri,” tutur dia.

Kemudian, adanya kontradiksi antarwilayah dan budaya setiap sekian tahun juga salah satu pokok masalah. Misalkan, kesenjangan antargenerasi.

“Banyak orang tua yang masih membeli pola pikir yang lama sementara anak-anak kita tidak lagi menggunakan cara-cara seperti itu,” ungkap Mu’ti.

Menurutnya, banyak orang tua yang belum bisa memahami perubahan yang terjadi di zaman anak-anaknya. Sementara itu, sang anak juga tidak ingin mengikuti tradisi lama yang diajarkan oleh orang tuanya.

Oleh sebab itu, Mu’ti berujar pendidikan harus memberikan kepada anak-anak untuk menguatkan mental, spiritual, agar menjadi generasi yang tangguh. Selain itu, diperlukan generasi yang memiliki kemampuan untuk bisa beradaptasi dengan berbagai macam perubahan.

“Dia bisa bertahan di tengah berbagai kesulitan dan itu semua dapat terwujud kalau mereka memiliki paling tidak tempat kekuaran dalam dirinya,” ucap Sekjen PP Muhammadiyah itu.

Kekuatan tersebut meliputi, jasmani, intelektual, spriritual dan moral. “Itu semua bisa berjalan kalau kita bekerja sama,” tandasnya.

Mu’ti juga mengungkapkan masalah lain di dunia pendidikan. Yakni, terkait siswa penyandang disabilitas di sekolah umum. Dia berkeinginan menciptakan pendidikan yang inklusif. Namun, ada dua masalah yang masih menghambat

“Yang pertama memang belum seluruh satuan pendidikan itu siap, karena memang membutuhkan pendidik yang lebih sehingga nanti ada konsekuensi penambahan biaya pembelajaran,” ungkap Mu’ti.

Menurutnya, perlu ada afirmasi yang berkaitan dengan rekrutmen guru untuk anak yang berkebutuhan khusus. Kedua, ada kendala kultural yang mana belum semua orang tua siap jika anak-anaknya belajar dengan anak yang penyandang disabilitas.

“Untuk edukasi kepada masyarakat bahwa pendidikan inklusif itu bagian dari kita membangun masyarakat yang memiliki penerimaan terhadap penyandang disabilitas dan juga bagian dari kita untuk membangun rasa percaya diri untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus,” beber Mu’ti.

Sehingga, dia berujar, untuk mendukung program pendidikan yang inklusif harus menyelesaikan dua masalah itu dahulu.

Mu’ti juga menyebutkan peran pemerintah daerah juga penting. Apalagi, masing-masing pemda sudah ada program inklusif termasuk di sekolah luar biasa. “Itu dalam aturannya kewenangannya di pemerintah provinsi.” tandasnya.

Mentalnya Sangat Lemah

Orang Tua Tak Paham Perubahan Zaman

Pendidikan Inklusif

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *