Gumpalan busa kembali muncul di perairan Teluk Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (24/12/2025). Nelayan menduga gumpalan busa berwarna coklat tersebut berasal dari limbah Pembangkit Tenaga Listrik Uap (PLTU) Bonto, Kota Bima.
Gumpalan busa itu terpantau di dua lokasi berbeda. Di bagian barat Teluk Bima, busa muncul di sekitar Dermaga Bajo, Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima. Sementara di bagian timur, gumpalan serupa terlihat di Pantai Ule, Kota Bima.
“Gumpalan busa coklat seperti ini muncul lagi di Dermaga Bajo,” ucap Yusuf, warga Desa Bajo kepada infoBali, Rabu (24/12/2025).
Yusuf mengungkapkan, kemunculan busa coklat bukan kali pertama terjadi di wilayah tersebut. Ia menyebut fenomena serupa sudah sering muncul sejak 2023. Tahun 2025 ini menjadi tahun ketiga kemunculan busa di perairan Teluk Bima.
“Tiap tahun tetap ada. Kalau tidak salah, ini tahun ketiga busa coklat muncul di sini,” katanya.
Yusuf berharap pemerintah daerah dan dinas teknis terkait turun tangan menangani persoalan tersebut. Ia khawatir, jika dibiarkan, kemunculan busa coklat dapat mencemari Teluk Bima dalam jangka panjang.
“Harus ditangani serius supaya Teluk Bima tak tercemar. Kami yang tinggal di pesisir Teluk Bima terkena dampaknya secara langsung,” harapnya.
Dugaan Limbah PLTU
Pendapat serupa disampaikan warga Kelurahan Ule, Kecamatan Asakota, Kota Bima, Deden. Nelayan di Lingkungan Songgela ini menduga gumpalan busa di Teluk Bima berasal dari pembuangan air limbah pembakaran batu bara di PLTU Bonto.
“Saya menduga ini limbah dari PLTU Bonto yang menggunakan BBM jenis batu bara,” katanya.
Menurut Deden, dugaan tersebut bukan tanpa alasan. Ia menyebut sejak PLTU Bonto mulai beroperasi, fenomena gumpalan busa kerap muncul di Teluk Bima dan terjadi hampir setiap tahun. Dampaknya pun dirasakan langsung oleh warga pesisir.
“Lokasi PLTU Bonto ini juga berada di bagian utara Teluk Bima,” ungkapnya.
Deden menuturkan, kemunculan busa di Teluk Bima sebelumnya pernah diteliti. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa busa muncul akibat penggunaan pestisida secara masif di lahan pertanian jagung.
Namun, ia meragukan kesimpulan tersebut. Menurutnya, lahan pertanian jagung yang menggunakan pestisida tidak hanya berada di Bima, tetapi juga di Dompu dan Sumbawa dengan luas lahan yang lebih besar.
“Kalaupun munculnya busa ini dampak dari limbah pestisida, kenapa hanya di Teluk Bima. Sementara di tempat lain tidak ada. Air lautnya tidak pernah muncul fenomena seperti ini,” tandasnya.






