Hasil autopsi ulang terhadap jenazah Juliana Marins di Brasil telah diumumkan. Hasilnya tidak jauh berbeda dengan autopsi di Rumah Sakit Bali Mandara (RSBM), Denpasar.
Juliana dipastikan meninggal dunia setelah jatuh dari tebing Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada 21 Juni 2025.
Dikutip dari infoTravel, Jumat (11/7/2025), autopsi forensik di Brasil menunjukkan Juliana meninggal 15 menit setelah jatuh dari tebing. Hasil ini serupa dengan autopsi oleh dokter spesialis forensik RSUP IGNG Ngoerah, Ida Bagus Putu Alit, yang menyebut Juliana meninggal sekitar 20 menit setelah terjatuh.
“Autopsi baru itu melengkapi hasil awal yang sebelumnya dilakukan di Indonesia. Para ahli forensik di Brasil menyatakan bahwa mereka belum bisa memastikan secara pasti waktu kematian Juliana. Namun, diperkirakan korban masih hidup dan bertahan selama sekitar 10 hingga 15 menit setelah benturan,” demikian laporan O Globo seperti dilansir infoTravel.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Dalam dokumen kepolisian Brasil disebutkan kemungkinan periode agonal, yakni fase antara trauma dan kematian yang ditandai stres ekstrem serta kegagalan progresif organ tubuh. Meski luka yang diderita Juliana mematikan, para ahli forensik memperkirakan ia sempat mengalami beberapa menit penderitaan sebelum meninggal.
Seperti autopsi pertama di Indonesia, pemeriksaan baru ini pun tidak bisa menentukan hari dan jam kematian secara akurat.
Jenazah Juliana diautopsi ulang setelah keluarganya curiga ada kelalaian otoritas Indonesia dalam penyelamatan. Keluarga menduga Juliana ditelantarkan setelah terperosok ke jurang.
“Juliana terjatuh dari tebing pada 21 Juni 2025, saat melakukan pendakian di Gunung Rinjani. Dia masih terlihat hidup setelah terjatuh, tapi bantuan baru tiba hampir 90 jam kemudian,” tulis O Globo.
“Jenazahnya baru bisa dievakuasi dari lokasi kejadian pada tanggal 25 Juni 2025, dengan bantuan para relawan dan tim penyelamat lokal,” sambung laporan tersebut.
Nama Juliana Diabadikan di Brasil
Sebagai bentuk penghormatan, Pemerintah Kota Niteroi, di Metropolitan Rio de Janeiro, meresmikan plakat dengan nama Juliana di Camboinhas. Mirador (titik pandang) dan Pantai do Sossego juga diabadikan dengan nama Juliana Marins.
Setelah autopsi pertama pada 27 Juni 2025, dokter forensik Ida Bagus Putu Alit menyatakan hasilnya serupa. Juliana meninggal karena benturan keras, bukan hipotermia, dengan luka terparah di dada.
“Autopsi ulang memang hak keluarga. Prinsipnya, dokter forensik bersifat netral, imparsial. Jadi saya yakin dokter di Brasil konsepnya sama,” kata Alit, Jumat (11/7/2025).
Alit memastikan tidak ada komunikasi antara pihaknya dan forensik Brasil. Namun, ia yakin prinsip kerja autopsi sama di mana pun.
“Jadi mungkin ada perbedaan tapi pada prinsipnya itu sama,” jelasnya.
Jenazah Juliana diterbangkan ke Brasil dengan pembalseman agar tidak cepat membusuk, sehingga pemeriksaan patologi tetap bisa dilakukan. Alit menambahkan metode autopsi tiap negara bisa berbeda, meski prinsipnya serupa.
“Dokter forensik di Indonesia menggunakan metode leetule yang dimodifikasi. Untuk yang di sana saya tidak tahu. Prinsipnya sama, membuka rongga tubuh, dilihat organ-organ dan kelainan yang ada,” pungkasnya.