Evaluasi MBG Seusai Siswa Keracunan, Melki Minta Penyajian Ikuti BGN-BPOM baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Emanuel Melkiades Laka Lena, mengevaluasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) seusai siswa mengalami keracunan. Menurutnya, peristiwa keracunan yang dialami siswa di Kota Kupang dan Sumba Barat Daya perlu direspons serius.

“Agar kejadian-kejadian seperti ini tidak terulang lagi di kemudian hari. Ini bukan soal program MBG yang salah, tetapi tata kelolanya yang perlu diperhatikan di tingkat pelaksana,” kata Melki dalam siaran pers, Jumat (25/7/2025).

Melki mengingatkan agar penyajian MBG harus betul-betul sesuai dengan arahan Badan Gizi Nasional (BGN) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

“Kalau kita kerja sesuai dengan arahan yang dibuat oleh BGN dan beberapa pihak terkait seperti Badan POM dan yang lainnya, tidak mungkin keracunan. Ini persoalan tata kelola yang perlu dibenahi,” jelas Melki.

Melki menegaskan program MBG di NTT sudah berjalan di banyak tempat. Menurutnya, sudah waktunya untuk melakukan evaluasi pelaksanaan program MBG di NTT agar bisa diakselerasi dengan cepat sesuai arahan dan tugas dari pemerintah pusat. Terlebih, NTT mendapatkan kuota pendirian sebanyak 600 sampai 800 dapur MBG.

“Untuk itu penting agar evaluasi terkait percepatan pembuatan dapur ini harus disikapi secara serius, baik oleh pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota se-NTT. Intinya adalah jumlah dapur di NTT ini makin lama makin mendekati yang memang harus didirikan di NTT,” tegas Melki.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Bagi Melki, akselerasi pembuatan dapur harus dikerjakan untuk meminimalisasi hilangnya kesempatan bagi anak-anak NTT dalam mendapatkan MBG. Melki juga tak ingin masyarakat kehilangan kesempatan kerja dalam program tersebut.

Selain mampu menghidupi masyarakat, tutur Melki, program MBG juga dapat mendongkrak upaya pengentasan stunting dan gizi buruk di NTT. Menurutnya, program MBG, dari aspek gizi tentunya, baik bagi siswa-siswi maupun balita hingga siswa pendidikan anak usia dini (PAUD).

“Aspek gizi mestinya bagus untuk siswa-siswi, balita dan anak PAUD. Aspek ekonomi, program ini berpotensi memutar perekonomian di daerah sekitar sekolah dan dapur yang bergerak. Membuka lapangan kerja dan memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat yang menjadi bagian dari dapur MBG atau juga supply chainnya,” tutur Melki.

Melki mengimbau kepada pemkab dan pemkot se-NTT agar mengimplementasikan program MBG dengan baik. “Intinya adalah tidak boleh lagi ada kata tidak bisa untuk pelaksanaan MBG untuk alasan apa pun juga,” tegas Melki.

Diberitakan sebelumnya, program MBG yang diharapkan menyehatkan justru menjadi petaka bagi ratusan siswa di NTT. Dalam dua hari, 215 pelajar dari dua kabupaten dilaporkan mengalami gejala keracunan.

Siswa itu tersebar di Kota Kupang dan Kabupaten Sumba Barat Daya. Mayoritas siswa mengalami mual dan muntah hingga akhirnya dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.

Bagi Melki, akselerasi pembuatan dapur harus dikerjakan untuk meminimalisasi hilangnya kesempatan bagi anak-anak NTT dalam mendapatkan MBG. Melki juga tak ingin masyarakat kehilangan kesempatan kerja dalam program tersebut.

Selain mampu menghidupi masyarakat, tutur Melki, program MBG juga dapat mendongkrak upaya pengentasan stunting dan gizi buruk di NTT. Menurutnya, program MBG, dari aspek gizi tentunya, baik bagi siswa-siswi maupun balita hingga siswa pendidikan anak usia dini (PAUD).

“Aspek gizi mestinya bagus untuk siswa-siswi, balita dan anak PAUD. Aspek ekonomi, program ini berpotensi memutar perekonomian di daerah sekitar sekolah dan dapur yang bergerak. Membuka lapangan kerja dan memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat yang menjadi bagian dari dapur MBG atau juga supply chainnya,” tutur Melki.

Melki mengimbau kepada pemkab dan pemkot se-NTT agar mengimplementasikan program MBG dengan baik. “Intinya adalah tidak boleh lagi ada kata tidak bisa untuk pelaksanaan MBG untuk alasan apa pun juga,” tegas Melki.

Diberitakan sebelumnya, program MBG yang diharapkan menyehatkan justru menjadi petaka bagi ratusan siswa di NTT. Dalam dua hari, 215 pelajar dari dua kabupaten dilaporkan mengalami gejala keracunan.

Siswa itu tersebar di Kota Kupang dan Kabupaten Sumba Barat Daya. Mayoritas siswa mengalami mual dan muntah hingga akhirnya dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *