Jaksa menuntut mantan pegawai Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Mataram (Unram), Semah, dengan pidana penjara 10 tahun atas kasus pemerkosaan terhadap mahasiswi Unram hingga melahirkan.
“Menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun,” demikian bunyi tuntutan jaksa penuntut sebagaimana dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Kamis (13/11/2025).
Selain pidana penjara, Semah juga dituntut membayar denda Rp 60 juta. Jika tidak dibayar, denda diganti dengan pidana kurungan enam bulan.
“Memerintahkan terdakwa tetap ditahan,” demikian isi tuntutan lainnya.
Dalam tuntutan yang dibacakan di PN Mataram, jaksa menyatakan perbuatan Semah melanggar dakwaan pertama, yaitu Pasal 6 huruf b UU RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
“Menyatakan terdakwa Semah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan ‘setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum’ sebagaimana dakwaan alternatif,” sebut jaksa.
Plt Kasi Intel Kejari Mataram, Dwi Setiyawan, membenarkan tuntutan tersebut. “Iya benar,” kata Dwi kepada infoBali.
Humas PN Mataram, Lalu Moh Sandi Iramaya, juga membenarkan tuntutan jaksa terhadap Semah.
“Iya, tuntutan pidana 10 tahun dan denda Rp 60 juta subsider 6 bulan (kurungan badan),” ujarnya kepada infoBali.
Sidang lanjutan dijadwalkan pekan depan dengan agenda pembelaan dari terdakwa.
“Untuk (sidang lanjutan dengan agenda) pembelaan, Kamis (20/11/2025) minggu depan,” tandasnya.
Kasus pemerkosaan ini terjadi pada 2023 dan baru terungkap pada 2024. Korban kini telah melahirkan bayi perempuan.
Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unram, Joko Jumadi, menjelaskan peristiwa itu bermula ketika korban baru selesai menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Lombok Timur. Saat itu, korban pernah kesurupan.
“Dia (pelaku) sebagai (pegawai) LPPM dianggap sebagai orang yang bisa menyembuhkan kesurupan, diminta untuk proses penyembuhan,” terang Joko.
Pelaku mendatangi korban ke lokasi KKN, membawa korban ke kosnya di Mataram, lalu mengobatinya. Setelah sembuh, korban dikembalikan ke lokasi KKN.
Peristiwa pemerkosaan terjadi seminggu setelah korban selesai KKN. Pelaku datang ke kos korban dengan alasan ingin mengobati korban yang sedang sakit dan tidak bisa menggerakkan kedua kakinya.
“Pada saat itu, korban sedang sakit. Kemudian dia (pelaku) menawar akan mengobati. Tapi bukannya mengobati, malah menyetubuhi si korban,” ujar Joko.
Korban tinggal sendiri di kos. Pelaku memanfaatkan kondisi korban yang lemah untuk memaksanya melayani nafsu.
“Korban dipaksa, karena kan dalam kondisi tidak berdaya dia (korban). Kakinya itu tidak bisa digerakkan saat kejadian. Mau teriak nggak berani,” tambahnya.
Sekitar dua bulan setelah kejadian, korban baru menyadari dirinya hamil. Ia kemudian menemui pelaku untuk memberi tahu soal kehamilan.
“Pelaku (saat itu) ngomong akan bertanggung jawab,” kata Joko.
Korban sempat lega mendengar janji pelaku yang bersedia menikahi dan menafkahinya. Namun, pelaku justru memanipulasi korban hingga kembali berhubungan badan dengannya.
“Korban mengikuti kemauan pelaku dan terjadi lagi persetubuhan hingga korban melahirkan,” ucap Joko.
Anak korban kini berusia lebih dari satu tahun. Namun, saat anak berusia sekitar enam bulan, pelaku tak juga menepati janji menikahi korban.
“Akhirnya dilaporkan ke Satgas PPKS Unram,” pungkasnya.
Kronologi Kasus
Kasus pemerkosaan ini terjadi pada 2023 dan baru terungkap pada 2024. Korban kini telah melahirkan bayi perempuan.
Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unram, Joko Jumadi, menjelaskan peristiwa itu bermula ketika korban baru selesai menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Lombok Timur. Saat itu, korban pernah kesurupan.
“Dia (pelaku) sebagai (pegawai) LPPM dianggap sebagai orang yang bisa menyembuhkan kesurupan, diminta untuk proses penyembuhan,” terang Joko.
Pelaku mendatangi korban ke lokasi KKN, membawa korban ke kosnya di Mataram, lalu mengobatinya. Setelah sembuh, korban dikembalikan ke lokasi KKN.
Peristiwa pemerkosaan terjadi seminggu setelah korban selesai KKN. Pelaku datang ke kos korban dengan alasan ingin mengobati korban yang sedang sakit dan tidak bisa menggerakkan kedua kakinya.
“Pada saat itu, korban sedang sakit. Kemudian dia (pelaku) menawar akan mengobati. Tapi bukannya mengobati, malah menyetubuhi si korban,” ujar Joko.
Korban tinggal sendiri di kos. Pelaku memanfaatkan kondisi korban yang lemah untuk memaksanya melayani nafsu.
“Korban dipaksa, karena kan dalam kondisi tidak berdaya dia (korban). Kakinya itu tidak bisa digerakkan saat kejadian. Mau teriak nggak berani,” tambahnya.
Sekitar dua bulan setelah kejadian, korban baru menyadari dirinya hamil. Ia kemudian menemui pelaku untuk memberi tahu soal kehamilan.
“Pelaku (saat itu) ngomong akan bertanggung jawab,” kata Joko.
Korban sempat lega mendengar janji pelaku yang bersedia menikahi dan menafkahinya. Namun, pelaku justru memanipulasi korban hingga kembali berhubungan badan dengannya.
“Korban mengikuti kemauan pelaku dan terjadi lagi persetubuhan hingga korban melahirkan,” ucap Joko.
Anak korban kini berusia lebih dari satu tahun. Namun, saat anak berusia sekitar enam bulan, pelaku tak juga menepati janji menikahi korban.
“Akhirnya dilaporkan ke Satgas PPKS Unram,” pungkasnya.






