Ni Wayan Budiastuti (34), mantan Kepala Urusan (Kaur) Keuangan Desa Undisan, Kecamatan Tembuku, Bangli, menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Denpasar, Jumat (18/7/2025). Dia didakwa melakukan tindak pidana korupsi dana desa sebesar Rp 323.955.628,85.
Jaksa penuntut umum (JPU) Luh Putu Esty Punyantari membeberkan Budiastuti mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun anggaran 2021-2022. Dana desa yang dia korupsi peruntukannya bervariasi. Mulai dari dana yang seharusnya untuk gaji ke-13 hingga pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan perangkat desa.
Tim jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari)Bangli itu mengatakan terdakwa melakukan aksinya dengan berbagai modus. Salah satunya, membuat dua versi dokumen pencairan dana. Satu dokumen dengan keterangan lengkap dan satu lagi kosong yang telah ditandatangani I Ketut Suardikayasa selaku Perbekel Desa Undisan.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
JPU yang membacakan dakwaan didepan Ketua Majelis Hakim Tipikor Denpasar, Ni Made Oktimandini pada Jumat (18/7/2025) mengatakan terdakwa menyelipkan dokumen permintaan penarikan dana di antara tumpukan berkas agar bisa ditandatangani tanpa verifikasi sekretaris desa.
“Dokumen lalu digunakan untuk memindahkan dana ke rekening pribadinya,” kata jaksa Esty saat membacakan uraian dakwaan di persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Ni Made Oktimandini.
Dana yang ambil terdakwa dari berbagai pos APBDes, di antaranya, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) tahun sebelumnya sebesar Rp 6 juta, pendapatan desa Rp 15,3 juta, kas desa tahun 2021 sebesar Rp 96,8 juta, dan kas tahun 2022 sebesar Rp 22,3 juta.
Terdakwa juga mencairkan anggaran untuk pembayaran gaji ke-13 perangkat desa sebesar Rp 31 juta, tetapi Rp 7 juta di antaranya tidak dibayarkan. Iuran BPJS Ketenagakerjaan yang dipotong dari penghasilan tetap (Siltap) dan tunjangan perangkat desa selama dua tahun juga tidak luput dari aksinya dengan jumlah mencapai Rp 30,3 juta.
“Demikian pula dengan pajak yang telah dipungut dari berbagai transaksi sebesar Rp 77,6 juta selama 2021-2022, tapi hanya sebagian kecil yang disetorkan ke kas negara,” lanjut Esty.
Dari total simpanan dana desa sebesar Rp 620,7 juta, terdakwa hanya mengembalikan Rp 296,8 juta. Hasil audit Inspektorat Bangli menyatakan kekurangan dana sebesar Rp 323,9 juta menjadi kerugian negara yang tercantum dalam hasil audit tahun 2025.
Jaksa membeberkan kasus itu terungkap setelah Perbekel Undisan curiga dengan dana bantuan langsung tunai (BLT) dan Siltap yang telah dicairkan tidak sampai ke perangkat desa. Ketika diminta mendampingi ke bank, terdakwa selalu punya alasan. Salah satunya, mengeluh sakit. Saat dicek, saldo rekening kas desa ternyata kosong.
Dalam rapat di kantor desa pada 21 Desember 2022, terdakwa mengakui perbuatannya dan telah menandatangani surat pernyataan siap untuk mengembalikan uang yang dikorupsi. Namun, perempuan asal Banjar Undisan Pancasari, Desa Undisan, itu kembali tidak jujur.
Budiastuti menyerahkan slip setoran palsu senilai Rp 250 juta, padahal yang disetor hanya Rp 250 ribu. Slip aslinya ditumpuk dengan lembar kosong yang telah ditulis nominal besar, sedangkan salinan kosong dibuang di tempat sampah bank.
Dana desa yang sejatinya untuk pembangunan, pelayanan, dan kesejahteraan masyarakat, digunakan untuk kepentingan pribadi termasuk hal-hal konsumtif. Desa Undisan pada saat itu menerima anggaran cukup besar senilai Rp 2,09 miliar pada 2021 dan Rp 2,32 miliar pada 2023.
“Terdakwa didakwa melanggar primair Pasal 2 ayat (1), subsidair Pasal 3 dan lebih subsidair Pasal 8 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,” kata jaksa.
Atas perbuatannya, Budiastuti terancam hukuman maksimal seumur hidup dan minimal empat tahun penjara.