Sidang perdana kasus dugaan pelanggaran hak cipta atas lagu legendaris Nuansa Bening digelar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Rabu (28/5/2025). Sidang ini menyeret nama penyanyi Vidi Aldiano sebagai tergugat.
Namun, sidang harus ditunda lantaran Vidi Aldiano maupun kuasa hukumnya tidak hadir.
Gugatan ini dilayangkan oleh dua pencipta lagu Nuansa Bening, yakni Keenan Nasution dan Rudy Pekerti. Mereka merasa lagu yang pertama kali dirilis pada 1978 itu telah digunakan secara komersial tanpa izin oleh Vidi Aldiano.
“Karena masih belum hadirnya tergugat jadi (gugatan) belum bisa dibacakan ya, karena kan gugatan itu akan dibacakan ketika tergugatnya hadir,” ujar kuasa hukum Keenan dan Rudy, Minola Sebayang, seusai sidang, dilansir dari infoPop, Kamis (29/5/2025).
Minola menjelaskan, Nuansa Bening adalah lagu yang sudah populer sejak lama dan pernah dinyanyikan musisi top lainnya, seperti Fariz RM. Ia menegaskan bahwa Vidi Aldiano hanya melakukan remake, bukan mempopulerkan untuk pertama kali.
“Jadi ini bukan lagu yang original baru dan kemudian Vidi adalah orang pertama yang mempopulerkan ini. Jadi memang lagu populer yang di-remake oleh Vidi ya,” katanya.
Permasalahan muncul setelah Vidi diketahui merekam ulang lagu tersebut pada 2008 dan mendistribusikannya dalam bentuk VCD serta kaset. Lagu itu juga dibawakan secara langsung dalam berbagai konser selama lebih dari satu dekade.
“Ini kemudian banyak sekali eksploitasi sesuai dengan teknologi yang baru, digital. Yang itu belum pernah diperjanjikan dan diberikan izin,” terang Minola.
Lebih lanjut, Minola mengeklaim bahwa lagu tersebut telah dipakai secara komersial lebih dari 300 kali dari tahun 2008 hingga awal 2020-an. Namun, tidak pernah ada permintaan izin dari pihak Vidi maupun manajemennya.
“Namun, tidak pernah ada yang namanya itu permintaan izin kepada penciptanya. Tidak ada juga hal-hal lain yang dilakukan Vidi terhadap penciptanya,” ujarnya.
Minola juga menyebut manajemen Vidi sempat menawarkan uang ganti rugi sebesar Rp 50 juta, lalu meningkat menjadi ratusan juta rupiah. Namun tawaran tersebut belum disepakati oleh pihak Keenan dan Rudy.
Ia menyinggung soal Undang-Undang Hak Cipta yang menyebut pelanggaran seperti ini dapat dikenakan denda hingga miliaran rupiah.
“M-man (miliaran) lah ya (keinginan Keenan dan Rudy). Iya, yang penting niatlah, nggak sampai puluhan (miliar) lah. Yang merasa patutlah, karena kan ada dua pencipta di sini yang sama-sama sudah tua gitu loh. Sementara kan 16 tahun pakainya ya saya bilang kurang ajarlah,” ucap Minola.
Pihak Keenan dan Rudy menegaskan bahwa mereka menggugat bukan untuk memperdebatkan soal pelanggaran, melainkan menuntut kompensasi yang pantas atas penggunaan karya tanpa izin.
“Jadi sebenarnya kita ke pengadilan bukan lagi berdebat ada permasalahan atau tidak, tapi lebih kepada berapa sih nilai ganti rugi yang patut dan wajar, apakah sesuai dengan yang ditawarkan Vidi, atau yang diharapkan klien kami,” pungkas Minola.
Minola juga menegaskan bahwa pokok perkara bukanlah soal royalti, melainkan penggunaan karya tanpa izin sejak awal.
“Saya tidak tanya tentang royalti itu. Yang pasti adalah tidak pernah izin,” tegasnya.
Menurut dia, pembahasan mengenai royalti tidak pernah masuk dalam proses hukum karena dasar hukumnya, yaitu izin, tidak pernah ada.
“Gimana kita mau bahas royalti kalau izin saja tidak dilakukan. Nah, sekarang kalau ada perbuatan manajemen (Vidi) ada yang menawarkan Rp 50 (juta), apa artinya? Karena kalau dia sudah membayarkan royalti selama ini, ini berandai-andai, harusnya yang dia bawa adalah bukti pembayaran dia ke LMKN,” lanjutnya.
Minola menilai tawaran Rp 50 juta itu bukan bentuk pembayaran royalti, melainkan semacam pengganti atas pelanggaran yang sudah terjadi.
“Tapi kan yang dibawa Rp 50 jutanya untuk excuse atas pelanggaran-pelanggaran yang dulu dan untuk ke depannya. Jadi, inilah yang kita mau sampaikan. Makanya kita tidak fokus lagi ke royaltinya karena kita ke izin, karena itu yang mendahului,” tambahnya.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Pihak Keenan dan Rudy berharap masalah ini bisa diselesaikan tanpa harus berlarut-larut di pengadilan. Minola menyebut banyak kasus serupa yang bisa selesai tanpa perlu sidang jika ada itikad baik.
“Sebetulnya nggak perlu digoreng sana-sini sampai debat, nggak perlu. Masing-masing duduk, ada itikad baik, selesai kok karena banyak juga yang kami somasi, mewakili beberapa komposer, respons dari manajemen dan penyanyinya wise, sehingga tanpa ada pemberitaan, tanpa ada persidangan, selesai,” jelas Minola.
Ia juga mengungkap bahwa setelah penawaran Rp 50 juta, komunikasi dari pihak Vidi terhenti.
“Kami kuasa hukumnya ada negosiasi-negosiasi, terus berhenti. Negosiasi terakhir dan nggak bisa naik-naik lagi itu pas bulan puasa. Jadi nggak ada penawaran lagi. Penawaran terakhir itu sebelum bulan puasa. Puasa nggak ada penawaran baru, Lebaran nggak ada penawaran baru, sampai akhirnya kita mengambil langkah hukum,” katanya.
Hingga berita ini ditulis, pihak Vidi Aldiano belum memberikan tanggapan terkait gugatan tersebut.