DPRD Bali Berencana Kunker ke Jakarta untuk Cari Solusi Kelangkaan LPG 3 Kg

Posted on

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali berencana melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Jakarta untuk mencari solusi kelangkaan gas alam cair atau liquified petroleum gas (LPG) 3 kilogram (LPG) yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Mereka juga akan mengajukan tambahan kuota LPG 3 kg untuk mengantisipasi terjadinya kelangkaan.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Komisi III DPRD Bali, Nyoman Suyasa, seusai rapat koordinasi terkait kelangkaan LPG 3 kg di Pulau Dewata. Menurutnya, DPRD Bali juga berencana mengajak perwakilan Pertamina dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bali dalam kunker ke Jakarta.

“Tentunya, ke Jakarta kami mencari solusi untuk penambahan kuota dan tentunya dengan pengawasan di lapangan semakin efektif dan kuat sehingga tidak lagi ada distribusi yang menyimpang atau tidak tepat sasaran,” kata Suyasa saat dijumpai di kantor DPRD Bali, Senin (25/8/2025).

Berdasarkan data Pertamina, kuota LPG 3 kg di Bali pada 2025 sebanyak 231.192 metrik ton dengan realisasi hingga Juli sebesar 138.842 metrik ton. Sementara kuota akhir 2024 sebanyak 238.223 metrik ton.

Suyasa menilai sebanyak apa pun penambahan kuota LPG 3 kg, apabila tidak dibarengi dengan penambahan sistem yang bagus, maka akan berakibat pada kelangkaan. “Kalau memang ada pengoplosan, semakin banyak kuota datang, semakin banyak yang dioplos,” tuturnya.

DPRD Bali, tutur Suyasa, bakal melakukan pembenahan terkait pendataan kuota LPG 3 kg berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sehingga, pendataan penerima LPG 3 kg dapat dilakukan dengan tepat.

Sales Area Manager Retail Pertamina Bali, Endo Eko Satrio, mengapresiasi langkah DPRD Bali yang ingin kunker ke Jakarta guna mengatasi kelangkaan LPG 3 kg di Pulau Dewata.

“Dari kami tetap mengapresiasi dengan kepedulian dari DPRD Provinsi Bali tentang masalah kuota LPG di Provinsi Bali ini,” tutur Eko.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral (Disnaker ESDM) Bali, Ida Bagus Setiawan, menjelaskan sejak beberapa tahun terakhir mencoba mendapatkan masukan dari kabupaten kota soal jumlah kebutuhan LPG 3 kg. Selain itu, Disnaker ESDM Bali juga mengomparasikan data kebutuhan LPG 3 kg dengan jumlah DTKS di Bali. Sehingga, dari kompilasi data, diusulkannya kuota LPG 3 kg.

“Tetapi, kuota yang menetapkan kan (pemerintah) pusat. Walaupun kami komunikasi (dan) koordinasi intens dengan Kementerian SDM, di pusat tetap harus terbagi rata ke seluruh provinsi di NKRI, walaupun Bali mendapatkan prioritas juga,” jelas Setiawan.

Saat kelangkaan LPG beberapa waktu lalu, tutur Setiawan, Disnaker ESDM Bali telah berinisiatif mengajukan tambahan distribusi LPG ke Pertamina. “Sehingga di 2024 dari kuota yang ditetapkan dengan realisasi di akhir tahun terjadi peningkatan. Peningkatan itu ternyata sudah diuraikan oleh Pak Kadisperindag (I Gusti Ngurah Wiryanata), banyak yang tidak tepat sasaran,” tuturnya.

Selain itu, Setiawan menuturkan, dalam diskusi beberapa waktu lalu, terdapat usulan agar ada ketegasan dan kebijakan pemerintah pusat dan daerah soal jumlah maksimal pembelian LPG 3 kg bagi satu nomor induk kependudukan (NIK) atau satu kartu keluarga (KK), termasuk bagi usaha kecil dan mikro.

“Asumsi kami dari diskusi dengan teman-teman teknis di Kementerian SDM, Dirjen Migas, kalau rumah tangga sasaran sebulan paling antara empat-lima tabung dan itu sudah lebih dari cukup untuk satu rumah tangga sasaran. Nah, UMKM karena tidak ada kajian, berapa (kebutuhan LPG)? Ini yang memang perlu peran pemerintah sebetulnya soal kebutuhannya berapa sebetulnya?,” ungkap Setiawan.

Setiawan menilai jumlah maksimal pembelian LPG 3 kg bagi satu NIK atau KK, termasuk usaha mikro dan kecil, perlu mendapatkan perhatian dalam upaya penyaluran LPG 3 kg bisa tepat sasaran. Menurutnya, hasil pembahasan tersebut tentunya dapat menjadi hal yang baik dalam mengatur hingga mengontrol distribusi LPG 3 kg di Bali sebagai barang bersubsidi.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral (Disnaker ESDM) Bali, Ida Bagus Setiawan, menjelaskan sejak beberapa tahun terakhir mencoba mendapatkan masukan dari kabupaten kota soal jumlah kebutuhan LPG 3 kg. Selain itu, Disnaker ESDM Bali juga mengomparasikan data kebutuhan LPG 3 kg dengan jumlah DTKS di Bali. Sehingga, dari kompilasi data, diusulkannya kuota LPG 3 kg.

“Tetapi, kuota yang menetapkan kan (pemerintah) pusat. Walaupun kami komunikasi (dan) koordinasi intens dengan Kementerian SDM, di pusat tetap harus terbagi rata ke seluruh provinsi di NKRI, walaupun Bali mendapatkan prioritas juga,” jelas Setiawan.

Saat kelangkaan LPG beberapa waktu lalu, tutur Setiawan, Disnaker ESDM Bali telah berinisiatif mengajukan tambahan distribusi LPG ke Pertamina. “Sehingga di 2024 dari kuota yang ditetapkan dengan realisasi di akhir tahun terjadi peningkatan. Peningkatan itu ternyata sudah diuraikan oleh Pak Kadisperindag (I Gusti Ngurah Wiryanata), banyak yang tidak tepat sasaran,” tuturnya.

Selain itu, Setiawan menuturkan, dalam diskusi beberapa waktu lalu, terdapat usulan agar ada ketegasan dan kebijakan pemerintah pusat dan daerah soal jumlah maksimal pembelian LPG 3 kg bagi satu nomor induk kependudukan (NIK) atau satu kartu keluarga (KK), termasuk bagi usaha kecil dan mikro.

“Asumsi kami dari diskusi dengan teman-teman teknis di Kementerian SDM, Dirjen Migas, kalau rumah tangga sasaran sebulan paling antara empat-lima tabung dan itu sudah lebih dari cukup untuk satu rumah tangga sasaran. Nah, UMKM karena tidak ada kajian, berapa (kebutuhan LPG)? Ini yang memang perlu peran pemerintah sebetulnya soal kebutuhannya berapa sebetulnya?,” ungkap Setiawan.

Setiawan menilai jumlah maksimal pembelian LPG 3 kg bagi satu NIK atau KK, termasuk usaha mikro dan kecil, perlu mendapatkan perhatian dalam upaya penyaluran LPG 3 kg bisa tepat sasaran. Menurutnya, hasil pembahasan tersebut tentunya dapat menjadi hal yang baik dalam mengatur hingga mengontrol distribusi LPG 3 kg di Bali sebagai barang bersubsidi.