DPR Usul Larang Warga Punya Second Account di Medsos

Posted on

Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Oleh Soleh, mengusulkan agar ada aturan yang melarang pengguna memiliki akun samar atau dikenal dengan istilah ‘second account’. Jika memiliki lebih dari satu akun masih diperbolehkan, pengguna harus menggunakan identitas yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Jangan ada second account lagi, nih saya sampaikan. Kalau pun mau bikin double account, ya boleh, tetapi ID-nya harus jelas, alamatnya jelas, siapa pemiliknya, siapa yang bertanggung jawab,” ujar Oleh kepada wartawan, Kamis (28/8/2025) dilansir dari infoNews.

Hal ini Oleh sampaikan sebagai dukungan terhadap langkah Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk menumpas konten-konten disinformasi, fitnah, dan kebencian (DFK) di media sosial (medsos). Oleh menilai masih banyak konten bermuatan negatif di medsos sehingga perlu ada pembatasan.

“Seperti apa yang saya sampaikan sebelumnya bahwa dunia digital kita tidak sehat. Banyak provokasi, adu domba, bully, intimidasi, penggiringan opini palsu, dan yang lain-lain. Solusinya adalah, sudah batasi saja,” kata anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Oleh juga menyinggung kebijakan pembatasan penggunaan medsos di China. Dia mengungkapkan pemerintah China mewajibkan warganya menggunakan identitas resmi saat membuat akun medsos.

“Batasi akun-akun media sosial. Batasinya caranya gimana, ya seperti China. China hari ini itu, jika ada warganya ingin membuat akun medsos, harus jelas. ID-nya, KTP-nya ini siapa. Kalau dia mau pakai yang lain, harus ada yang bertanggung jawab,” ujar Oleh.

“Nah, Undang-Undang ITE juga tidak akan mampu untuk dilaksanakan kalau melihat hamparan medsos palsu yang sifatnya provokatif. Kan bukan jumlahnya 1, 2, 3, bukan 10, 20. Tetapi kan ribuan, bahkan ratusan ribu akun,” terang Oleh.

Diketahui, Komdigi berencana memanggil pihak TikTok hingga Meta untuk membahas penyebaran konten-konten DFK. Konten DFK yang berseliweran dianggap menyulut kebencian dan diwanti-wanti juga dapat merusak iklim demokrasi dengan narasi-narasi palsu.

“Fenomena disinformasi fitnah dan kebencian (DFK) ini akhirnya merusak sendi-sendi demokrasi. Misalnya teman-teman yang tadinya mau menyampaikan aspirasi, mau menyampaikan unek-uneknya, akhirnya menjadi bias ketika sebuah gerakan itu di-engineering oleh hal-hal yang, mohon maaf ya, yang DFK tadi,” kata Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Angga Raka Prabowo, Selasa (26/8/2025).

Angga mengatakan Menkomdigi telah melakukan komunikasi dengan pihak platform media sosial tersebut.

“Saya pribadi, tadi sama Pak Dirjen juga, saya hubungi. Yang pertama, saya sudah hubungi Head TikTok Asia-Pasifik, Helena. Saya minta mereka ke Jakarta, kita akan bercerita tentang fenomena ini dan kita juga sudah komunikasi dengan TikTok Indonesia. Dengan Meta Indonesia juga kami sudah komunikasi,” kata Angga.

Artikel ini telah tayang di infoNews. Baca selengkapnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *